Pimpinan MPR: Kedepankan Pertimbangan Kemanusiaan untuk Upayakan Perdamaian Krisis Rusia-Ukraina
Ancaman terhadap kemanusiaan dalam krisis Rusia-Ukraina, menurut Rerie, harus sesegera mungkin diakhiri dengan menggalang dukungan negara-negara.
Editor: Hasanudin Aco
Di sisi lain, tambahnya, upaya perdamaian dalam krisis Rusia-Ukraina bisa dicapai bila Ukraina menyerah dan memberikan kemerdekaan kepada sejumlah negara bagiannya.
Bila Indonesia tetap bersikap non blok, ujar Farhan, krisis Rusia-Ukraina akan terus dalam status quo.
Pengamat Militer dan Pertahanan Keamanan, Connie Rahakundini Bakrie berpendapat 91 hari krisis Rusia-Ukraina saat ini sudah menjadi multilateral war terhadap Rusia di tanah Ukraina.
Krisis Rusia-Ukraina, jelas Connie, adalah perang yang berbeda dari perang pada umumnya.
Connie menilai, untuk menghadapi kondisi ini Indonesia harus konsisten dengan Gerakan Non-Blok nya untuk berupaya menghentikan perang.
Negara-negara yang tergabung dalam Gerakan Non-Blok, tegas Connie, harus berani mengakhiri diskriminasi terhadap Rusia dan sejumlah negara di Asia dan Afrika dalam bentuk sanksi dari negara adidaya.
Untuk menciptakan perdamaian dunia, menurut Connie, salah satunya adalah dengan menciptakan regional ballance of power di sejumlah kawasan.
Guru Besar Universitas Pertahanan, Anak Agung Banyu Perwita menilai kondisi saat ini terjadi chaos dalam tatanan geopolitik.
Banyu berpendapat, jangan sampai kekuatan geopolitik dunia hanya dipengaruhi dua kutub kekuasan. Untuk stabilitas dunia, ujar Banyu, akan lebih baik multipolar kekuasaan.
Menurut Banyu, harus ada reentepretasi baru dari kondisi geopolitik hari ini, karena geopolitik itu dinamis dan sangat berpengaruh terhadap politik, ekonomi dan teknologi di sejumlah negara.
Direktur Eksekutif INADIS, Ple Priatna berpendapat ada tiga pintu diplomasi bagi Indonesia yang bisa diupayakan untuk mendamaikan konflik Rusia-Ukraina yaitu jalur G20, ASEAN dan Gerakan Non-Blok.
Priatna menilai PBB telah gagal menjalankan manajemen krisis multilateral dalam konflik Rusia-Ukraina, karena hingga saat ini PBB tidak mampu memberi solusi perdamaian dunia.
Dalam krisis Rusia-Ukraina, Priatna berpendapat, posisi Amerika Serikat dan negara-negara Barat adalah free rider yang menjadi bagian dari peperangan, bukan bagian yang mengupayakan jalan keluar untuk perdamaian.
Aktifis Komite Persahabatan Rakyat Indonesia-Rusia, Joko Purwanto menilai krisis Rusia-Ukraina merupakan dampak dari upaya ekspansi NATO ke Eropa Timur yang sudah berlangsung lama.