Setahun Taliban Berkuasa: Wanita Afghanistan Masih Tuntut Hak-hak Perempuan hingga Dipukuli Pejuang
Setahun Taliban berkuasa, wanita Afghanistan masih menuntut hak-hak perempuan hingga dipukuli para pejuang saat demonstrasi.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Taliban menandai tahun pertama kembalinya mereka ke kekuasaan Afghanistan dengan hari libur nasional pada Senin (15/8/2022).
Pihak berwenang sejauh ini belum mengumumkan perayaan resmi untuk menandai peringatan itu, tetapi televisi pemerintah mengatakan akan menayangkan program khusus.
Pejuang Taliban menyatakan kebahagiaan karena gerakan mereka sekarang berkuasa.
"Saat kami memasuki Kabul, dan ketika Amerika pergi, itu adalah saat-saat yang menggembirakan," kata Niamatullah Hekmat, seorang pasukan Taliban.
Kini Hekmat menjadi anggota pasukan khusus penjaga istana presiden.
Namun bagi warga Afghanistan biasa, terutama wanita, kembalinya Taliban hanya menambah kesulitan.
Awalnya, Taliban menjanjikan versi yang lebih "lembut" dari aturan keras seperti ketika kelompok itu berkuasa dari 1996 hingga 2001.
Baca juga: Taliban Pukuli Wanita Afghanistan dan Lepaskan Tembakan saat Bubarkan Unjuk Rasa
Kenyataannya, banyak pembatasan telah dikenakan pada perempuan untuk mematuhi visi Islam yang keras dari Taliban.
Puluhan ribu anak perempuan telah dikeluarkan dari sekolah menengah, dan perempuan dilarang kembali ke banyak pekerjaan pemerintah.
Pada Mei 2022, perempuan diperintahkan untuk sepenuhnya memakai pakaian tertutup di depan umum, idealnya dengan burqa yang mencakup seluruh tubuh.
"Sejak hari mereka datang, hidup telah kehilangan maknanya," kata Ogai Amail, seorang warga Kabul.
"Semuanya telah direbut dari kami, mereka bahkan telah memasuki ruang pribadi kami," katanya sebagaimana dikutip Channel News Asia.
Pada Sabtu (13/8/2022), para pasukan Taliban memukuli pengunjuk rasa wanita dan menembakkan senjata ke udara untuk membubarkan demonstrasi mereka di Kabul.
Sementara warga Afghanistan mengakui penurunan kekerasan sejak Taliban merebut kekuasaan, krisis kemanusiaan telah membuat banyak orang tidak berdaya.