Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hasil Penelitian Prof Yoshida: Jumlah Generasi Muda yang Ikut Pemilu di Jepang Semakin Sedikit

Hasil penelitian Prof Hiroshi Yoshida menunjukkan semakin sedikit generasi muda yang ikut pemilu mendatang.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Hasil Penelitian Prof Yoshida: Jumlah Generasi Muda yang Ikut Pemilu di Jepang Semakin Sedikit
Koresponden Tribunnews.com/Richard Susilo
Grafik jumlah anak muda di Jepang yang semakin sedikit. Jumlahnya berkurang 1 persen dibandingkan suara pemilih dari kalangan dewasa. 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Minggu (10/7/2022) mendatang akan dilakukan pemilu bagi para anggota parlemen majelis tinggi Jepang.

Hasil penelitian yang dilakukan Prof Hiroshi Yoshida dari Sekolah Pascasarjana Ekonomi Universitas Tohoku menunjukkan semakin sedikit generasi muda yang ikut pemilu nanti.

"Angka pemilih dari generasi muda berkurang 1 persen dari waktu ke waktu," papar Prof Hiroshi Yoshida kelompok penelitian di Universitas Tohoku, Senin (4/7/2022).

Menurut Prof Hiroshi Yoshida, generasi muda itu kehilangan atau merugi sebanyak 78.000 yen setahun per orang apabila tidak ikut pemilu.

Baca juga: Menlu Jepang Yoshimasa Hayashi Dijadwalkan Hadiri Pertemuan G20 di Bali 7 Hingga 8 Juli 2022

Jumlah anak muda terus menurun, dan baru-baru ini jumlah pemilih remaja hingga 40-an turun di bawah 50 persen.

Bagaimana cara meningkatkan partisipasi generasi muda?

BERITA REKOMENDASI

Profesor Hiroshi Yoshida dari Sekolah Pascasarjana Ekonomi Universitas Tohoku membuat perhitungan percobaan.

"Penelitian dimulai dari titik berapa banyak uang yang akan hilang jika kita tidak ikut memilih, dan bagaimana membuatnya bertambah banyak untuk ikut pemilu?"

Baca juga: Tradisi Musim Panas Festival Tanabata Kembali Digelar di Jepang Hingga 7 Juli 2022

Pertama, Profesor Yoshida membagi pemilih di bawah usia 49 tahun menjadi "generasi muda" dan mereka yang berusia di atas 50 tahun menjadi "generasi tua".

Kemudian menganalisis hubungan antara "kehadiran pemilihan majelis rendah dan majelis tinggi yang diadakan dalam 40 tahun terakhir berdasarkan generasi", "jumlah obligasi pemerintah baru yang diterbitkan tahun itu", dan "biaya jaminan sosial" seperti pensiun dan tunjangan anak-anak.

"Ini adalah partisipasi orang tua pada bagian oranye. Ini adalah partisipasi generasi muda. Terutama, partisipasi generasi muda sangat rendah sebagai nilai absolut. Dan ini adalah jumlah obligasi pemerintah baru yang diterbitkan per orang penerbitan harus dilunasi di masa depan dalam bentuk utang, yaitu kepada generasi muda. Oleh karena itu akan menjadi masa depan. Jumlah penerbitan obligasi pemerintah terus meningkat apabila partisipasi pemilih generasi muda menurun," ujarnya.


Obligasi pemerintah akan diterbitkan ketika selisihnya melebar (antara usia dewasa dan anak muda) setelah kalah banyak dari orang tua.

Grafik jumlah anak muda di Jepang yang semakin sedikit. Jumlahnya berkurang 1 persen dibandingkan suara pemilih dari kalangan dewasa.
Grafik jumlah anak muda di Jepang yang semakin sedikit. Jumlahnya berkurang 1 persen dibandingkan suara pemilih dari kalangan dewasa. (Koresponden Tribunnews.com/Richard Susilo)

Profesor Yoshida juga mencatat bahwa ada perbedaan dalam biaya jaminan sosial seperti "pensiun" dan "perawatan jangka panjang" antar generasi.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas