Didesak Mundur, PM Sri Lanka Tawarkan Perundingan dengan Pengunjuk Rasa, tapi Ditolak
Perdana Menteri Sri Lanka, Mahinda Rajapaksa menawarkan perundingan dengan para pengunjuk rasa yang memintanya mundur dari jabatan.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Sri Lanka, Mahinda Rajapaksa menawarkan perundingan dengan para pengunjuk rasa yang memintanya mundur dari jabatan.
Sebelumnya, Rajapaksa didesak agar segera mundur karena penanganannya terhadap krisis ekonomi.
"Perdana menteri siap untuk memulai pembicaraan dengan para pengunjuk rasa di Galle Face Green," kata kantornya dalam sebuah pernyataan pada Rabu (13/4/2022).
"Jika pengunjuk rasa siap untuk membahas proposal untuk menyelesaikan tantangan yang saat ini dihadapi bangsa, maka perdana menteri siap mengundang perwakilan dari mereka untuk berunding," kata kantor tersebut.
Namun, tawaran itu ditolak oleh pengunjuk rasa.
Dikutip Times of India, para demonstran menuntut pengunduran diri Presiden Gotabaya Rajapaksa dan semua anggota keluarganya dari pemerintah.
Baca juga: Sri Lanka Desak Warganya di Luar Negeri Bantu Kirim Uang, Ekspatriat Malah Beri Respon Negatif
Baca juga: Fakta-fakta Sri Lanka Jadi Negara Bangkrut, Gagal Bayar Utang Luar Negeri, Rakyatnya Mulai Kelaparan
Di lain sisi, oposisi mengancam untuk mengajukan mosi tidak percaya terhadap Rajapaksa di parlemen.
Diketahui, negara kepulauan berpenduduk 22 juta orang itu berada dalam pergolakan krisis keuangan terburuk sejak kemerdekaan pada 1948.
Sri Lanka dihantui kekurangan mata uang asing yang menghambat impor bahan bakar dan obat-obatan dan menyebabkan pemadaman listrik berjam-jam sehari.
Dilansir Al Jazeera, ribuan orang turun ke jalan dan melakukan aksi di Ibu Kota Kolombo.
Mereka mengecam pemerintahan yang dipimpin Presiden Gotabaya Rajapaksa dan kakak laki-lakinya, Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa.
Beberapa pengunjuk rasa mengatakan hanya akan pergi jika Rajapaksa mengundurkan diri.
Baca juga: Sri Lanka Umumkan Default Usai Gagal Bayar Utang Senilai Rp 732 Triliun
Diberi waktu seminggu untuk mundur dari jabatan
Sementara itu, oposisi utama aliansi Samagi Jana Balawegaya (SJB) mengatakan akan memberikan waktu selama seminggu bagi presiden dan perdana menteri untuk mundur sebelum mengajukan mosi tidak percaya di parlemen.