Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kelompok HAM Sri Lanka Cari Mantan Presiden Rajapaksa di Singapura, Minta Diadili

Kelompok HAM di Sri Lanka mengajukan tuntutan pidana kepada Jaksa Agung Singapura, meminta penangkapan mantan Presiden Gotabaya Rajapaksa agar diadili

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Kelompok HAM Sri Lanka Cari Mantan Presiden Rajapaksa di Singapura, Minta Diadili
India Outlook
Presiden Gotabaya Rajapaksa 

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, COLOMBO - Sebuah kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) yang mendokumentasikan dugaan pelanggaran HAM di Sri Lanka telah mengajukan tuntutan pidana kepada Jaksa Agung Singapura, meminta penangkapan terhadap mantan Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa.

Hal itu karena mereka menuding Rajapaksa memiliki peran dalam perang saudara yang terjadi selama puluhan tahun di negara kawasan Asia Selatan itu.

Proyek Kebenaran dan Keadilan Internasional (ITJP) mengatakan Rajapaksa melakukan pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa selama perang saudara pada 2009, saat ia menjadi kepala pertahanan negara. 

Dikutip dari laman www.dailymirror.lk, Senin (25/7/2022), ITJP yang berbasis di Afrika Selatan berpendapat bahwa berdasarkan yurisdiksi universal, dugaan pelanggaran tunduk pada penuntutan di Singapura.

Dia melarikan diri setelah berbulan-bulan kerusuhan atas krisis ekonomi negaranya.

Aduan pidana yang diajukan adalah tidak hanya (berdasarkan) informasi yang dapat diverifikasi pada kedua kejahatan yang telah dilakukan, namun juga pada bukti yang benar-benar menghubungkan yang bersangkutan, yang kini berada di Singapura.

Baca juga: Wickremesinghe Terpilih sebagai Presiden Sri Lanka, Demonstran: Dia Lebih Licik dari Rajapaksa

Berita Rekomendasi

"Singapura benar-benar memiliki kesempatan unik dengan keluhan ini, dengan hukumnya sendiri dan dengan kebijakannya sendiri, untuk berbicara kebenaran kepada kekuasaan," kata salah satu pengacara yang menyusun pengaduan, Alexandra Lily Kather.

Rjapaksa mengajukan pengunduran dirinya di Singapura, sehari setelah melarikan diri dari Sri Lanka pada 13 Juli lalu.

Para pengunjuk rasa anti-pemerintah pun menyerbu kantor dan kediaman resmi Presiden dan Perdana Menteri negara itu.

Baca juga: Jejak Pelarian Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa, dari Maladewa hingga Singapura

Rajapaksa belum bisa dihubungi untuk dimintai tanggapn melalui Komisi Tinggi Sri Lanka di Singapura.

Ia sebelumnya secara tegas membantah tuduhan bahwa dirinya bertanggung jawab atas pelanggaran hak selama perang.

Juru bicara Kejaksaan Agung Singapura mengatakan telah menerima surat dari ITJP pada 23 Juli lalu.

"Kami tidak dapat berkomentar lebih lanjut tentang masalah ini," kata Juru bicara itu.

Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Singapura mengatakan bahwa Rajapaksa memasuki Singapura dalam kunjungan pribadinya dan tidak mencari atau diberikan suaka.

Seorang profesor di Fakultas Hukum Universitas Portsmouth di Inggris yang pernah mengajar di Singapura, Shubhankar Dam mengatakan, Rajapaksa dapat diadili atas dugaan kejahatan perang, genosida dan penyiksaan.

Namun dia telah berulang kali menyatakan bahwa yurisdiksi semacam itu hanya boleh digunakan sebagai upaya terakhir.

"Kementerian luar negeri negara itu mengatakan Rajapaksa memasuki negara-kota Asia Tenggara itu dalam kunjungan pribadi dan tidak mencari atau diberikan suaka.

ITJP membantu dalam dua tuntutan hukum perdata terhadap Rajapaksa, salah satunya diproses pada 2019, saat itu Rajapaksa adalah warga negara Amerika Serikat (AS).

Namun dua kasus itu pun ditarik setelah Rajapaksa mendapatkan kekebalan diplomatik setelah menjadi Presiden.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas