Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menlu Rusia Sergei Lavrov : Negara Barat Memilih Semakin Diktator

Menlu Rusia Sergei Lavrov mengungkapkan prospek sikap dan rencana geopolitik Rusia. Rusia akan bekerjasama dengan negara-negara bebas.

Penulis: Setya Krisna Sumarga
zoom-in Menlu Rusia Sergei Lavrov : Negara Barat Memilih Semakin Diktator
ist
Menteri Luar Negeri Indonesia (Menlu RI) Retno Marsudi saat melakukan pertemuan dengan Menlu Rusia, Sergey Lavrov di Tunxi, China, pada Rabu (30/3/2022). 

“Mereka pasti berprestasi buruk di sekolah,” canda Lavrov. “Saya yakin ini pada akhirnya akan berakhir. Barat pada akhirnya akan mengakui kenyataan di lapangan,” lanjutnya.

“Ia akan dipaksa mengakui tidak dapat terus-menerus menyerang kepentingan vital Rusia – atau Rusia, di mana pun mereka tinggal – dengan impunitas,” tambah Lavrov.

Jika kata Lavrov, ketika barat sadar dan ingin menawarkan sesuatu dalam hal melanjutkan hubungan, Rusia akan dengan serius mempertimbangkan apakah kita akan membutuhkannya atau tidak.

Moskow tidak hanya menerapkan strategi substitusi impor sebagai tanggapan terhadap sanksi anti-Rusia, tetapi dengan cara apa pun harus berhenti bergantung pada pasokan apa pun dari barat

Rusia, jelas Lavrov, akan mengandalkan kemampuannya sendiri dan negara-negara yang telah terbukti keandalan mereka dan bertindak secara independent.

Jurnalis Belanda Bersikap

Sikap dictatorial barat satu di antaranya ditunjukkan aneka pembatasan, sensor dan pelarangan media Rusia untuk dijangkau masyarakat barat.

Berita Rekomendasi

Sebagai responnya, komunitas wartawan dan penyedia internet Belanda keberatan dengan langkah-langkah sensor yang dinilai tidak demokratis.

Seorang tentara Rusia berpatroli di teater drama Mariupol, dibom 16 Maret lalu, pada 12 April 2022 di Mariupol, ketika pasukan Rusia mengintensifkan kampanye untuk merebut kota pelabuhan yang strategis, bagian dari serangan besar-besaran yang diantisipasi di Ukraina timur, sementara Presiden Rusia membuat kasus menantang untuk perang di tetangga Rusia. (Photo by Alexander NEMENOV / AFP)
Seorang tentara Rusia berpatroli di teater drama Mariupol, dibom 16 Maret lalu, pada 12 April 2022 di Mariupol, ketika pasukan Rusia mengintensifkan kampanye untuk merebut kota pelabuhan yang strategis, bagian dari serangan besar-besaran yang diantisipasi di Ukraina timur, sementara Presiden Rusia membuat kasus menantang untuk perang di tetangga Rusia. (Photo by Alexander NEMENOV / AFP) (AFP/ALEXANDER NEMENOV)

Koalisi wartawan Belanda, penyedia internet dan kelompok masyarakat sipil mengajukan gugatan hukum terhadap keputusan Uni Eropa untuk melarang media Russia Today dan Sputnik ke Pengadilan Eropa.

Meskipun mereka tidak mendukung konten dari salah satu outlet, koalisi mengatakan sensor yang diterapkan tergesa-gesa tidak demokratis dan menimbulkan pertanyaan konstitusional.

Dewan Menteri Uni Eropa melarang media penyiaran digital RT dan Sputnik pada 2 Maret, terkait engutip konflik di Ukraina.

Pelarangan dilakukan sampai Rusia berhenti melakukan, apa yang mereka sebut tindakan disinformasi dan manipulasi informasi terhadap Uni Eropa dan negara-negara anggotanya.

“Itu keputusan politik tergesa-gesa, yang dilakukan tanpa melakukan keadilan terhadap kebebasan informasi yang diabadikan dalam perjanjian hak asasi manusia, yang merupakan dasar dari demokrasi kita,” kata Asosiasi Jurnalis Belanda (NVJ), Senin.

NVJ bergabung dengan Dana Kebebasan Pers (Persvrijheidsfonds) dan tiga penyedia layanan internet untuk menantang larangan tersebut di hadapan ECJ yang berbasis di Luksemburg.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas