Balas Sanksi Ekonomi, Putin: Negara yang Tak Bersahabat Harus Bayar Gas Rusia dalam Rubel
Presiden Rusia Vladimir Putin mulai melakukan aksi pembalasan atas sanksi internasional yang diterapkan kepada negaranya.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Presiden Rusia Vladimir Putin mulai melakukan aksi pembalasan atas sanksi internasional yang diterapkan kepada negaranya.
Melansir Reuters, Rusia akan menitahkan pembayaran dalam rubel untuk gas yang dijual ke negara-negara yang tidak bersahabat.
Harga gas Eropa langsung melonjak di tengah kekhawatiran kebijakan tersebut akan memperburuk krisis energi di kawasan itu.
Baca juga: Tentara Rusia Terancam Kelaparan dan Kekurangan Amunisi, Putin Dikhawatirkan Gunakan Senjata Kimia
Reuters memberitakan, negara-negara Eropa dan Amerika Serikat telah memberlakukan sanksi berat terhadap Rusia sejak Moskow mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari. Di sisi lain, Eropa sangat bergantung pada gas Rusia untuk pemanas dan pembangkit listrik.
Kondisi inilah yang membuat Uni Eropa terpecah mengenai apakah akan memberikan sanksi pada sektor energi Rusia.
Pesan Putin jelas: Jika Anda menginginkan gas kami, belilah mata uang kami.
Masih belum jelas apakah Rusia memiliki kekuatan untuk secara sepihak mengubah kontrak yang ada yang disepakati dalam euro.
Tak lama setelah pengumuman, Rubel sempat menguat ke level tertinggi tiga minggu melewati 95 terhadap dolar. Rubel ditutup pada level 97,7 terhadap dolar. Level tersebut masih melemah lebih dari 22% sejak 24 Februari.
Sementara itu, sejumlah harga gas Eropa naik hingga 30% pada hari Rabu. Harga gas di Inggris dan Belanda juga melonjak.
Gas Rusia menyumbang sekitar 40% dari total konsumsi Eropa. Impor gas UE dari Rusia tahun ini berfluktuasi antara 200 juta hingga 800 juta euro (US$ 880 juta) per hari.
"Rusia akan terus, tentu saja, untuk memasok gas alam sesuai dengan volume dan harga ... tetap dalam kontrak yang disepakati sebelumnya," kata Putin pada pertemuan yang disiarkan televisi dengan para menteri pemerintah.
"Perubahan hanya akan mempengaruhi mata uang pembayaran, yang akan diubah menjadi rubel Rusia," katanya.
Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck menyebut permintaan Putin sebagai pelanggaran kontrak dan pembeli gas Rusia lainnya menggemakan poin tersebut.
"Ini merupakan pelanggaran aturan pembayaran yang termasuk dalam kontrak saat ini," kata sumber senior pemerintah Polandia, menambahkan Polandia tidak berniat menandatangani kontrak baru dengan Gazprom setelah kesepakatan mereka yang ada berakhir pada akhir tahun ini.