Rusia Umumkan Gencatan Senjata di Pabrik Baja Azovstal Mariupol untuk Proses Evakuasi Warga Sipil
Kementerian Pertahanan Rusia mengumumkan gencatan senjata di pabrik baja Azovstal di Mariupol.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Pertahanan Rusia pada Senin (25/4/2022), mengumumkan gencatan senjata di sekitar pabrik baja Azovstal di Mariupol.
Gencatan senjata ini memungkinkan evakuasi warga sipil dari kawasan industri tersebut.
"Pasukan Rusia mulai pukul 14.00 waktu Moskow pada 25 April 2022, secara sepihak akan menghentikan permusuhan apapun, menarik unit ke jarak aman dan memastikan penarikan warga sipil," kata Kementerian Pertahanan dalam sebuah pernyataan, dikutip dari NDTV.
Lebih lanjut, Kementerian Pertahanan Rusia menyebut warga sipil akan dibawa "ke manapun (wilayah) yang mereka pilih."
Ia menambahkan, pihak Ukraina harus menunjukkan "kesiapan" untuk memulai evakuasi kemanusiaan "dengan mengibarkan bendera putih" di Azovstal.
Baca juga: Zelensky Sebut Rusia Negara Teroris, Buntut Serangan Rudal di Odesa yang Tewaskan Bayi 3 Bulan
Baca juga: Nenek, Ibu, dan Anak Balita Yuriy Tewas Akibat Serangan Rudal Rusia yang Hantam Apartemen Mereka
Menurut kementerian, informasi ini akan dikomunikasikan pada orang-orang di dalam Azovstal melalui siaran radio setiap 30 menit.
Mengutip Euro News, sekitar 1.000 warga sipil telah bersembunyi bersama pejuang Ukraina di pabrik tersebut selama berminggu-minggu, karena pasukan Rusia mengepungnya.
Sempat Diblokir
Sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin meminta pada pasukannya agar tak menyerang benteng terakhir kota pelabuhan tersebut, pabrik baja Azovstal.
Dikutip dari NPR, pasukan Rusia telah mengepung Mariupol sejak hari-hari awal invasi dan telah menghancurkan sebagian besar wilayah.
Para pejabat tinggi telah berulang kali mengindikasikan kota itu akan jatuh ke tangan Rusia, tapi pasukan Ukraina tetap bertahan.
Dalam beberapa minggu terakhir, pasukan Ukraina bersembunyi di pabrik Azovstal, sementara pasukan Rusia menggempur lokasi industri dan berulang kali mengeluarkan ultimatum agar menyerah.
Putin mengatakan, saat ini ia tidak akan mengambil risiko mengirim pasukannya ke bawah tanah pabrik Azovstal.
Ia justru memilih memblokir pabrik tersebut "sehingga tidak ada seekor lalat pun yang masuk."
Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Shoigu, mengatakan pabrik Azovstal diblokir, sambil memprediksi bahwa tempat itu akan diambil alih dalam beberapa hari.
Baca juga: Puluhan Warga Bucha Terbunuh oleh Panah Logam Senjata Era Perang Dunia I, Diduga dari Artileri Rusia
Baca juga: UPDATE Invasi Rusia ke Ukraina Hari ke-61, Berikut Ini Sejumlah Peristiwa yang Terjadi
Perintah Putin mungkin berarti para pejabat Rusia berharap mereka bisa menunggu pasukan Ukraina menyerah setelah kehabisan makanan dan amunisi.
Namun, pengeboman pabrik bisa saja terus berlanjut.
Meskipun Putin melukiskan misi untuk merebut Mariupol telah sukses dan mengatakan kota itu telah "dibebaskan", sampai pabrik itu tumbang, ia tak bisa menyatakan kemenangan penuh.
Menteri Pertahanan Rusia mengatakan sekitar 2.000 tentara Rusia berada di pabrik baja itu, yang memiliki labirin terowongan dan bawah tanah yang tersebar di sekitar 11 kilomter persegi.
Rusia Deportasi Warga Mariupol secara Paksa
Pejabat Ukraina mengklaim pada Sabtu, Rusia telah secara paksa mendeportasi warga Mariupol ke Primorsky Krai, di wilayah Timur Jauh Rusia.
"Rusia mengirim warga Ukraina dari Mariupol ke Primorsky Krai secara paksa - 8.000 kilometer dari tanah air," kata Lyudmyla Denisova, Komisaris Parlemen Ukraina untuk Hak Asasi Manusia, dalam sebuah posting Telegram, mengutip CNN.
Menurut Denisova, para sukarelawan memberitahunya bahwa sebuah kereta api tiba di kota Nakhodka pada 21 April dengan 308 warga Ukraina dari Mariupol, termasuk ibu-ibu dengan anak kecil, penyandang disabilitas, dan pelajar.
Ia juga menyertakan foto-foto yang menunjukkan kedatangan warga Ukraina di stasiun kereta api di unggahan Telegram-nya.
Petro Andriushchenko, seorang penasihat wali kota Mariupol, juga mengklaim pada 21 April, "Rusia membawa 308 penduduk Mariupol yang dideportasi ke Vladivostok."
Baca juga: 5 Negara dengan Pengeluaran Militer Terbesar di Dunia Tahun 2021, Ada Rusia hingga India
Baca juga: Rusia Disebut Kerahkan Peluncur Rudal Iskander-M di Perbatasan Ukraina
Pos telegram resmi Wali Kota Mariopul menyebutkan 90 dari 308 warga yang dideportasi adalah anak-anak.
"Orang-orang diakomodasi di sekolah dan asrama. Kemudian direncanakan untuk mengirim mereka ke berbagai pemukiman Primorsky Krai," tulis unggahan Telegram wali kota.
Foto dan video yang dipublikasikan di portal berita lokal Rusia di Vladivostok, vl.com, juga menunjukkan pengungsi dari Mariupol tiba dengan kereta api.
Denisova juga mengklaim penduduk Mariupol dikirim menggunakan bus ke akomodasi sementara di kota Wrangel dan diharapkan menerima dokumen baru yang memungkinkan mereka bekerja di Rusia.
"Negara pendudukan Rusia sangat melanggar ketentuan Pasal 49 Konvensi Jenewa relatif terhadap Perlindungan Orang Sipil di Masa Perang, yang melarang relokasi paksa atau deportasi orang dari wilayah pendudukan," tambah Denisova dalam posting Telegram-nya.
Rusia Klaim Kemenangan atas Mariupol
Tentara Ukraina masih bertahan di Mariupol, meskipun Vladimir Putin mengklaim kemenangan dan mengatakan bahwa Rusia telah "memerdekakan" kota itu.
Dilansir Independent, selama hampir dua bulan pertempuran sengit di kota yang terkepung itu, pasukan Ukraina masih bersembunyi di pabrik baja Azovstal yang terletak di tenggara pelabuhan.
Sekitar 1.000 warga sipil juga diperkirakan berada di sana, mencari perlindungan di jaringan terowongan bawah tanahnya.
Dalam pidato yang disiarkan televisi pada hari Kamis (21/4/2022), Presiden Rusia memerintahkan Menteri Pertahanannya, Sergei Shoigu, untuk hanya memblokade pabrik itu dan bukan menyerbunya.
Baca juga: Bank of America Blokir Rekening Misi Diplomatik Rusia di New York
Baca juga: Rusia Disebut Hanya Miliki 30% Rudal Tersisa, Ukraina akan Dapat Pasokan Senjata dari 19 Negara
"Blokir kawasan industri ini sehingga lalat tidak bisa melewatinya," kata Putin.
Ia juga memuji kerja Shoigu atas apa yang dia sebut sebagai operasi yang sukses untuk "membebaskan" kota.
"Tidak perlu masuk ke katakombe dan merangkak di bawah tanah melalui fasilitas industri itu," kata Putin.
Namun, orang-orang Ukraina di lapangan menolak deklarasi kemenangan Putin.
Seorang tentara mengatakan kepada BBC, bahwa selama mereka masih di sana, Mariupol tetap di bawah kendali Ukraina.
Para pejabat Barat menyebut keputusan pemimpin Rusia untuk memblokade pabrik baja adalah untuk mengamankan pasukan Rusia untuk kemudian berperang di tempat lain di Ukraina timur.
"Serangan darat yang dilakukan dalam skala penuh oleh Rusia di pabrik kemungkinan akan menimbulkan jumlah korban tentara Rusia yang signifikan, hal itu semakin mengurangi efektivitas tempur mereka secara keseluruhan," kata Kementerian Pertahanan Inggris (MoD) dalam pembaruan intelijen militer terbarunya.
Pemahaman serupa diutarakan oleh pensiunan Laksamana Muda Inggris, Chris Parry.
Ia mengatakan Moskow memilih mengalihkan perhatiannya ke pertempuran yang lebih luas untuk Donbas.
Moskow berupaya merebut wilayah Donbass sambil mengepung pasukan Ukraina dan menyatakan kemenangan besar.
"Agenda Rusia sekarang bukan untuk menangkap tempat-tempat yang sangat sulit ini di mana Ukraina dapat bertahan di pusat-pusat kota," jelasnya.
Terlepas dari keuntungan Rusia di wilayah timur Ukraina, Presiden Volodymyr Zelensky mengatakan kemajuan Moskow hanya akan bersifat sementara.
Dalam pesan video hariannya kepada bangsa, Zelensky mengatakan "penjajah terus melakukan segalanya untuk memiliki alasan untuk membicarakan setidaknya beberapa kemenangan".
"Tidak satu pun dari langkah-langkah ini akan membantu Rusia dalam perang melawan negara kita."
"Mereka hanya dapat menunda hal yang tak terhindarkan - waktu ketika penjajah harus meninggalkan wilayah kita."
"Khususnya Mariupol - kota yang terus melawan Rusia, terlepas dari semua yang dikatakan penjajah," tambahnya.
Sebelum pidato tersebut, citra satelit baru memperlihatkan apa yang tampak seperti ratusan kuburan massal di dekat Mariupol.
Vadym Boychenko, wali kota Mariupol, menuduh Rusia menyembunyikan kejahatan militer mereka di kotanya dengan diduga mengubur hingga 9.000 warga sipil Ukraina di kota Manhush.
Boychenko menyebut kekejaman Rusia di Mariupol sebagai "Babi Yar baru", mengacu pada pembantaian hampir 34.000 orang Yahudi Ukraina oleh Nazi pada tahun 1941.
"Jenazah orang mati dibawa dengan truk dan sebenarnya dibuang begitu saja di gundukan," kata salah satu ajudan Boychenko.
Maxar Technologies menerbitkan foto-foto dari Manhush, mengatakan analisis citra satelit menunjukkan kuburan telah digali pada akhir Maret dan baru-baru ini diperpanjang.
Meskipun Rusia belum mengomentari tuduhan terbaru dari Mariupol, Rusia membantah menargetkan warga sipil, meskipun ada bukti sebaliknya di tempat-tempat lain seperti Bucha.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Putin Klaim Kemenangan atas Mariupol, Zelensky: Kemajuan Moskow Hanya Bersifat Sementara
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Tiara Shelavie)