Harga Pangan Melambung, Warga Sri Lanka Terancam Kelaparan
Sri Lanka sedang bergulat dengan rekor inflasi makanan 90 persen, bahkan membuat makanan pokok seperti beras tidak terjangkau bagi jutaan keluarga.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, COLOMBO - Perwakilan Program Pangan Dunia (WFP) Abdur Rahim Siddiqui mengatakan bahwa krisis ekonomi terburuk di Sri Lanka sejak kemerdekaan telah memicu munculnya 'krisis pangan yang serius' yang mengarah pada ancaman kelaparan.
Pernyataan itu ia sampaikan sambil menggambarkan 'gabungan kekacauan' dari lonjakan harga, hasil panen yang menyusut, dampak perang di Ukraina dan kurangnya dana negara untuk membayar pasokan utama.
"Ekonomi telah runtuh dan negara telah kehabisan uang yang dibutuhkan untuk mengimpor kebutuhan pokok seperti bahan bakar, makanan dan pupuk," kata Siddiqui.
Baca juga: Sri Lanka akan Memulai Kembali Pembicaraan Bailout dengan IMF
Ia pun mendesak lebih banyak dukungan berupa donasi untuk WFP dan responden kemanusiaan lainnya.
Dikutip dari laman www.dailymirror.lk, Sabtu (6/8/2022), sebuah penilaian yang dilakukan baru-baru ini oleh WFP serta Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-bangsa (FAO) menunjukkan bahwa 6,3 juta orang atau hampir 30 persen dari populasi negara itu kini rawan pangan.
Angka ini muncul saat WFP memperingatkan krisis pangan global yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Perlu diketahui, saat ini Sri Lanka sedang bergulat dengan rekor inflasi makanan 90 persen, bahkan membuat makanan pokok seperti beras tidak terjangkau bagi jutaan keluarga.
Biaya bulanan rata-rata untuk makanan bergizi bahkan telah melonjak 156 persen sejak 2018 lalu.
"Apa yang kami lihat di lapangan sangat mengkhawatirkan. Kami tahu bahwa jutaan orang Sri Lanka sedang berjuang untuk mendapatkan makanan yang cukup dan bergizi. Tanpa intervensi mendesak, keadaan tampak suram bagi sebuah negara yang seharusnya dapat tumbuh cukup untuk memberi makan penduduknya yang berjumlah 22 juta jiwa," tegas Siddiqui.
WFP menyoroti bahwa banyak faktor yang membentuk krisis pangan Sri Lanka.
Dalam upaya untuk membuat pertanian lebih ramah lingkungan, kata dia, pemerintah negara itu pada tahun lalu telah melarang impor pupuk kimia.
Namun, langkah tersebut secara tajam mengurangi hasil pertanian.
Baca juga: Sri Lanka akan Negosiasikan Paket Darurat 4 Miliar Dolar AS dengan China
Sedangkan saat ini, meskipun aturan impor telah dilonggarkan, efeknya masih tetap ada.