Sosok Marine Le Pen, Lawan Emmanuel Macron dalam Pemilihan Presiden Prancis 2022
Siapakah Marine Le Pen? Lawan Emmanuel Macron dalam pemilihan presiden Prancis. Dikenal anti imigran dan lunak pada Rusia.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Inza Maliana
TRIBUNNEWS.COM - Marine Le Pen akan menghadapi Emmanuel Macron dalam pemilihan presiden Prancis putaran kedua yang akan digelar 24 April mendatang.
Jika menang, Marine Le Pen akan menjadi presiden sayap kanan pertama yang akan memerintah Prancis.
Dilansir NBC News, jajak pendapat menunjukkan pemimpin nasionalis itu bersaing ketat dengan petahana Emmanuel Macron pada hari Senin (11/4/2022), sehari setelah putaran pertama pemungutan suara pemilihan presiden.
Keduanya sekali lagi berhadapan di putaran kedua, sama seperti persaingan pemilihan presiden pada 2017 lalu.
Saat itu, Macron mengalahkan Le Pen dengan 66 persen berbanding 33 persen.
Tapi kali ini, hasil persaingan jajak pendapat cukup tipis.
Baca juga: Pilpres Prancis 2022: Emmanuel Macron dan Marine Le Pen Bersaing di Putaran Kedua
Baca juga: Macron: Prancis Siap Jadi Salah Satu Penjamin Keamanan Ukraina Usai Perang
Jajak pendapat dari iFop menunjukkan Macron unggul hanya di 51 persen, selisih yang sangat tipis sehingga masuk dalam margin kesalahan.
Jajak pendapat lain, dari perusahaan riset Ipsos, menunjukkan Macron unggul di 54 persen, yang masih dalam jarak yang sangat dekat untuk Le Pen, yang kekayaannya telah meningkat seiring dengan kemajuan kampanye.
Dengan hasil tipis itu, Prancis dan komunitas Eropa kini menghadapi kemungkinan sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya, yaitu Prancis yang dipimpin oleh anti-imigran Euroskeptik yang telah berjanji untuk meninggalkan NATO serta dianggap ramah terhadap Rusia.
Le Pen (53), mencalonkan diri sebagai presiden untuk ketiga kalinya.
Ia akan menjadi presiden wanita pertama Prancis jika nantinya menang.
Pemimpin sayap kanan itu telah melunakkan citra publiknya dalam beberapa tahun terakhir dalam upaya untuk mengatasi oposisi tradisional terhadap pencalonannya.
Partainya mengubah namanya dari Front Nasional menjadi Majelis Nasional.
Ia telah berusaha untuk tampil sebagai patriot yang peduli untuk mengatasi masalah meningkatnya biaya hidup bagi orang-orang biasa.