Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat: Rusia "Maju Mundur Kena", SBY dan Xi Jinping Bisa Lakukan Pendekatan Persuasif ke Putin

Agresi militer Rusia yang berlarut-larut di Ukraina tidak menunjukkan kemajuan yang signifikan.

Penulis: Dodi Esvandi
zoom-in Pengamat: Rusia
AFP
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Agresi militer Rusia yang berlarut-larut di Ukraina belum menunjukkan kemajuan yang signifikan.

Sebaliknya, agresi militer tersebut justru hanya memperkuat persepsi umum bahwa sesungguhnya Rusia tak berhasil mewujudkan tujuannya, meski Amerika Serikat dan NATO tidak ikut menurunkan kekuatan militernya menghadapi agresi Rusia tersebut.

Hingga saat ini kampanye Rusia di Ukraina telah memasuki pekan kedua, dan menunjukkan tanda-tanda kemenangan berpihak pada Moskwa.

Namun demikian, simpati warga dunia justru lebih memihak Ukraina. Ekspresi warga dunia bahkan sangat jelas dan tegas meski Rusia memilih bergeming.

Baca juga: China Tuding AS dan NATO Terus Provokasi Konflik Rusia Vs Ukraina

"Secara komunikasi, aksi Rusia di Ukraina telah gagal. Sejak awal narasi operasi militer khusus yang dikatakan untuk melakukan demilitarisasi dan denazifikasi termasuk mengada-ada karena masyarakat dunia sudah belajar dibohongi Amerika saat menginvasi Irak tahun 2003,” ujar pengamat komunikasi dari Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid, Algooth Putranto, di Jakarta, Rabu (9/3/2022).

Algooth memaparkan narasi demilitarisasi meski diputar berulang-ulang dengan beragam fakta pada akhirnya menuai impresi negatif karena fakta menunjukkan Ukraina saat diserang belum masuk sebagai anggota NATO.

Sementara narasi denazifikasi justru membingungkan karena secara hitam putih mempersepsikan Ukraina adalah antisemit, dan fasis, sedangkan Rusia adalah Tentara Merah--pembebas yang masih berperang melawan Nazisme hingga hari ini.

Baca juga: Ukraina Kembali Meminta Pertukaran Kripto Blokir Layanan ke Pengguna Warga Rusia

Berita Rekomendasi

Semua ini bertentangan dengan fakta yang jelas bahwa semua warga negara Soviet saat Perang Dunia II bertugas di Tentara Merah, termasuk Ukraina, sementara paham antisemitisme tersebar luas di Kekaisaran Rusia dan di Uni Soviet.

Cara-cara Rusia saat ini serupa bagaimana Amerika Serikat dengan modal psikologi ketakutan pasca Tragedi WTC tahun 2001 dan kebohongan Senjata Pembunuh Massal (WMD) yang direstui Presiden George W Bush untuk menginvasi Irak pada 19 Maret 2003.

Selain itu, lanjutnya, secara momentum juga kurang strategis karena dilakukan ketika seluruh dunia sedang berusaha bangkit dari keterpurukan akibat pandemi Covid 19.
Momentum kemanusiaan yang seharusnya dibangun justru tercoreng oleh aksi militer dengan alasan tidak masuk akal.

Baca juga: Rusia dan Ukraina Gencatan Senjata 12 Jam, Koridor Kemanusiaan Dibuka di Beberapa Kota

“Ini beda ketika Rusia masuk ke Georgia tahun 2008, kebetulan mata dunia terpaku pada Pemilu Amerika Serikat. Sementara ketika menginvasi Crimea tahun 2014, dunia masih tertuju pada geger ISIS di Suriah. Itu sebabnya Georgia dan Crimea tak terlalu mendapat atensi publik,” tuturnya.

Sejumlah hal itu membuat kondisi Rusia ibarat maju mundur kena.

Terus maju akan tersandung persepsi negatif warga dunia, sementara untuk mundur akan lebih malu karena seperti mengulang cerita mereka ketika Uni Soviet angkat kaki dari Berlin tahun 1992 dan Afghanistan tahun 1988.

Baca juga: Rusia Kena Embargo, Tiga Negara Ini Jadi Eksportir Baru Minyak Mentah ke AS

“Bagi Presiden [Vladímir] Putin, keputusan mundur dari palagan Ukraina jelas bukan sebuah pilihan. Itu sama saja mengulang memori buruk mundurnya Uni Soviet dari Jerman Timur. Hal menyakitkan yang dialaminya saat bertugas di front Berlin,” tuturnya.

Dengan kondisi tersebut, lanjut Algooth, dibutuhkan sosok yang dekat secara emosional dengan Presiden Putin untuk melakukan persuasi agar perdamaian segera tercipta.

“Sepengetahuan saya ada dua yaitu Presiden Cina Xi Jinping dan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,” katanya.

Baca juga: Respons Zelensky Terkait Sikap Joe Biden yang Hentikan Impor Minyak hingga Batu Bara dari Rusia

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas