Otoritas Donetsk Segera Eksekusi Mati Dua Tentara Bayaran Ukraina dari Inggris
Penguasa Republik Donetsk akan mengeksekusi mati tiga tentara bayaran Ukraina asal Inggris dan Maroko jika upaya bandingnya ditolak.
Penulis: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, DONETSK – Otoritas di Republik Rakyat Donetsk telah menyiapkan tempat eksekusi mati dua petempur bayaran asing asal Inggris di Ukraina dan satu dari Maroko.
Rencana ini disampaikan pemimpin Republik Rakyat Donetsk, Denis Pushilin, Rabu (13/7/2022). Ketiga tentara bayaran yang divonis mati terdiri Aiden Aslin, Shaun Pinner dan Brahim Saadoun.
"Pejabat eksekutif DPR telah menyiapkan tempat untuk melaksanakan hukuman mati tentara bayaran asing," kata Pushilin.
Baca juga: Fox dan Frost, Dua Anggota Batalyon Neo Nazi Azov Ukraina Dihukum Mati di Donetsk
Baca juga: AS-Rusia Gagal Bicarakan Tentara Bayaran, Nasib Huynh dan Drueke Makin Tak Jelas
Baca juga: Tentara Bayaran Inggris Ini Minta Hukuman Matinya Dikurangi Jadi Penjara Seumur Hidup
Ia mengatakan undang-undang republik tidak menentukan tanggal tetap untuk melaksanakan hukuman ini, dan layanan eksekutif akan bertindak "sesuai dengan keputusan internalnya."
Dia menambahkan eksekusi biasanya "tidak umum" dan informasi tentang mereka "tidak diungkapkan."
Pejabat itu juga mengatakan ketiga terpidana akan dieksekusi oleh regu tembak jika banding mereka tidak berhasil.
Tiga orang yang berjuang untuk Ukraina dan ditangkap di Donbass dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung Donetsk pada 9 Juni.
Mereka dinyatakan bertindak sebagai tentara bayaran dan mengambil bagian dalam "agresi bersenjata Ukraina," mencoba untuk menggulingkan pemerintah DPR.
Ketiganya telah mengajukan banding. Menteri Kehakiman DPR Yury Sirovatenko mengatakan pada 12 Juli pengadilan dapat memutuskan banding mereka pada akhir bulan.
Banding terakhir diajukan pada 4 Juli oleh pembela warga Inggris Aiden Aslin. DPR mencabut moratorium hukuman mati pada 12 Juli.
Ketiga warga asing yang bertempur di Ukraina itu tertangkap pasukan Rusia dan Donetsk di Mariupol, kota pelabuhan yang diklaim DPR sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya.
London menuntut agar warganya diperlakukan sebagai tawanan perang di bawah Konvensi Jenewa.
Media Inggris Daily Mail secara sinis di beritanya menyebut “preman Vladimir Putin” sedang mempersiapkan tempat eksekusi' untuk warga Inggris di Ukraina.
Media itu menyoal status dan posisi kedua warga Inggris yang menurut pihak Inggris bergabung Angkatan Darat Ukraina.
Daily Mail menulis menggunakan frasa “pernyataan memuakkan” itu muncul sehari setelah Donetsk memberlakukan kembali hukuman mati sebagai hukuman untuk kejahatan paling serius.
Aslin berasal dari Newark di Nottinghamshire, dan Sahun Pinner dari Watford. Menurut Inggris, kedua warganya itu harus diperlakukan menurut hukum perang.
Aslin dan Pinner memiliki kewarganegaraan Inggris-Ukraina dan telah menghabiskan bertahun-tahun di negara itu.
Aslin berusia 28 tahun sebelumnya Pengawal Grenadier sementara Shaun Pinner (48) berada di Royal Anglian Regiment.
Masalah menjadi kian rumit karena Inggris tidak mengakui Republik Donetsk, yang memisahkan diri dari Ukraina dan didukung Moskow.
Ancaman eksekusi mungkin merupakan taktik Rusia untuk mencoba memaksa Inggris menjalin hubungan diplomatik dengan wilayah tersebut.
Denis Pushilin menjelaskan pengadilan sedang mempertimbangkan banding yang diajukan oleh ketiga pria tersebut pada 4 Juli.
Di bawah hukum Rusia, tentara bayaran tidak diberikan hak istimewa yang sama dengan kombatan biasa, yang keselamatannya harus dilindungi menurut Konvensi Jenewa.
Keluarga Aslin dan Pinner telah memohon kepada Kementerian Luar Negeri Inggris untuk campur tangan atas nama mereka.
Harapan terbaik mereka adalah mereka dibebaskan sebagai bagian dari pertukaran tahanan. Dua warga Inggris lainnya, Dylan Healy (22) dan Andrew Hill (35) juga ditahan di Donetsk.(Tribunnews.com/RT/DailyMail/xna)