Rusia Minta Pejuang Ukraina Menyerah di Severodonetsk: Hentikan Perlawanan Tak Masuk Akal
Rusia meminta para pejuang Ukraina yang masih tersisa di Severodonetsk untuk menyerah. Sebut perlawanan mereka tidak masuk akal.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Pertahanan Rusia meminta para pejuang Ukraina yang masih tersisa di Severodonetsk, Ukraina timur untuk menyerah pada Selasa (14/6/2022) waktu setempat.
Rusia mendesak mereka untuk menghentikan perlawanannya yang tidak masuk akal.
Rusia pun menyinggung soal nasib serupa yang dialami para pejuang Ukraina di Mariupol.
"Kami meminta otoritas resmi di Kiev untuk menunjukkan kehati-hatian dan memberikan instruksi yang tepat kepada para militan untuk menghentikan perlawanan mereka yang tidak masuk akal dan menarik diri dari wilayah pabrik Azot," tulis pernyataan resmi Kementerian Pertahanan Rusia, dikutip dari CNN.
Kementerian mengatakan, pihaknya siap untuk melakukan "operasi kemanusiaan" pada hari Rabu (15/6/2022) esok hari.
Baca juga: Sebanyak 15.000 Jutawan Diperkirakan akan Tinggalkan Rusia pada 2022
Baca juga: Gelontorkan 30 Miliar Rubel, Rusia Pacu Produksi Suku Cadang Mobil Domestik
Operasi kemanusiaan itu ditujukkan untuk mengevakuasi warga sipil dari pabrik kimia Azot yang dikuasai Ukraina ke wilayah yang dikuasai Rusia di utara.
"Militer Rusia mengumumkan kesiapan mereka untuk melakukan operasi kemanusiaan untuk mengevakuasi warga sipil dari Azot ke arah utara, menuju kota Svatove, di wilayah yang diduduki Rusia," kata kementerian itu.
Pihaknya juga menambahkan, Rusia akan membuka koridor evakuasi bagi warga sipil pada Rabu esok hari antara jam 8 pagi dan 8 malam waktu Moskow.
Adapun, dalam menyerukan agar para pejuang Ukraina menyerah, Kementerian Pertahanan Rusia menyinggung soal nasib serupa di Mariupol.
"(Menyerah, red) Itu akan menjamin pemeliharaan nyawa dan kepatuhan terhadap semua norma Konvensi Jenewa untuk perlakuan terhadap tawanan perang."
"Seperti yang terjadi pada rekan-rekan Anda yang sebelumnya menyerah di Mariupol," tambahnya.
Di sisi lain, Kepala administrasi militer Severodonetsk Ukraina mengatakan pada Selasa (14/6/2022), ada lebih dari 500 warga sipil yang terus berlindung di pabrik kimia Azot.
Menurutnya, pabrik kimia Azot di bawah kendali Ukraina, tetapi menjadi sasaran penembakan intensif oleh pasukan Rusia.
Kementerian Pertahanan Rusia mengklaim bahwa Ukraina telah meminta sebuah koridor untuk mengevakuasi warga sipil ke wilayah yang dikuasai Ukraina, di Lysychansk.
Tetapi kementerian itu menolak dengan alasan tidak mungkin untuk mengevakuasi dengan aman ke daerah tersebut karena ketiga jembatan utama tidak dapat dilewati.
Hal ini juga dibenarkan oleh kepala administrasi militer wilayah Luhansk, Serhiy Haidai pada Senin (13/6/2022) kemarin.
Menurutnya, penyeberangan antara Severodonetsk dan Lysychansk memang saat ini sulit, tetapi bukan tidak mungkin.
Sementara, pihak berwenang Ukraina mengatakan pada hari Selasa, evakuasi yang terjadi begitu lambat karena pemboman terus-menerus.
Tetapi, evakuasi bagi ratusan warga sipil Ukraina itu masih mungkin terjadi.
Dugaan Rusia Bakal Gunakan Senjata Lebih Mematikan
Sebelumnya diberitakan, pejabat Ukraina dan Inggris memperingatkan pada Sabtu (11/6/2022), pasukan Rusia mengandalkan senjata yang bisa menyebabkan kerugian korban secara massal dalam perang.
Peringatan tersebut terjadi saat Rusia kini mencoba membuat kemajuan dalam merebut Ukraina timur.
Pertempuran sengit di antara Rusia dan Ukraina pun terjadi yang membuat kedua belah pihak kehabisan amunisinya.
Kementerian Pertahanan Inggris mengatakan, pembom Rusia diperkirakan akan meluncurkan rudal anti-kapal era 1960-an yang berat di Ukraina.
Terutama Rudal Kh-22 yang dirancang untuk menghancurkan kapal induk menggunakan hulu ledak nuklir.
"Ketika digunakan dalam serangan darat dengan hulu ledak konvensional, mereka 'sangat tidak akurat dan karena itu dapat menyebabkan kerusakan parah dan korban jiwa,' kata kementerian itu, dikutip APNews, Minggu (12/6/2022).
Seperti diketahui, kedua belah pihak telah mengeluarkan sejumlah besar persenjataan dalam perang gesekan untuk memperebutkan wilayah timur tambang batu bara dan pabrik yang dikenal sebagai Donbas.
Perebutan Donbas itu membuat beban yang besar pada sumber daya dan persediaan mereka.
"Rusia kemungkinan menggunakan rudal anti-kapal 5,5 ton (6,1 ton) karena kekurangan rudal modern yang lebih presisi," kata kementerian Inggris.
Namun, Kementerian Inggris tidak memberikan rincian di mana tepatnya rudal tersebut diperkirakan akan dikerahkan.
Baca juga: Rahasia di Balik Tinja Vladimir Putin, Hingga Pengawalnya Harus Amankan Pakai Tas Kerja Khusus
Baca juga: Harga BBM di Amerika dan Inggris Melonjak, Vladimir Putin Bilang Keuntungan Perusahaan Rusia Naik
Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin mengatakan, invasi Moskow ke Ukraina adalah ketika penindas menginjak-injak aturan yang melindungi masyarakat semua.
Untuk itu, kekacauan yang tidak ingin terjadi pecah ketika Rusia berusaha untuk mengkonsolidasikan penguasaannya atas wilayah yang direbut sejauh ini dalam perang 108 hari.
"Itulah yang terjadi ketika kekuatan besar memutuskan bahwa selera kekaisaran mereka lebih penting daripada hak tetangga mereka yang damai," kata Lloyd Austin saat berkunjung ke Asia.
"Dan ini adalah pratinjau dari kemungkinan dunia kekacauan dan kekacauan yang tidak ingin kita tinggali," tambahnya.
(Tribunnews.com/Maliana)