Putin Ingin Gas Alam Rusia Dibayar Pakai Rubel, Harga Gas Terkerek, Kanselir Jerman Menolak
Kanselir Jerman Olaf Scholz menolak permintaan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk membayar gas Rusia dalam bentuk rubel.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, BERLIN - Kanselir Jerman Olaf Scholz menolak permintaan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk membayar gas Rusia dalam bentuk mata uang negara itu, yakni rubel.
Ia mengatakan sebagian besar perjanjian menyediakan pembayaran dalam bentuk euro maupun dolar Amerika Serikat (AS).
"Kami telah melihat hal ini untuk mencoba mendapatkan gambaran umum. Apa yang telah kami pelajari sejauh ini adalah bahwa ada kontrak tetap di mana-mana, yang mencakup mata uang di mana pembayaran itu dilakukan. Dan sebagian besar itu ya menyebut dalam mata uang euro atau dolar," kata Scholz setelah KTT G7.
Baca juga: Ini Solusi yang Ditawarkan Presiden AS Jika Indonesia Tetap Undang Vladimir Putin di KTT G20 Bali
Dikutip dari laman Ukrinform, Jumat (25/3/2022), Scholz juga menekankan bahwa G7 setuju untuk 'menahan sanksi terhadap Rusia selama diperlukan dan untuk memantau efektivitasnya'.
"Kami akan bereaksi dengan sanksi lebih lanjut jika ini memang diperlukan," tega Scholz.
Sebelumnya, perusahaan minyak dan gas Polandia PGNiG menyatakan bahwa mereka tidak bermaksud membayar gas Rusia dalam rubel, karena itu tidak tertulis pada kontrak saat ini dengan Gazprom.
Harga Gas Eropa Langsung Melonjak 21 Persen
Patokan harga gas Eropa sempat melonak 21 persen menjadi 119 euro per megawatt/jam, tertinggi dalam seminggu di ICE Endex in Amsterdam setelah Presiden Vladimir Putin mengatakan Rusia akan mulai menuntut pembayaran dalam mata uang rubel dari negara pembeli yang “tidak ramah” kepda Rusia, seperti dilansir Bloomberg, Rabu (23/3/2022)
Rusia sebelumnya menyebut AS, Inggris, dan anggota Uni Eropa sebagai negara yang tidak bersahabat.
Berita itu muncul tepat ketika Amerika Serikat dan negara-negara sekutunya hari Kamis, (24/3/2022) diperkirakan akan mengumumkan sanksi baru kepada Rusia yang bertujuan untuk "meningkatkan keamanan energi Eropa dan mengurangi ketergantungan Eropa pada gas Rusia". Namun, Putin mengatakan Rusia akan terus mengirimkan pasokan.
Uni Eropa dan AS sedang mengerjakan kesepakatan yang bertujuan untuk memastikan pasokan gas alam cair dan hidrogen Amerika ke negara-negara anggota UE saat blok tersebut berupaya mengakhiri ketergantungannya pada energi Rusia.
Sementara itu, Kanselir jerman Olaf Scholz hari Rabu, (23/3/2022) di depan parlemen Jerman Bundestag mengatakan, Eropa akan mengakhiri ketergantungan energinya pada Rusia tetapi melakukannya dalam satu malam akan menjerumuskan Eropa ke dalam resesi, mempertaruhkan ratusan ribu pekerjaan dan seluruh sektor industri, seperti dilaporkan Straits Times, Rabu, (23/3/2022)
Balas Sanksi Ekonomi, Putin: Negara yang Tak Bersahabat Harus Bayar Gas Rusia dalam Rubel
Presiden Rusia Vladimir Putin mulai melakukan aksi pembalasan atas sanksi internasional yang diterapkan kepada negaranya.
Melansir Reuters, Rusia akan menitahkan pembayaran dalam rubel untuk gas yang dijual ke negara-negara yang tidak bersahabat.
Harga gas Eropa langsung melonjak di tengah kekhawatiran kebijakan tersebut akan memperburuk krisis energi di kawasan itu.
Reuters memberitakan, negara-negara Eropa dan Amerika Serikat telah memberlakukan sanksi berat terhadap Rusia sejak Moskow mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari. Di sisi lain, Eropa sangat bergantung pada gas Rusia untuk pemanas dan pembangkit listrik.
