Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky Kritik NATO: Semua Orang akan Mati karena Anda
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengkritik NATO buntut ditolaknya permintaan untuk menerapkan zona larangan terbang.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengkritik NATO, Jumat (4/3/2022) malam, atas penolakan terhadap zona larangan terbang.
Kritik ini dilayangkan Zelensky beberapa jam setelah NATO mengumumkan tidak akan campur tangan melalui udara atau darat karena takut menciptakan konflik dengan Rusia yang bisa meluas ke bagian lain Eropa.
Para pemimpin aliansi bertemu di Brussels, Jumat, setelah Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg, mengatakan pada anggotanya, pihaknya telah menolak segala kemungkinan intervensi terhadap pasukan Rusia.
Pejabat Ukraina telah menyerukan zona larangan terbang, tapi para pemimpin NATO menolak, khawatir bisa memicu perang yang lebih besar.
Presiden Rusia Vladimir Putin, mengumumkan pada bulan lalu, memperingatkan agar negara-negara lain tak ikut campur.
Baca juga: 8 Nama Elite Rusia yang Dikenai Sanksi, Ada Juru Bicara hingga Sekutu Dekat Putin
Baca juga: Profil Alisher Usmanov, Sekutu Dekat Putin yang Dikenai Sanksi AS, Miliarder Terkaya Rusia
"Kami memiliki tanggung jawab untuk mencegah perang ini meningkat di luar Ukraina," ujar Stoltenberg, Jumat, dikutip dari The New York Times.
"Jadi, kami telah menjelaskan bahwa kami tidak akan mengambil gerakan di Ukraina, baik di darat maupun wilayah udara Ukraina."
Menciptakan zona larangan terbang di atas Ukraina akan membutuhkan pengerahan pesawat tempur NATO dan kemungkinan "menembak jatuh pesawat Rusia," ujarnya.
Ia memperingatkan, hal itu bisa menyebabkan "perang penuh di Eropa, yang melibatkan lebih banyak negara dan lebih banyak penderitaan manusia."
Zelensky, berbicara dalam sebuah video yang dibagikan di media sosial, mengkritik keputusan itu.
Menyebut KTT itu "lemah" dan "kalah".
Ia mengatakan pasukan Rusia menembaki warga sipil, daerah pemukiman, gereja, dan sekolah.
Zelensky menyebut keputusan untuk tidak membuat zona larangan terbang sama saja seperti "memberi lampu hijau" untuk lebih banyak pemboman.
"Semua orang yang akan mati mulai hari ini, mati karena Anda (NATO)," katanya berbicara pada pemimpin NATO.
"Karena kelemahanmu, karena perpecahan kalian."
Baca juga: Daftar Negara Sekutu Rusia, India hingga China, Lawan Kekuatan Kremlin Bisa Merugikan Mereka
Baca juga: AS Sebut Rusia akan Kerahkan 1.000 Tentara Bayaran ke Ukraina
Zelensky telah mengunggah banyak video, yang dirilis larut malam lewat media sosial, untuk mencari dukungan dari luar negeri.
Sementara ia telah merayakan sanksi besar yang dijatuhkan AS pada Rusia, ia juga berulang kali meminta para pemimpin Eropa agar memberikan bantuan militer tambahan.
Sekitar 20 negara, banyak yang merupakan anggota NATO dan Uni Eropa, menyalurkan senjata ke Ukraina.
NATO juga memindahkan peralatan militer dan 22.000 tentara tambahan ke negara-negara anggota yang berbatasan dengan Rusia dan Belarusia, untuk meyakinkan mereka dan meningkatkan pencegahan.
Duta Besar Rusia Tak Berharap Perang Dunia III Terjadi
Perang dunia ketiga menjadi ancaman nyata bagi dunia menyusul ketegangan militer Rusia dengan Ukraina.
