Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Inflasi Sri Lanka Bisa Naik Hingga 40 Persen, Perdana Menteri Klaim Tidak Ganggu Stabilitas Politik

Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe menyebut inflasi di negaranya dapat meningkat hingga 40 persen.

Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Inflasi Sri Lanka Bisa Naik Hingga 40 Persen, Perdana Menteri Klaim Tidak Ganggu Stabilitas Politik
AFP/ISHARA S. KODIKARA
Orang-orang mengantri untuk membeli minyak tanah untuk keperluan rumah tangga di sebuah stasiun pasokan setelah pihak berwenang melonggarkan jam malam yang sedang berlangsung selama beberapa jam di Kolombo pada 12 Mei 2022. - Negara berpenduduk 22 juta orang itu berada dalam krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan dengan kekurangan bahan bakar yang parah. makanan, bahan bakar dan obat-obatan dan pemadaman listrik yang lama. (Photo by ISHARA S. KODIKARA / AFP) 

Laporan Wartawan Tribunnews, Mikael Dafit Adi Prasetyo

TRIBUNNEWS.COM, LONDON – Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe menyebut inflasi di negaranya dapat meningkat hingga 40 persen.

Dikutip dari The Independent, Kamis (26/5/2022) Ranil Wickremesinghe akan segera mengungkap rencana ekonomi, termasuk menyajikan anggaran sementara, dalam beberapa minggu ke depan.

Namun, Wickremesinghe memiliki beberapa kata yang menenangkan untuk ditawarkan ketika negara kepulauan itu terus bergulat dengan krisis ekonomi yang parah.

Baca juga: Dihajar Inflasi Tinggi, Sri Lanka Nekat Naikkan Harga BBM ke Rekor Tertinggi

“Kami tidak memiliki pendapatan rupee, dan sekarang kami harus mencetak (satu) triliun rupee lagi. Melihat hari-hari sulit ke depan, pasti ada protes. Wajar jika orang menderita, mereka harus protes,” ungkap Wickremesinghe.

“Tetapi kami ingin memastikan bahwa itu tidak mengganggu stabilitas sistem politik,” tambahnya.

Negara kepulauan berpenduduk 22 juta jiwa yang terletak di ujung selatan India, sedang mengalami krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaannya pada tahun 1948 dan kekurangan uang untuk membeli kebutuhan impor, termasuk bahan bakar dan obat-obatan.

BERITA REKOMENDASI

Gejolak itu terjadi setelah pandemi Covid-19 menghancurkan industri pariwisata yang menguntungkan di negara itu dan pengiriman uang pekerja asing, serta pemotongan pajak yang tidak tepat waktu oleh pemerintah Rajapaksa.

Negara tersebut mengumumkan perekrutan dua perusahaan internasional untuk merestrukturisasi utang luar negeri senilai 51 miliar dolar AS karena Bank Dunia tidak berencana untuk memberikan pembiayaan baru ke Sri Lanka sampai kerangka kebijakan ekonomi yang memadai telah diberlakukan.

Lazard of France akan memberikan nasihat keuangan dan Clifford Chance LLP akan membantu dengan bantuan hukum untuk merestrukturisasi utang Sri Lanka kepada kreditur internasional.

Sementara itu, pemerintah Sri Lanka mengumumkan kenaikan harga bensin dan solar pada hari Selasa (24/5) untuk membantu memperbaiki keuangan publik.

Baca juga: Sistem Kesehatan Sri Lanka Hampir Runtuh, Dokter: Kekurangan Obat Dapat Sebabkan Kematian

Para ekonom percaya kenaikan harga diperlukan, meskipun itu akan memperburuk inflasi yang naik ke rekor 33,8 persen tahun ke tahun (YoY) di bulan April, dibandingkan dengan 21,5 persen di bulan Maret.


Wickremesinghe menambahkan, pemerintah Sri Lanka saat ini sedang melakukan tinjauan kemungkinan pemotongan pengeluaran di seluruh sektor.

“Misalnya Kementerian Kesehatan, kita tidak bisa memangkas pengeluarannya. Kemendikbud memang terbatas, tapi masih banyak kementerian lain yang bisa kita potong,” pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas