Ekonomi Inggris Makin Tertekan, Nilai Pound Sterling Turun ke Level Terendah Sejak 37 Tahun Terakhir
Pelemahan mata uang Pound terjadi imbas adanya ancaman krisis energi di tengah resesi atau perlambatan ekonomi di Inggris.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, LONDON – Mata uang Pound Sterling Inggris anjlok 15 persen, jatuh ke level terendahnya terhadap dolar AS sejak 37 tahun terakhir tepatnya pada 1985 saat Margaret Thatcher masih menjabat Perdana Menteri.
Pelemahan mata uang Pound terjadi imbas adanya ancaman krisis energi di tengah resesi atau perlambatan ekonomi di Inggris.
Meningkatnya ketegangan invasi antara Rusia dan Ukraina telah mendorong lonjakan pada produk gas dan minyak bumi hingga harganya meningkat ke level tertinggi.
Baca juga: Ekonomi Inggris ‘Terjun Bebas’ Negatif 11 Persen, Terburuk Sejak 300 Tahun Lalu
Tercatat saat ini harga minyak global telah melonjak di atas 120 dolar AS sementara harga gas alam di pasar Eropa meroket sebanyak 30 persen.
Lonjakan tersebut yang kemudian mengerek naik angka inflasi Inggris hingga ekonomi negara ini jatuh kedalam jurang resesi.
Menurut data terbaru, inflasi konsumen tahunan di Inggris naik menjadi dua digit untuk pertama kalinya dalam 40 tahun, mencapai 10,1 persen pada Juli.
Jumlah tersebut diperkiraan bertambah mencapai 20 persen apabila harga gas Eropa terus terkerek naik ke level tertinggi.
Munculnya tekanan ini yang kemudian membuat nilai Sterling Inggris jatuh ke level terendah, mengutip dari Anadolu Agency Pound anjlok hingga menyentuh 1,1406 dolar AS pada penutupan perdagangan Rabu (7/9/2022).
Nilai ini bahkan lebih rendah apabila dibandingkan dengan nilai Pound di awal pandemi COVID-19 tepatnya pada bulan Maret 2020.
Sederet upaya telah dilakukan pemerintah Inggris untuk menghentikan laju inflasi dan memacu naik mata uang Pound, salah satunya dengan mengerek suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 1,75 persen pada Agustus lalu.
Sementara itu, Liz Truss perdana menteri baru Inggris yang menggantikan kepemimpinan Boris Johnson, belakangan ini juga tengah berupaya membatasi lonjakan harga energi dengan menambah utang negara sebesar 100 miliar pound.
Dengan langkah ini Truss yakin pihaknya dapat membantu meringankan beban masyarakat Inggris di tengah melonjaknya harga energi dan memanasnya laju inflasi.