Pertama Kalinya, Kim Jong Un Blusukan Kunjungi Apotek Saat Kasus Covid-19 Melonjak di Korea Utara
Untuk pertama kalinya, Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un melakukan blsukan mengunjungi apotek di negaranya di tengah lonjakan kasus Covid-19 di negara
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, PYONGYANG - Untuk pertama kalinya, Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un melakukan blsukan mengunjungi apotek di negaranya di tengah lonjakan kasus Covid-19 di negara itu.
Ini pertama kalinya Kim Jong Un dipublikasikan media melakukan sidak.
Dia juga mengunjungi markas krisis Covid-19 pada hari Kamis (12/5/2022).
Media pemerintah Korea Utara menunjukkan sebuah rekaman pertemuan itu pada hari Jumat (13/5/2022).
Sebuah saluran televisi Korea Utara menunjukkan Kim Jong Un mengenakan masker, di lobi dan kamar-kamar yang tampaknya merupakan Hotel Koryo yang terkenal di pusat kota Pyongyang.
Menurut laporan media resmi, Kim mengunjungi "Markas Besar Pencegahan Epidemi Darurat Negara".
Melonjak di Korea Utara
Pekan lalu, Korea Utara untuk pertama kalinya mengakui ledakan wabah corona.
Para ahli memperingatkan bahwa hal itu dapat mendatangkan kehancuran, lantaran persediaan medis yang terbatas dan tidak adanya program vaksin.
Obat-obatan yang dibeli Korea Utara tidak menjangkau orang-orang secara tepat waktu dan akurat, kata Kim Jong Un dalam pertemuan darurat politbiro pada hari Minggu (15/05), sebelum mengunjungi apotek di dekat Sungai Taedong di Pyongyang, menurut kantor berita negara KCNA.
Kim memerintahkan pengerahan segera kesatuan medis militer untuk menstabilkan pasokan obat-obatan di Kota Pyongyang, tambahnya.
Baca juga: Krisis Covid-19 di Korea Utara, Akankah Kim Jong Un Akhirnya Mau Terima Bantuan Luar? Ini Kata Pakar
Meskipun pihak berwenang telah memerintahkan distribusi obat-obatan cadangan nasional, apotek tidak dipersiapkan dengan baik untuk bisa menjalankan fungsinya dengan lancar, ujar Kim.
Di antara kekurangan apotek adalah kurangnya penyimpanan obat yang memadai selain etalase, tenaga penjual juga tidak dilengkapi dengan pakaian steril yang layak dan kebersihan di sekitar mereka tidak memenuhi standar, kata pemimpin itu.
Kim juga mengkritik sikap kerja, organisasi, dan eksekusi yang "tidak bertanggung jawab" oleh kabinet dan sektor kesehatan masyarakat.
Korea Utara hari Rabu (18/5/2022) melaporkan lonjakan 232.880 kasus demam baru yang diduga kuat Covid-19 dan enam kematian tambahan, seperti dilansir Associated Press.
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menuduh para pejabat "kekanak-kanakan" dan "lalai" dalam menangani peningkatan wabah Covid-19 yang melanda negara yang tidak divaksinasi itu.
Pusat upaya anti-virus Korea Utara mengumumkan hingga hari Rabu, (18/5/2022) 62 orang telah meninggal dan lebih dari 1,7 juta jatuh sakit di tengah penyebaran demam yang cepat sejak akhir April.
Dikatakan lebih dari satu juta orang pulih tetapi setidaknya 691.170 tetap menjalani karantina kesehatan.
Pakar di luar Korea Utara mengatakan sebagian besar penyakitnya diyakini Covid-19, meskipun Korea Utara hanya dapat mengkonfirmasi sejumlah kecil kasus Covid-19 sejak mengakui wabah omicron minggu lalu, kemungkinan karena kemampuan pengujian yang tidak memadai.
Kegagalan untuk mengendalikan wabah dapat memiliki konsekuensi yang mengerikan di Korea Utara, mengingat sistem perawatan kesehatannya yang sangat buruk dan penolakan Korea Utara terhadap tawaran vaksin Covid-19 oleh dunia internasional yang membuat 26 juta orang rakyat Korea Utara tidak divaksinasi Covid-19.
Wabah ini hampir pasti lebih besar daripada jumlah demam, mengingat kurangnya tes dan sumber daya untuk memantau orang sakit.
Ada juga kecurigaan bahwa Korea Utara tidak melaporkan kematian untuk melunakkan pukulan bagi Kim, yang sudah menavigasi momen terberat dalam satu dekade dia memerintah.
Pandemi ini semakin merusak ekonomi yang telah dirusak oleh salah urus dan sanksi yang dipimpin AS atas pengembangan senjata nuklir dan rudal Kim.
Kantor Berita Pusat Korea resmi Korea Utara KCNA mengatakan Kim selama pertemuan Politbiro partai yang berkuasa hari Selasa mengkritik para pejabat atas tanggapan awal pandemi mereka, yang katanya menggarisbawahi “ketidakmatangan dalam kapasitas negara untuk mengatasi krisis” dan menyalahkan sikap pejabat yang tidak positif, kelambanan, dan tidak aktif.”
Sumber: Dw.com/Associated Press/Kompas.TV