Berpotensi Jadi Negara Gagal Seperti Sri Lanka, Partai Gelora Beri Saran untuk Pemerintah RI
Pelajaran Sri Lanka dari Pandemi menuju negara gagal harus jadi perhatian serius Presiden Jokowi apabila Indonesia tidak ingin bernasib sama.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia meminta pemerintah Indonesia lebih cermat dalam mengatur keuangan negaranya agar tidak terancam bangkrut seperti Sri Langka.
Sebab, pasca-kerusuhan di Sri Lanka pada Senin (11/7/2022), sejumlah negara di dunia juga terancam bangkrut seperti Sri Langka, antara lain tetangga Indonesia seperti Laos dan Myanmar, bahkan hingga Argentina juga terancam bangkrut.
Pada kerusuhan itu, Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa, dikabarkan berupaya kabur ke luar negeri usai kediamannya digeruduk ribuan massa yang mendesak ia mundur.
Imbas krisis ekonomi yang terus memburuk di Sri Lanka, sebagai akibat dari pasokan makanan dan bahan bakar yang terbatas serta harga yang meroket.
Ketua Bidang Kebijakan Publik Partai Gelora Achmad Nur Hidayat mengatakan, kekacauan yang terjadi di Sri Lanka yang dimulai pada 9 Juli 2022 yang lalu, akibat stagflasi yang terjadi dimana Inflasi sedemikian tinggi.
Di mana pertumbuhan ekonomi tidak mengalami kenaikan, sehingga membuat masyarakat menjadi anarkis.
Akibatnya, rumah Perdana Menteri dan Istana Presiden dibakar massa dan dikepung.
"Saat ini Utang luar negeri Srilanka yang mencapai 60,85 persen dari PDB yaitu sekitar $50,72 miliar. Pinjaman besar untuk pembangunan infrastruktur tidak membuahkan manfaat ekonomi yang berarti," kata Achmad Nur Hidayat dalam keterangan yang diterima, Rabu (13/7/2022).
Menurut Achmad Nur Hidayat, ketidakmampuan pemerintah Sri Langka dalam mengatasi krisis ekonomi yang muncul akibat pandemi Covid-19 yang melanda dunia secara global, dan kondisi dunia diperburuk dampak perang Rusia-Ukraina.
Rencananya, Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa yang sudah berkuasa selama dua dekade itu, akan mundur dari jabatannya pada Rabu, 13 Juli 2022.
Dengan demikian umur pemerintahnya bersama Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe hanya berusia 2 bulan saja.
IMF, lanjutnya, sebenarnya sudah diundang dan bersedia membantu pada 20-30 Juni 2022 lalu namun kelihatannya faktor politik internal dan ketidaksabaran rakyat Sri Lanka akan ketersedian bahan pokok kelihatannya yang menggerakan rakyat berduyun-duyun menghampiri Istana Presiden.
Negara kepulauan berpenduduk 22 juta orang itu menangguhkan pembayaran utang senilai US$12 miliar pada April lalu.
Padahal IMF berkomitmen melakukan bailout sekitar US$5 miliar namun rakyat sudah hilang kepercayaan kepada pemerintahan.