Konvoi Militer Rusia Sepanjang 64 Km Mulai Bergerak, hingga Ada Artileri Disembunyikan di Pepohonan
Konvoi militer Rusia sepanjang 64 Km mulai bergerak, dilaporkan konvoi tersebut kini telah direposisi.
Penulis: garudea prabawati
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Sempat terhenti sekitar 1 minggu, konvoi militer Rusia sepanjang 40 mil (64 km) di dekat Kyiv mulai bergerak.
Tampak juga iring-iringan kendaraan lapis baja, tank , artileri yang ditarik, kini telah disebar.
Gampar citra satelit terekam oleh Maxar Technologies, diambil pada hari Kamis (10/3/2022).
Dalam keterangannya, Maxar menyebut, sebagian dari konvoi telah tersebar dan dipindahkan.
Rusia berkumpul kembali untuk kemungkinan serangan ke Kyiv, kata pejabat pertahanan Inggris sebelumya.
Pembaruan intelijen yang diterbitkan oleh Kementerian Pertahanan Inggris pada hari Jumat (11/3/2022) mengatakan Rusia kemungkinan berusaha untuk mengatur ulang dan memposisikan kembali pasukannya untuk aktivitas ofensif baru dalam beberapa hari mendatang.
"Dan kemungkinan akan termasuk operasi terhadap ibukota Kyiv," ujarnya, dikutip Tribunnews dari CNN.
Dalam tangkapannya, Maxar mengatakan gambar satelit menunjukkan beberapa elemen konvoi telah direposisi ke dalam hutan dan daerah berpohon di dekat Lubyanka, Ukraina.
Gambar diambil pada pukul 11:37 waktu setempat (04:37 ET) pada hari Kamis.
Menurut citra satelit, kendaraan militer Rusia terlihat di jalan raya di daerah perumahan di kota Ozera, 17 mil barat laut Kyiv dan tepat di utara Pangkalan Udara Antonov yang dikuasai Rusia di Hostomel.
Baca juga: Rusia Sebut Tentara Suriah Siap Bantu Perang Lawan Ukraina, Picu Keresahan Pakai Senjata Kimia
Baca juga: Pemerintah Inggris Minta Para Veteran Tidak Bergabung dalam Perang di Ukraina
Artileri yang ditarik dan kendaraan lain terlihat sembunyi di pepohonan hutan yang jarang di dekat Lubyanka - sekitar 3 mil (barat laut dari Pangkalan Udara Antonov.
Di Berestyanka 10 mil sebelah barat pangkalan udara, sejumlah truk bahan bakar terlihat.
Menurut Maxar tampak juga seperti beberapa peluncur roket terlihat diposisikan di lapangan dekat pepohonan.
Gambar satelit yang diambil pada hari Kamis tampaknya juga menunjukkan tangki penyimpanan bahan bakar yang terbakar di pangkalan udara, dengan gumpalan asap hitam tebal terlihat membubung dari tangki, yang terletak di ujung selatan pangkalan udara.
Rusia Sebut Tentara Suriah Siap Bantu Perang Lawan Ukraina
Saluran TV Kementerian Pertahanan Rusia, Zvezda, telah membagikan rekaman tentara Suriah yang disebut siap berperang di Ukraina.
Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Shoigu mengatakan Rusia mengetahui lebih dari 16.000 sukarelawan dari negara-negara di Timur Tengah.
Putin pun telah menyetujui membawa pejuang sukarelawan tersebut ke medan pertempurannya dengan Ukraina.
Presiden Rusia tersebut pun mengatakan kepada menteri pertahanannya untuk membantu para tentara sukarelawan tersebut siap ke zona pertempuran.
Dikutip Tribunnews dari Express.co.uk, Ajudan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, Mykhailo Podolyak, bereaksi terhadap rencana Rusia untuk merekrut sukarelawan Suriah.
“Rusia mempekerjakan ISIS,” katanya.
Perekrutan warga Suriah telah memicu kekhawatiran soal pedoman Suriah yang dapat diluncurkan, mencakup penggunaan senjata kimia.
Baca juga: Meta Izinkan Pengguna Unggah Konten tentang Ekspresi Politik terhadap Serangan Rusia di Ukraina
Dalam video yang beredar menunjukkan tentara mengacungkan bendera Rusia, bersama dengan poster Putin dan sekutunya Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Hussam Hammoud, seorang jurnalis Suriah, menunjukkan di Twitter bahwa tentara Tentara Suriah tersebut rela berperang membantu Rusia karena perintah militer resmi rezim Assad.
Ini bukan sukarela, tulisnya dalam unggahan twitter.
"Russian media agencies publish a video showing Syrians will participate in the #Russian invasion of #Ukraine. From the video, we can see that those Syrians are #SAA soldiers who will fight due to the official military orders of the #Assad regime. It's not volunteering."
"Agensi media Rusia mempublikasikan video yang menunjukkan warga Suriah akan berpartisipasi dalam invasi #Rusia ke #Ukraina.
Dari video tersebut, kita dapat melihat bahwa orang-orang Suriah itu adalah tentara #SAA yang akan berperang karena perintah militer resmi dari rezim #Assad. Ini bukan sukarela."
Apa Tuntutan Rusia untuk Akhiri Perang di Ukraina? Termasuk Soal Netralitas
Rusia telah membuat tuntutan kepada Ukraina, dan menjadi pertimbangan untuk menghentikan invasi ke Ukraina.
Seperti diketahui perang panas antara Rusia dan Ukraina masih terjadi, berawal dari serangan Rusia yang diluncurkan pada 24 Februari 2022 lalu.
Dikutip Tribunnews dari AS, Vladimir Putin disebut mengkhawatirkan keamanan atas niat Ukraina yang mencoba bergabung dengan NATO dan Uni Eropa.
Baca juga: PBB Mengklaim Punya Bukti Rusia Pakai Senjata Terlarang untuk Serang Pemukiman Ukraina
Masalah ini pun diangkat kembali ketika perwakilan kedua negara bertemu di Belovezhskaya Pushcha, di perbatasan Polandia dan Belarusia.
Di mana pembicaraan awal mengenai kesepakatan damai, meskipun sejauh ini gagal membuahkan hasil pada isu-isu kunci, di antaranya koridor kemanusiaan untuk evakuasi warga sipil Ukraina.
Selain itu kedua belah pihak terus terlibat dalam negosiasi intens mengenai gencatan senjata dan jaminan keamanan.
Sebelum pertemuan diplomat Rusia dan Ukraina, beberapa tuntutan Kremlin bocor ke publik.
Pemerintah Putin telah menetapkan dua syarat untuk gencatan senjata sesegera mungkin, dan hal itu harus dipenuhi Ukraina.
Tuntutan tersebut yakni Ukraina menyerahkan Krimea, yang dianeksasi Rusia pada 2014.
Dan juga Ukraina harus mengakui kemerdekaan Luhansk dan Donetsk (wilayah separatis) dalam pembicaraan gencatan senjata.
Baca juga: Hasil Pertemuan Rusia dan Ukraina Tidak Ada Kemajuan, Ukraina Menolak Tuntutan Rusia
Baca juga: Menlu Rusia: Jalur Belarus Tetap Jadi Fokus Dialog Rusia dan Ukraina
Hal tersebut diperjelas oleh Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.
"Kami tidak mengambil Luhansk dan Donetsk dari Ukraina," kata Petrov kepada Reuters.
“Namun Luhansk dan Donetsk tidak ingin menjadi bagian dari Ukraina .”
“Ini tidak berarti mereka harus dihancurkan," imbuhnya.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati)