45 Negara Sepakat Selidiki Dugaan Kejahatan Perang oleh Rusia di Ukraina
Sebanyak 45 negara sepakat mengkoordinasi penyelidikan dugaan perang oleh Rusia di Ukraina, Kamis (14/7/2022).
Penulis: Rica Agustina
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Penyelidikan atas dugaan kejahatan perang oleh Rusia di Ukraina akan segera dilakukan.
Sebanyak 45 negara di konferensi di Den Haag, markas besar Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), menandatangani deklarasi politik untuk bekerja sama dalam penyelidikan, Kamis (14/7/2022).
Negara-negara tersebut termasuk negara-negara Uni Eropa serta Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Meksiko, dan Australia.
Mereka juga menjanjikan €20 juta (sekitar Rp 302 milliar) untuk membantu ICC, serta kantor kejaksaan di Ukraina dan upaya dukungan PBB.
Dengan sekitar 23.000 investigasi kejahatan perang sekarang terbuka dan berbagai negara memimpin tim, bukti perlu kredibel dan terorganisir, kata para pejabat.
Secara terpisah, Menteri Luar Negeri Belanda, Wopke Hoekstra mengatakan, Belanda juga akan mempertimbangkan untuk membentuk pengadilan internasional khusus kejahatan perang Ukraina, sebagian karena baik Ukraina maupun Rusia bukan anggota ICC.
Baca juga: Pertemuan Menteri Keuangan G20 di Bali Berada di Bawah Bayang-bayang Perang Ukraina
"Kita harus mengisi kekosongan dan ICC di sini tidak memiliki yurisdiksi, jadi saya bisa membayangkan kita akan membuat pengadilan semacam itu. Kami akan memeriksanya," katanya.
Adapun rencana penyelidikan tersebut disepakati setalah Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky mengatakan pada konferensi internasional itu bahwa rudal Rusia telah menyerang dua pusat komunitas di barat Ukraina.
Serangan itu menewaskan 20 orang, termasuk tiga anak, dan melukai lebih banyak lagi.
"Hari ini di pagi hari, rudal Rusia menghantam kota kami Vinnytsia, kota biasa yang damai," kata Zelensky sebagaimana dikutip CNA.
"Rudal jelajah menghantam dua fasilitas masyarakat, rumah hancur, pusat medis hancur, mobil dan trem (dibakar). Ini adalah tindakan teror Rusia," tambahnya.
Rusia telah berulang kali membantah terlibat dalam kejahatan perang dan sengaja menargetkan warga sipil sejak menginvasi Ukraina pada Februari.
Rusia mengklaim serangan yang mereka sebut sebagai "operasi militer khusus" adalah untuk melindungi penutur bahasa Rusia dan membasmi nasionalis berbahaya.
Lebih lanjut, pasukan Rusia telah membom kota-kota Ukraina hingga menjadi reruntuhan dan meninggalkan mayat di jalan-jalan kota dan desa yang mereka tempati sejak invasi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.