Murid yang Selamat dari Penembakan Texas Masih Alami Trauma, Belum Mau Lagi Main Video Games
Murid yang selamat dari penembakan di sebuah sekolah dasar di Texas menceritakan kengerian yang dirasakannya ketika sang pelaku membantai teman-teman.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Murid yang selamat dari penembakan di sebuah sekolah dasar di Texas menceritakan kengerian yang dirasakannya ketika sang pelaku membantai teman-teman dan gurunya.
Ia juga mengungkapkan trauma yang masih dirasakannya serta alasannya mau diwawancarai.
Dilansir ABC News, ketika tembakan terdengar di Sekolah Dasar Robb Selasa (24/5/2022) lalu, Daniel Garza (9) mengatakan bahwa gurunya, Elsa Avila, berlari ke pintu untuk mengunci ruang kelas mereka.
Ruang kelas mereka berada di dekat ruangan tempat 19 siswa dan dua guru tewas.
Avila tertembak melalui kaca dan jatuh ke lantai, cerita Daniel kepada ABC News.
Tetapi sang guru masih bisa menyuruh murid-muridnya untuk tetap diam.
Guru itu mengatakan ia berpura-pura mati.
Baca juga: Marak Penembakan Massal di Amerika Serikat, Penjualan Ransel Antipeluru Meroket
Baca juga: Setelah di Texas, Penembakan Massal Lain Terjadi di Sepanjang Minggu di AS, 8 Tewas dan 45 Terluka
Daniel mengatakan dia bersembunyi di bawah meja di samping dinding dengan beberapa teman sekelasnya.
Daniel dan teman-temannya tetap diam, meski mendengarkan suara tembakan dan si pelaku yang menggedor-gedor pintu ruang kelas lainnya.
"Saya pribadi sangat berterima kasih kepada guru anak saya," ujar ibu Daniel, Briana Ruiz, kepada ABC News.
"Saya pikir apa yang dia lakukan itu menyelamatkan seluruh hidup mereka."
Meskipun Daniel selamat, dia kehilangan sepupunya, Ellie Garcia, yang berada di kelas sebelah.
Ellie termasuk di antara 19 anak yang terbunuh dalam pembantaian itu.
"Saya sangat mengkhwatirkannya karena saya tidak mendengar teriakan dari kelasnya," ujar Daniel.
Meskipun putranya mengalami trauma mental akibat pembantaian itu, Ruiz mengatakan anak berusia 9 tahun itu bersikeras berbicara kepada wartawan demi mengalihkan fokus dari pria bersenjata itu dan mengarahkannya pada para korban.
"Itulah mengapa saya setuju untuk membiarkannya melakukan ini," ungkap sang ibu.
"Jika dia merasa ini akan membantunya, saya tidak masalah, karena saya ingin dia pulih," katanya.
Sejak penembakan itu, Ruiz mengatakan putranya tidak mau masuk ke kamarnya.
Ia juga berhenti bermain video game.
"Ketika saya bertanya kepadanya mengapa dia tidak ingin bermain, dia berkata, 'Saya tidak ingin mendengar suara tembakan'."
"Kami tidak lagi menonton TV kabel - penyebutan penembakan apa pun akan memicunya," tambah sang ibu.
"Ini adalah sesuatu yang harus mereka jalani selamanya dan itu akan sulit."
Ruiz mengatakan pria bersenjata itu adalah mantan muridnya, ketika dia menjadi asisten pengajar.
Adapun perasaan Daniel tentang pria bersenjata itu:
"Saya merasa marah padanya."
"Saya bermain sepak bola dengan mereka (korban) dan mereka tidak selamat."
Respons Polisi Dinilai Lamban, Petugas Tak Langsung Masuk Kelas untuk Menyergap Pelaku
Sementara itu, dalam perkembangan terbaru, cara polisi dalam menghadapi serangan penembakan itu dinilai tidak tepat.
Dilansir Independent, dilaporkan bahwa polisi tak segera menyerbu penembak ketika mereka tiba di lokasi.
Dilaporkan ada sekitar 20 polisi yang menunggu di luar kelas meski anak-anak dan guru meminta bantuan dengan menelepon 911.
Setidaknya ada 8 panggilan telepon ke layanan darurat yang dilakukan dari dalam kelas yang dimasuki pelaku bersenjata, tapi petugas masih berada di luar kelas, kata para pejabat.
Diyakini kepala polisi distrik sekolah Pete Arredondo mengira bahwa si penembak dibarikade di dalam dan bahwa tidak ada ancaman aktif terhadap anak-anak.
Baca juga: Pengakuan Mantan Pacar Penembak SD di Texas, Sebut Takut akan Hidupnya saat Salvador Ramos Mengamuk
Baca juga: Siswi di Texas Lumuri Tubuh dengan Darah Lalu Berpura-pura Mati untuk Kecoh Pelaku Penembakan
Keputusan Arredondo untuk menunggu di luar dinilai bertentangan dengan pedoman federal dan negara bagian yang dikembangkan selama dua dekade, The Guardian melaporkan.
Dalam insiden seperti itu, prioritas polisi adalah melumpuhkan pria bersenjata itu.
Di Texas, polisi Uvalde menerima pelatihan terbaru dalam beberapa bulan terakhir dengan protokol yang menyebut bahwa prioritas pertama petugas adalah masuk ke lokasi kejadian dan langsung menghadapi penyerang.
Protokol itu mungkin harus memaksa polisi untuk sementara membiarkan yang terluka dan tidak menanggapi tangisan minta tolong dari anak-anak, menurut protokol tersebut.
Arredondo disebut membuat keputusan yang salah dengan menunda-nunda untuk menyerbu ruang kelas di mana penembak berada.
Namun belum jelas situasi yang sebenarnya dihadapi Arredondo dan apakah ada protokol respons yang berbeda untuk variasi yang berbeda pada insiden penembakan.
Tetapi pejabat penegak hukum yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada Associated Press pada hari Sabtu bahwa petugas dari lembaga lain mendesak kepala polisi sekolah untuk masuk lebih cepat.
Rekaman audio dari tempat kejadian menangkap petugas dari agensi lain yang memberi tahu Arredondo bahwa pria bersenjata itu masih aktif dan prioritasnya adalah menghentikannya, kata seorang sumber kepada kantor berita.
Kini, Arredondo berada di bawah perlindungan polisi dengan dua petugas dari departemen tetangga ditempatkan di dalam mobil di luar rumahnya, menurut New York Times.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)