Duta Besar Rusia Lyudmila Georgievna Vorobieva mengatakan pihaknya tidak berharap perang dunia ketiga betul-betul terjadi.
"Kami tidak ingin ada korban jiwa lagi dalam operasi militer khusus ini. Kami hanya ingin Ukraina menjadi tetangga yang baik bagi Rusia," kata Lyudmila saat wawancara di kediaman Kedubes Rusia, Jakarta, Kamis (3/3/2022).
Pemerintah Rusia menjamin warga sipil Ukraina bisa tinggal dengan aman dan nyaman dengan tidak ikut menjadi bagian dari pemerintah Kiev.
Dalam perspektifnya, rencana Ukraina menjadi bagian dari NATO menjadi ancaman bagi keamanan Rusia dalam jangka panjang.
Baca juga: Puji Ketahanan Warga Ukraina, Menlu AS Yakin Ukraina Bisa Menang Lawan Rusia
Baca juga: Hari Kesembilan Serangan Rusia ke Ukraina, Moskwa Kuasai PLTN Zaporozhzhia, Facebook Diblokir
"Operasi militer adalah upaya terakhir untuk mencegah perang yang lebih besar terjadi," imbuh Lyudmila.
Selengkapnya lanjutan wawancara eksklusif Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra, dengan Duta Besar Rusia Lyudmila Georgievna Vorobieva:
Apa opini Anda mengenai aksi demonstrasi yang dilakukan masyarakat Rusia yang meminta stop war?
Itu adalah reaksi normal yang dilakukan setiap orang. Perang merupakan tragedi. Masyarakat Rusia memahami peperangan melanggar hukum global. Setiap keluarga menjadi korban dari perang.
Dan tentu saja, orang memiliki hak untuk mengekspresikan perasaan mereka, tetapi saya dapat meyakinkan mayoritas orang Rusia mendukung Presiden Putin. Itu karena kami menginginkan perdamaian.
Kami ingin hidup damai dan menjaga stabilitas dengan negara tetangga yang baik. Kami tidak ingin orang Ukraina melihat Rusia sebagai musuh. Ini tidak normal apalagi kalau harus terjadi selamanya.
Dan jika Anda ingin menyalahkan seseorang atas apa yang terjadi, Anda harus menyalahkan Washington, Brussel dan Kiev yang melakukannya.
Negara Barat tidak ada upaya untuk mengubah Ukraina menjadi lebih baik. Mereka ingin Ukraina seperti kata Presiden Putin menjadi anti-Rusia.
Apa yang pemerintah Rusia harapkan dari pemerintah Indonesia untuk membantu menyelesaikan konflik ini?
Kami melihat Indonesia sebagai teman baik sejak lama. Kita mempunyai hubungan tradisional yang bagus sejak rezim Presiden Soekarno. Bahkan lagu Rayuan Pulau Kelapa di translate menggunakan bahasa Rusia.
Saat Presiden Soekarno mengunjungi Rusia, lagu Rayuan Pulau Kelapa menjadi soundtrack dari documentary kunjungan kerja beliau. Itulah sebabnya orang-orang Rusia mengetahui betul isi soal lagu tersebut.
Kondisi itu mencerminkan sentimen sangat hangat yang dimiliki orang-orang Rusia terhadap Asia, dan tentu saja, kami berharap situasi ini tidak akan mempengaruhi hubungan baik ini.
Kami selalu melihat tren positif hubungan Rusia dengan Indonesia apalagi perdagangan kami tumbuh hingga 40 persen.
Bagaimana reaksi pemerintah Rusia menghadapi sanksi ekonomi dari negara-negara barat?
Kami memiliki tingkat ketahanan cukup tinggi untuk menghadapi sanksi ekonomi dari negara barat. Bahkan kami sudah menerima sanksi tersebut sejak 2014.
Presiden Obama pernah mengatakan ekonomi kami akan lebih baik. Tetapi hal itu tidak pernah terjadi. Tahun lalu di masa pandemi ekonomi kami berdasarkan Gross Domestic Product (GDP) sebesar empat persen.
Dan tentu saja, kami pikir sanksi yang diberikan mereka itu tidak sah. Menurut kami sanksi yang diberikan negara-negara barat berlebihan.
Karena dengan sanksi ini, mereka tidak hanya mencoba untuk menyakiti Rusia, tetapi mereka juga melukai diri mereka sendiri Eropa sangat bergantung pada Rusia untuk energi minyak dan gas.
Anda lihat apa yang terjadi dengan harga dunia sekarang. Mereka tidak berpikir secara logis.
Setelah dijatuhkan sanksi di tahun 2014, ekonomi Rusia harus beradaptasi dan bahkan kami tidak cukup dalam penyediaan produk makanan.
Sekarang kalau anda pergi ke pameran Rusia ada begitu banyak produk makanan yang diproduksi di Rusia dan lebih murah dan kualitas lebih baik.
Anda juga pasti tahu siapa pengekspor gandum terbesar di dunia.
Apakah saat ini masih ada keluarga Anda yang berada di Ukraina?
Setelah ayah saya meninggal belum lama ini. Sudah tidak ada lagi yang tinggal di sana. Jarak Rusia ke Ukraina tidak jauh mungkin hanya sejauh Jakarta ke Yogyakarta.
Kami memiliki sedikit perbedaan tapi pada dasarnya kami satu rumpun. Jadi kami ingin perdamaian dan stabilitas dipulihkan di Ukraina. Kami tidak ingin orang ukraina melihat kami sebagai musuh kami.
Kami tidak merasa bahwa ada ancaman yang datang dari Rusia. Dan sekali lagi jika ingin menyalahkan seseorang yaitu salahkan pengaruh Barat. Negara-negara Barat yang mencoba mengubah Ukraina menjadi anti-Rusia.
Apa yang bisa Anda jelaskan mengenai munculnya ledakan kota Kiev hari ini dan kemarin?
Saya tidak memiliki wawasan cukup luas karena bukan bagian dari militer. Tetapi saya mencoba mengutip pernyataan Menteri Pertahanan Rusia bahwa pasukan militer di luar Kiev menjadi sasaran senjata dari Ukraina.
Kita juga tahu fakta bahwa pemerintah Kiev memiliki akun YouTube, banyak penjahat yang dibebaskan dari penjara. Kita tahu bahwa Angkatan Darat Ukraina menggunakan warga sipil untuk dijadikan tameng mereka.
Seperti yang saya katakan, kami tidak menargetkan warga sipil. Kami ingin menyelamatkan lebih banyak warga sipil bahkan orang militer.
Jika mereka siap untuk meletakkan senjata mereka dan menyerah. Mereka bisa kembali ke keluarga mereka. Mereka tidak akan dianiaya.
Kami tidak ingin ada korban jiwa lagi dalam operasi militer khusus ini. Kami hanya ingin Ukraina menjadi tetangga yang baik bagi Rusia.
Pemerintah Rusia menjamin warga sipil Ukraina bisa tinggal dengan aman dan nyaman dengan tidak ikut menjadi bagian dari pemerintah Kiev.
Kami tidak menginginkan perang ini terjadi. Kami menginginkan perdamaian dan operasi militer adalah upaya terakhir untuk mencegah perang yang lebih besar terjadi.
Karena apa yang kami lihat di Ukraina, merupakan ancaman bagi keamanan kami dan dalam jangka panjang, ancaman bagi keamanan Eropa.
Kami tidak ingin ini terjadi. Kami menggunakan cara diplomatik selama bertahun-tahun. Kami meminta Barat untuk bersikap realistis. Mereka tidak mau.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Duta Besar Rusia: Kami tidak Ingin Orang Ukraina Melihat Rusia Sebagai Musuh, Ini tidak Normal
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Reynas Abdila)