Zelensky Akui Rusia Unggul, Ibaratkan Donbass Kini Seperti Neraka
Presiden Ukraina Volodyimir Zelensky mengakui kekuatan Rusia unggul di Donbass, dan menyebut pertempuran di wilayah ini seperti neraka.
Penulis: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW - Presiden Ukraina Volodymir Zelensky mengibaratkan situasi pertempuran di Donbass seperti "neraka".
Ia mengklaim militer Kiev tetap memiliki persenjataan yang berat, meski mengakui pasukan Rusia kuat dan unggul dalam jumlah maupun persenjataan.
Zelensky dikutip Russia Today, Rabu (3/8/2022) meminta AS dan sekutunya untuk mengirim lebih banyak senjata seperti peluncur roket HIMARS.
Baca juga: Zelensky Umumkan Evakuasi Terhadap Warga Ukraina di Wilayah Donetsk
Baca juga: Dipecat Sebagai Kepala Badan Keamanan Ukraina, Benarkah Teman Kecil Zelensky Ini Berkhianat?
Baca juga: Banyak Terjadi Pengkhianatan, Presiden Zelensky Pecat Jaksa Agung Irina dan Kepala Badan Keamanan
Dalam pidato lima menit kepada warga Ukraina, Zelensky berterima kasih kepada Presiden AS Joe Biden dan NATO.
Senjata yang dikirim disebutnya sangat efektif dan bersumpah untuk menimbulkan kerugian yang lebih menyakitkan pada Rusia.
Menurut Zelensky, kata 'HIMARS' telah menjadi hampir identik dengan kata 'keadilan' untuk negaranya.
AS telah mengirim 16 Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi (HIMARS) ke Ukraina. Rusia mengatakan telah menghancurkan empat unit yang sudah digunakan di lapangan.
Ukraina dan Pentagon membantahnya. Zelensky menambahkan lebih banyak senjata dari barat dan berterima kasih kepada para diplomat Ukraina yang mencoba mengatur pengiriman tambahan.
“Namun kami tidak dapat mematahkan keunggulan tentara Rusia dalam artileri dan tentara, ini sangat terasa dalam pertempuran, terutama di Donbass,” kata Zelensky.
“Hanya neraka di sana. Itu bahkan tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata,” tambah Presiden Ukraina yang bekas actor drama ini.
Dua kota dekat Donetsk, yang dikuasai Ukraina sejak 2015, telah mengalami pertempuran sengit selama seminggu terakhir.
Pada elasa, jurnalis Ukraina Yuriy Butusov, yang bergabung dengan militer di Donbass, memposting laporan penuh sumpah serapah.
Butusov terkenal karena memfilmkan dirinya menembakkan meriam ke "separatis" Donbass tahun lalu.
“Tidak ada baterai serangan balik, tidak ada sama sekali,” tulisnya pada Selasa melukiskan kondisi pasukan Ukraina di lapangan.
Ia menceritakan betapa tidak seimbangnya kondisi pasukan Ukraina dan kemampuan Rusia. Pasukan infanteri Ukraia menurutnya hidup di bawah bombardemen Rusia.
Menurut Butusov, satu peleton tentara cadangan yang mencoba maju dihancurkan dalam hitungan menit. Hanya satu di antara 15 tentara tidak terluka.
“Semua cadangan dihabiskan, peralatan militer terbakar, dan musuh mendekat dan mengambil posisi kami tanpa masalah setelah rentetan artileri lainnya,” tulisnya.
Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari, dengan alasan kegagalan Kiev untuk mengimplementasikan perjanjian Minsk 2014.
Perjanjian itu dirancang untuk memberi wilayah Donetsk dan Lugansk status khusus di dalam negara Ukraina.
Protokol, yang ditengahi oleh Jerman dan Prancis, pertama kali ditandatangani pada 2014. Kedua negara penjamin itu gagal mewujudkan perjanjian yang disepakati.
Mantan Presiden Ukraina Pyotr Poroshenko sejak itu mengakui tujuan utama Kiev adalah menggunakan gencatan senjata untuk mengulur waktu dan menciptakan angkatan bersenjata yang kuat.
Pada Februari 2022, Kremlin mengakui republik Donbass sebagai negara merdeka dan menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral.
Rusia menuntut Ukraina tidak akan pernah bergabung dengan blok militer barat mana pun. Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan.
Ulasan Thomas L Friedman
Di Washington, pakar ekonomi, kolumnis dan pemenang hadiah Pulitzer, Thomas L Fredman mengatakan ada ketidakpercayaan mendalam antara AS dan Zelensky.
Menulis di New York Times, Friedman hubungan antara Washington dan Kiev tidak seperti terlihat sebelumnya.
“Secara pribadi, para pejabat AS jauh lebih peduli tentang kepemimpinan Ukraina daripada yang mereka biarkan,” tulis Friedman, pemenang Hadiah Pulitzer tiga kali.
“Ada ketidakpercayaan yang mendalam antara Gedung Putih dan Presiden Ukraina Vladimir Zelensky, jauh lebih banyak daripada yang telah dilaporkan,” katanya.
Friedman menggambarkan keputusan Zelensky memecat Jaksa Agung Irina Venediktova dan Kepala Dinas Keamanan Negara (SBU), Ivan Bakanov, sebagai urusan lucu yang terjadi di Kiev.
Friedman mencatat dia belum melihat laporan di media AS yang menjelaskan secara meyakinkan alasan di balik perombakan terbesar di pemerintahan Kiev sejak peluncuran operasi militer Rusia pada 24 Februari.
“Seolah-olah kita tidak ingin melihat terlalu dekat di bawah tenda di Kiev karena takut korupsi atau kejenakaan apa yang mungkin kita lihat, ketika kita telah berinvestasi begitu banyak di sana,” tulisnya.(Tribunnews.com/RussiaToday/xna)