Kondisi inilah yang membuat Uni Eropa terpecah mengenai apakah akan memberikan sanksi pada sektor energi Rusia.
Pesan Putin jelas: Jika Anda menginginkan gas kami, belilah mata uang kami.
Masih belum jelas apakah Rusia memiliki kekuatan untuk secara sepihak mengubah kontrak yang ada yang disepakati dalam euro.
Baca juga: Profil Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu, Sekutu Dekat Putin, Tak Terlihat Hampir 2 Minggu
Tak lama setelah pengumuman, Rubel sempat menguat ke level tertinggi tiga minggu melewati 95 terhadap dolar. Rubel ditutup pada level 97,7 terhadap dolar. Level tersebut masih melemah lebih dari 22% sejak 24 Februari.
Sementara itu, sejumlah harga gas Eropa naik hingga 30% pada hari Rabu. Harga gas di Inggris dan Belanda juga melonjak.
Gas Rusia menyumbang sekitar 40% dari total konsumsi Eropa. Impor gas UE dari Rusia tahun ini berfluktuasi antara 200 juta hingga 800 juta euro (US$ 880 juta) per hari.
"Rusia akan terus, tentu saja, untuk memasok gas alam sesuai dengan volume dan harga ... tetap dalam kontrak yang disepakati sebelumnya," kata Putin pada pertemuan yang disiarkan televisi dengan para menteri pemerintah.
"Perubahan hanya akan mempengaruhi mata uang pembayaran, yang akan diubah menjadi rubel Rusia," katanya.
Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck menyebut permintaan Putin sebagai pelanggaran kontrak dan pembeli gas Rusia lainnya menggemakan poin tersebut.
"Ini merupakan pelanggaran aturan pembayaran yang termasuk dalam kontrak saat ini," kata sumber senior pemerintah Polandia, menambahkan Polandia tidak berniat menandatangani kontrak baru dengan Gazprom setelah kesepakatan mereka yang ada berakhir pada akhir tahun ini.
Bank-bank besar yang enggan memperdagangkan aset Rusia, semakin memperumit permintaan Putin.
Seorang juru bicara pemasok gas Belanda Eneco, yang membeli 15% gasnya dari anak perusahaan raksasa gas Rusia Gazprom, Wingas GmbH, mengatakan pihaknya memiliki kontrak jangka panjang dalam mata uang euro.
"Saya tidak bisa membayangkan kita akan setuju untuk mengubah ketentuan itu," katanya.
Menurut Gazprom, 58% dari penjualan gas alam ke Eropa dan negara-negara lain pada 27 Januari diselesaikan dalam euro. Dolar AS menyumbang sekitar 39% dari penjualan kotor dan sterling sekitar 3%. Komoditas yang diperdagangkan di seluruh dunia sebagian besar ditransaksikan dalam dolar AS atau euro, yang merupakan sekitar 80% dari cadangan mata uang dunia.
Deadline satu minggu
Putin mengatakan pemerintah dan bank sentral memiliki waktu satu minggu untuk menemukan solusi tentang pemindahan operasi ke mata uang Rusia dan bahwa Gazprom akan diperintahkan untuk membuat perubahan yang sesuai pada kontrak.
Di pasar gas pada hari Rabu, data dari operator pipa Gascade menunjukkan, aliran gas menuju timur melalui pipa Yamal-Eropa dari Jerman ke Polandia menurun tajam.
"Langkah-langkah yang diambil oleh Rusia juga dapat ditafsirkan sebagai aksi provokatif dan dapat meningkatkan kemungkinan bahwa negara-negara Barat memperketat sanksi terhadap energi Rusia," kata Liam Peach, ekonom Eropa di Capital Economics.
Komisi Eropa mengatakan pihaknya berencana untuk mengurangi ketergantungan UE pada gas Rusia hingga dua pertiga tahun ini dan mengakhiri ketergantungannya pada pasokan Rusia "jauh sebelum 2030."
Namun tidak seperti Amerika Serikat dan Inggris, negara-negara Uni Eropa tidak memberikan sanksi kepada sektor energi Rusia.