DDC Thailand: 3 Kasus yang Diduga Monkeypox Ternyata Herpes
Sementara itu, 3 orang yang diduga terinfeksi Monkeypox kini dirawat di Institut Penyakit Menular Bamrasnaradura.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, BANGKOK - Departemen Pengendalian Penyakit (DDC) telah mengkonfirmasi bahwa 3 kasus yang diduga cacar monyet (Monkeypox) sebenarnya adalah Herpes.
Direktur Jenderal DDC, Dr Opas Karnkawinpong pada hari Minggu kemarin mengatakan bahwa hasil lab dari Departemen Ilmu Kedokteran dan Pusat Ilmu Kesehatan Penyakit Menular Palang Merah Thailand di bawah Universitas Chulalongkorn mengkonfirmasi bahwa kasus tersebut bukan merupakan Monkeypox.
Hingga saat ini belum ditemukan kasus infeksi Monkeypox di negara itu.
Sementara itu, 3 orang yang diduga terinfeksi Monkeypox kini dirawat di Institut Penyakit Menular Bamrasnaradura.
Dikutip dari laman Bangkok Post, Senin (30/5/2022), Divisi Epidemiologi DDC pun akan berbicara dengan media pada Senin ini.
Baca juga: Virus Herpes Terus Mengintai untuk Aktif Kembali dan Menyerang Tubuh
Dr Opas mengatakan bahwa siapapun yang memiliki kondisi mirip infeksi Monkeypox akan diperiksa penyakitnya.
Langkah-langkah pengendalian kesehatan di bandara negara itu juga akan mencakup prosedur penyaringan yang ditingkatkan.
"Namun, informasi awal menunjukkan bahwa penularan Monkeypox tidak semudah penularan virus corona (Covid-19). Karena penularannya membutuhkan interaksi yang erat dengan individu yang bergejala," kata Dr Opas.
Sementara itu, Dr Suprakit Jiraratwattana dari Institut Dermatologi Departemen Pelayanan Medis mengatakan bahwa Monkeypox dapat ditularkan melalui jalur aerosol dalam jarak satu meter.
Baca juga: WHO: Monkeypox Timbulkan Risiko Sedang bagi Kesehatan Global
Kemungkinan infeksi lainnya juga termasuk diantaranya mengkonsumsi daging terinfeksi yang kurang matang atau melakukan kontak langsung dengan daging yang terinfeksi, terutama oleh mereka yang menyiapkan daging mentah dan liar.
Kendati demikian, infeksi Monkeypox tidak separah cacar yang memiliki tingkat kematian sekitar 30 persen, karena tingkat kematian untuk Monkeypox mencapai 3 hingga 6 persen di negara-negara dengan sistem perawatan kesehatan yang memadai.
"Rasionya mungkin naik menjadi 6 hingga 10 persen di negara-negara kurang berkembang," kata Dr Suprakit.
Bahkan sebelum wabah global terbaru, Monkeypox tidak pernah terdeteksi di Thailand.
"Biasanya pasien Monkeypox dapat sembuh dalam waktu 2 hingga 4 minggu jika tidak mengalami penyakit penyerta (komorbid) seperti ensefalitis, pneumonitis, dan septikemia," jelas Dr Suprakit.
Dr Suprakit menyampaikan bahwa penelitian tentang Monkeypox, Herpes, Cacar Air dan Herpes Zoster menunjukkan penyakit tersebut berasal dari keluarga virus yang sama.
Penderita Herpes akan mengalami lecet pada bibir, alat kelamin dan tulang ekor. Setelah masa pemulihan, virus itu tetap ada dan akhirnya akan muncul kembali.
Untuk Monkeypox dan cacar air, kondisinya pun mirip karena dimulai dengan demam.
Namun untuk cacar air, nantinya akan muncul ruam dan benjolan di seluruh tubuh penderita.
Sedangkan untuk penderita Monkeypox menghasilkan kondisi yang sama, namun terbatas pada area tertentu.
Pasien cacar air dapat mengalami lepuh dan pustula pada saat yang bersamaan, sedangkan Monkeypox akan mengalami salah satunya.
"Tanda klinis yang membedakan antara Monkeypox dengan cacar air adalah pembesaran kelenjar getah bening, durasi inkubasinya sekitar 21 hari. Meskipun negara melakukan pembukaan kembali skala penuh, langkah-langkah perlindungan termasuk jarak sosial, memakai masker dan skrining masih diperlukan,'' pungkas Dr Suprakit.