Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kolumnis Sebut Elite AS dan Barat Dorong Terjadinya Penggunaan Senjata Nuklir

Senator AS Chris Coons mengatakan Washington seharusnya tidak hanya mengirim senjata ke Ukraina, tetapi menyarankan agar mengirim tentaranya.

Penulis: Setya Krisna Sumarga
zoom-in Kolumnis Sebut Elite AS dan Barat Dorong Terjadinya Penggunaan Senjata Nuklir
Russianspaceweb.com
Kontainer kereta mengangkut Sarmat, rudal balistik antarbenua buatan Rusia. 

TRIBUNNEWS.COM - Kolumnis dan peneliti konflik internasional dan etnis, Uriel Araujo, melihat ada elite AS dan barat yang mendorong terjadinya perang global menggunakan senjata nuklir.  

Ulasan panjang Uriel Araujo dipubikasikan di situs Southfront.org, Minggu (7/5/2022). Ia merujuk peristiwa 1 Mei 2022 saat anggota parlemen AS, Adam Kinziger, diwawancarai stasiun CBS.

Adam menyinggung RUU yang antara lain berisi kewenangan Presiden AS menggunakan kekuatan militernya melawan Rusia guna melindungi kepentingan keamanan nasional.

RUU yang sudah disahkan itu juga menyebut kewenangan AS untuk memulihkan integritas teritorial Ukraina.

UU ini secara tidak langsung memberitahukan elite politik dan militer AS menginginkan perang langsung melawan Federasi Rusia, bahkan mempertaruhkan konflik nuklir.

Baca juga: PM Hungaria Victor Orban Samakan Embargo Minyak Rusia Seperti Serangan Nuklir

Baca juga: Peringatan Rusia pada Dunia agar Tak Remehkan Risiko Perang Nuklir: Bahayanya Serius, Nyata

Baca juga: Ini Syarat Kondisi Rusia Akan Gunakan Senjata Nuklirnya di Eropa

Bulan lalu, Senator AS Chris Coons mengatakan Washington seharusnya tidak hanya mengirim senjata ke Ukraina, tetapi menyarankan agar mengirim tentaranya.

Politisi Amerika ini pada dasarnya menyatakan konflik regional harus berubah menjadi perang NATO-Rusia dan berpotensi meningkat menjadi perang global dan nuklir.

Berita Rekomendasi

Menurut Araujo, ini adalah puncak mengkhawatirkan dari semacam retorika yang telah berlangsung sejak awal konflik.

Pada 23 Februari Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian mengatakan selama konferensi pers Presiden Rusia Vladimir Putin harus memahami NATO adalah aliansi nuklir.

Satu bulan sebelum Moskow memulai operasi militernya ke Ukraina, Evelyn N Farkas (mantan penasihat senior Panglima Tertinggi Sekutu NATO) mendesak Washington membuat ultimatum ke Kremlin.

Pejabat keamanan di era pemerintahan Obama itu mendesak AS mengorganisir pasukan koalisi untuk memukul mundur Rusia.

Rudal Iskander 9K720 ISKANDER-M Rusia
Rudal Iskander 9K720 ISKANDER-M Rusia (YouTube)

Bahkan menempuh risiko jika harus terjadi pertempuran langsung. Narasi ini menunjukkan suara atau aspirasi atau kehendak yang tidak disembunyikan di pihak AS.


Tak lama setelah krisis terjadi, tiga pensiunan jenderal AS, George Joulwan, Wesley Clark, dan Philip Breedlove (semuanya mantan komandan NATO) mengusulkan pembentukan zona larangan terbang di Ukraina.

Dorong Zona Larangan Terbang Ukraina

Zona larangan terbang itu akan memiliki arti Rusia dan militer Amerika akan semakin mendekati konflik terbuka dan perang yang mematikan.

Desakan zoan larangan terbang itu hingga kini tak diputuskan. NATO dan Uni Eropa memandang jika itu dipaksakan akan bisa diartikan pernyataan perang terbuka ke Rusia.

Robert C O'Brien, ketua American Global Strategies LLC dan mantan penasihat keamanan nasional Gedung Putih (2019-2021) pernah mengusulkan, serangkaian tanggapan yang bertujuan "menghalangi perang nuklir".

Langkah itu termasuk “mengirim pesan” ke Kremlin tentang konsekuensi penggunaan senjata nuklir.

Pada dasarnya, ahli strategi AS khawatir, sehingga mereka mengklaim, Kremlin dapat menggunakan opsi nuklir dan dengan demikian mereka menganjurkan agar Washington melakukannya terlebih dahulu.

Seth Cropsey, yang merupakan pakar strategi pertahanan maritim dan mantan asisten Menteri Pertahanan (di bawah Reagan) dan juga seorang pelobi dan tokoh politik berpengaruh di Washington hari ini melampaui proposal O'Brien.

Alasan AS perlu bersiap guna memenangkan perang nuklir. Ini tampaknya masuk akal, dari perspektif Amerika.

Tetapi konsep memenangkan konflik nuklir itu bermasalah. Tidak tidak bermasalah dari sudut pandang AS, tetapi dari sudut pandang kemanusiaan sebenarnya.

Senjata nuklir saat ini jauh lebih kuat daripada bom atom 1945 – satu-satunya saat senjata semacam itu pernah digunakan sejauh ini.

Dalam konteks hari ini, dua bom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki, hasilnya akan dianggap rendah.

Beberapa senjata termonuklir saat ini yang dimiliki Rusia dan AS kekuatannya 3.000 kali lebih kuat dari bom Hiroshima dan Nagasaki.

Senjata nuklir terbesar yang pernah diuji sejauh ini adalah yang disebut Tsar Bomba, yang diledakkan di atas pulau Novaya Zemlya (utara Lingkaran Arktik) pada 1961 oleh Uni Soviet.

Bom itu menghasilkan ledakan 50 megaton dan membentuk awan jamur sekitar 4,5 kali lipat ketinggian Gunung Everest. Orang-orang dapat melihat kilatannya dari jarak hingga 630 mil (1.013 kilometer).

Satu bom nuklir 100 kiloton yang dijatuhkan di New York City, misalnya, dapat membunuh lebih dari 580 ribu orang.

Penghitungan ini dilakukan Nukemap, situs web yang disponsori Stevens Institute of Technology. Oleh karena itu, perang nuklir hari ini akan membuat kehancuran di luar imajinasi siapapun.

Komentar Direktur CIA Belum

Terkait isu perang nuklir, Direktur CIA William Burns mengatakan pada konferensi Financial Times, badan intelijen AS belum melihat "bukti praktis" Presiden Rusia Vladimir Putin akan menggunakan senjata nuklir taktis di Ukraina.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sebelumnya mengklaim Putin dapat menggunakan senjata semacam itu.

“Kami tidak melihat, sebagai komunitas intelijen, bukti praktis pada titik ini dari perencanaan Rusia untuk penyebaran atau bahkan potensi penggunaan senjata nuklir taktis,” kata Burns di Washington DC.

Ia mengulangi penilaian serupa yang dia buat di awal April. Namun, Burns menambahkan menurut pendapatnya, Putin tidak percaya dia akan kalah.

Namun begitu, menurut Burns, AS harus tetap fokus sangat tajam pada potensi ancaman nuklir.

Kremlin bersikeras Rusia tidak akan menggunakan senjata nuklir terhadap tetangganya.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Alexei Zaitsev menyatakan Rusia tegas mematuhi prinsip tidak ada pemenang dalam perang nuklir, dan itu tidak boleh dilepaskan.

Namun demikian, Presiden Ukraina Zelensky membuat pernyataan panas dia yakin Rusia dapat menggunakan senjata kimia atau nuklir untuk memenangkan kemenangan di Ukraina.

Zelensky menyerukan dunia untuk siap untuk kemungkinan itu. Media Barat juga berspekulasi tentang kemungkinan serangan nuklir semacam itu.

Mereka mengutip informasi Rusia telah menempatkan pasukan penangkal nuklirnya dalam siaga tinggi pada awal konflik Ukraina.

Apalagi Putin memberi peringatan kuat kekuatan luar yang mengganggu tujuan perang Rusia akan menghadapi konsekuensi yang “tidak pernah sebelumnya di dunia.

Tidak seperti jenis hulu ledak yang dipasang pada rudal balistik antarbenua, senjata taktis nuklir lebih kecil.

Perangkatnya berdaya rendah yang dapat dijatuhkan dari pesawat, dipasang pada rudal jarak pendek atau ditembakkan dari artileri.

Meskipun tidak ada definisi yang diakui secara internasional, hasil mereka biasanya bervariasi dari kurang dari satu kiloton hingga 100 kiloton.

Sebagai referensi, bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima selama Perang Dunia Kedua memiliki hasil 15 kiloton.

Rusia, yang memiliki sekitar 700 hulu ledak nuklir lebih banyak daripada AS, menegaskan mereka dapat menggunakan senjata nuklir dalam syarat kondisi tertentu.

Yaitu jika terjadi serangan nuklir pertama di wilayah atau infrastrukturnya, atau jika keberadaan negara Rusia terancam oleh senjata nuklir atau konvensional.(Tribunnews.com/RussiaToday/Southfront/Sputniknews/xna)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas