Rusia Tarik Pasukannya dari Ukraina Bukan Karena Menyerah Tapi untuk Siapkan Invasi Skala Besar
Sebagian besar pasukan Rusia dikirim kembali ke Belarus dengan rencana untuk ditempatkan kembali di tempat lain di Ukraina.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, AS - Rusia menarik sekitar dua pertiga pasukannya di sekitar Kota Kyiv Ukraina untuk menyusun ulang kekuatan, bukan untuk menyerah.
Demikian dikemukakan pejabat senior Pentagon pada Senin (4/4/2022).
Sebagian besar pasukan Rusia dikirim kembali ke Belarus dengan rencana untuk ditempatkan kembali di tempat lain di Ukraina.
"Mereka menyisakan sekitar sepertiga dari pasukan yang telah mereka susun untuk melawan Kyiv," kata pejabat itu tanpa menyebut nama, dikutip dari AFP.
“Kami mulai melihat mereka berkonsolidasi di Belarus. Apa yang terus kami yakini adalah bahwa mereka akan diperbaiki, disuplai, bahkan mungkin diperkuat dengan tenaga tambahan, kemudian dikirim kembali ke Ukraina untuk melanjutkan pertempuran di tempat lain,” tambahnya.
Baca juga: Disorot soal Serangan ke Ukraina, Menlu Rusia Singgung Invasi AS ke Irak, Libya dan Suriah
Pemindahan itu dilakukan setelah pasukan Ukraina melakukan serangan balik yang kuat terhadap Rusia, yang menginvasi negara mereka pada 24 Februari dengan maksud segera merebut Kyiv dan menggulingkan pemerintah.
Analis militer Barat menyebutkan, pengepungan Kyiv yang gagal sebagai kekalahan signifikan bagi Rusia, tetapi Moskwa menyiratkan bahwa pihaknya ingin memfokuskan upaya militernya di wilayah Donbass, Ukraina tenggara, lokasi pasukan separatis pro-Rusia berada.
Pejabat Pentagon tadi melanjutkan, pasukan yang ditarik belum menunjukkan tanda-tanda pindah ke Donbass.
"Kami belum melihat mereka mulai bergerak," katanya.
Namun demikian, kata pejabat itu, Pentagon percaya Rusia sekarang akan menjadi lebih agresif di wilayah Donbass.
Pejabat itu tidak menyangkal laporan bahwa sekutu Barat Ukraina berencana memasoknya dengan tank buatan bekas Uni Soviet untuk melanjutkan serangan balik mereka terhadap pasukan Rusia.
"Kami terus berdiskusi dan berbicara dengan sekutu serta para mitra tentang bantuan keamanan untuk Ukraina," kata pejabat itu.
"Tetapi keputusan tentang apa yang diberikan suatu negara kepada Ukraina adalah keputusan nasional yang harus mereka buat untuk diri mereka sendiri."
Memasuki minggu kesembilan perang Rusia vs Ukraina, Washington menekankan bahwa mereka hanya menyediakan senjata pertahanan ke Ukraina, seperti senjata presisi untuk menghancurkan kendaraan lapis baja Rusia.
Sekitar 14 negara lain menyediakan senjata yang umumnya lebih bersifat ofensif, kata pejabat itu.
Pasukan Rusia Mundur
Ukraina mengatakan pada hari Sabtu (2/3/2022) bahwa pihaknya telah mendapatkan kembali kendali atas wilayah Kyiv.
Pasukan Rusia mundur dari sekitar ibu kota dan kota Chernigiv.
Namun, dilansir AFP, bukti terbaru muncul tentang kemungkinan pembunuhan warga sipil di daerah-daerah yang telah diduduki pasukan Rusia selama invasi.
Wartawan AFP melihat setidaknya 20 mayat di satu jalan di kota Bucha dekat Kyiv, termasuk satu dengan tangan terikat, dan mayat seorang fotografer yang hilang ditemukan di desa terdekat.
"Semua orang ini ditembak," kata Wali Kota Bucha Anatoly Fedoruk kepada AFP, seraya menambahkan bahwa 280 mayat lainnya telah dikuburkan di kuburan massal di kota itu.
Saat menarik diri dari beberapa wilayah utara, Rusia tampaknya berfokus pada Ukraina timur dan selatan, di mana ia telah menguasai sebagian besar wilayah.
"Rusia memprioritaskan taktik yang berbeda, yakni mundur ke timur dan selatan," kata penasihat presiden Ukraina Mykhaylo Podolyak di media sosial.
"Tanpa senjata berat kami tidak akan bisa mengusir (Rusia)," katanya.
Namun pihak berwenang Ukraina menawarkan kabar baik kepada warga, mengeklaim kemajuan melawan Rusia lebih dari lima minggu setelah invasi Moskwa memicu konflik terburuk di Eropa dalam beberapa dasawarsa.
"Irpin, Bucha, Gostomel dan seluruh wilayah Kyiv dibebaskan dari penjajah," kata wakil menteri pertahanan Ganna Maliar di Facebook, merujuk pada kota-kota yang telah rusak berat atau hancur akibat pertempuran.
Presiden Vladimir Putin sebelumnya memerintahkan serangan ke Ukraina pada 24 Februari.
Ukraina memperkirakan 20.000 orang telah tewas dalam perang sejauh ini.
Lebih dari 10 juta orang harus meninggalkan rumah mereka.
Sumber: AFP/Reuters/Kompas.com