Qatar dan Saudi Kritik Sikap Standar Ganda Barat, Tetap Netral di Konflik Rusia-Ukraina
Menlu Qatar mengingatkankebrutalan terhadap rakyat Suriah, atau terhadap Palestina, atau terhadap Libya, atau terhadap Irak, atau terhadap Afghanistan
Penulis: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, DOHA - Sekutu utama AS dari non-NATO, Qatar dan Arab Saudi mengritik sikap standarganda negara barat dalam konflik Ukraina.
Mereka memberikan lebih banyak perhatian secara tidak proporsional ke Ukraina daripada konflik di negara-negara di Timur Tengah.
“Penderitaan kemanusiaan yang telah kita lihat di Ukraina … telah menjadi penderitaan banyak negara di kawasan ini (Timur Tengah) selama bertahun-tahun, dan tidak ada (perhatian sebesar ke Ukraina) yang terjadi,” kata Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani.
Hal itu disampaikan Menlu Qatar selama pembicaraan meja bundar di Forum Doha 2022 yang dibuka Sabtu (26/3/2022).
Baca juga: Rusia Nyatakan Tahap Pertama Rencana Militer Selesai, Kini Targetkan Invasi di Ukraina Timur
Baca juga: Rusia Hancurkan Penyimpanan Bahan Bakar Militer Terbesar di Ukraina, Gunakan Rudal Jelajah Kalibr
Dia mengingatkan “kebrutalan terhadap rakyat Suriah, atau terhadap Palestina, atau terhadap Libya, atau terhadap Irak, atau terhadap Afghanistan.
“Kita belum pernah melihat tanggapan global terhadap mengatasi penderitaan itu,” katanya.
AS dan Uni Eropa mempelopori kampanye internasional mendukung Ukraina selama konflik yang sedang berlangsung dengan Rusia.
Mereka mengirimkan senjata dan bantuan lainnya kepada pemerintah Kiev dan menjatuhkan sanksi ekonomi yang kejam terhadap Moskow.
Peristiwa di Ukraina menurutnya harus menjadi seruan untuk membangunkan semua orang di komunitas internasional untuk melihat Timur Tengah.
Sikap Qatar didukung oleh Menteri Luar Negeri Saudi Pangeran Faisal bin Farhan, yang setuju “keterlibatan komunitas global (di Ukraina)… itu sangat berbeda.”
“Persatuan trans-Atlantik saat ini, patut dipuji. Tetapi saya pikir Anda harus memiliki percakapan yang jauh lebih baik dengan komunitas global lainnya,” tambahnya.
Tatanan Dunia Telah Berubah
Dalam pidato pembukaannya, Emir Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani berbicara tentang perlunya komunitas global untuk menata kembali tatanan dunia baru.
“Zaman baru yang kami impikan – dan saya pribadi bekerja untuknya – adalah era perdamaian, keamanan, dan koeksistensi untuk semua,” katanya.
“(Ini) era keadilan sosial, era di mana semua orang dapat mengakses kebutuhan dasar, pendidikan, kesehatan, sumber daya air dan hidup bermartabat di mana mereka dapat memenuhi diri mereka sendiri dan menjalankan gaya hidup dan budaya mereka,” katanya.
Perang Rusia di Ukraina, lanjut Sheikh Tamim, mengungkapkan tanpa keraguan formula yang menjadi dasar tatanan internasional setelah Perang Dunia II dan setelah berakhirnya Perang Dingin sedang berubah.
“Adalah kewajiban kita semua, terutama negara-negara besar, untuk mengambil sikap serius untuk menentukan masa depan tatanan internasional,” katanya, seraya menambahkan Qatar telah memilih jalur dialog dan mediasi yang rasional.
Pidatonya datang setelah pidato pengantar oleh tokoh media terkenal dan pembawa acara Ghida Fakhry, yang juga menekankan pentingnya dialog yang tulus, diplomasi, dan memiliki sistem akuntabilitas dan keadilan yang tak tergoyahkan.
“Jika dua tahun terakhir telah mengajari kami sesuatu, itu adalah bagaimana kehidupan kami yang sebenarnya saling bergantung satu sama lain,” katanya.
“Tetapi juga betapa rapuhnya ekosistem kita, betapa lemahnya mekanisme keamanan global kita,” katanya.
Qatar dan Arab Saudi dinilai sekutu strategis barat, dengan AS baru-baru ini memberikan status "sekutu utama non-NATO".
Kedua negara Teluk yang kaya sejauh ini mempertahankan sikap netral terhadap situasi di Ukraina karena hubungan mereka dengan Rusia.
Di sisi lain, Washington dan Brussels (Uni Eropa) berharap Doha dan Riyadh akan meningkatkan produksi minyak dan gas mereka untuk mengurangi ketergantungan barat pada energi Rusia.
Dalam sebuah wawancara dengan CNN awal pekan ini, bagaimanapun, Menteri Energi Qatar Saad Sherida al-Kaabi mengatakan mengganti gas Rusia tidak mungkin secara praktis.
Dia menyatakan Doha tidak akan menjatuhkan sanksi pada sektor minyak dan gas Rusia karena energi harus tetap berada di luar politik.
Moskow mengirim pasukannya ke Ukraina sebulan yang lalu, menyusul kebuntuan tujuh tahun atas kegagalan Kiev untuk mengimplementasikan ketentuan perjanjian Minsk.
Rusia mengakui Republik Donbass, Donetsk dan Lugansk. Protokol yang diperantarai Jerman dan Prancis telah dirancang untuk mengatur status wilayah-wilayah tersebut di dalam negara Ukraina.
Rusia kini menuntut Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer NATO yang dipimpin AS.
Kiev bersikeras serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan telah membantah klaim mereka merencanakan merebut kembali kedua republik secara paksa.(Tribunnews.com/RussiaToday/Aljazeera/xna)