Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dianggap Jadi Penyebab Tragedi Mematikan Halloween Itaewon, Apa Itu Turbulensi Kerumunan?

Turbulensi kerumunan terjadi saat kepadatan kelompok sangat tinggi hingga gerakan menjadi semakin aktif, dengan orang-orang tanpa sadar saling dorong

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Dianggap Jadi Penyebab Tragedi Mematikan Halloween Itaewon, Apa Itu Turbulensi Kerumunan?
AFP/ANTHONY WALLACE
Seorang wanita membuat persembahan, sebagai penghormatan kepada mereka yang tewas dalam peristiwa Halloween pada 29 Oktober, di sebuah peringatan darurat di luar stasiun kereta bawah tanah Itaewon di distrik Itaewon di Seoul pada 30 Oktober 2022. - Lebih dari 150 orang tewas dalam sebuah berdesak-desakan di acara Halloween di pusat kota Seoul, kata para pejabat pada 30 Oktober, dengan presiden Korea Selatan bersumpah akan melakukan penyelidikan penuh terhadap salah satu bencana terburuk yang pernah terjadi di negara itu. (Photo by Anthony WALLACE / AFP) 

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, SEOUL - Kementerian Dalam Negeri dan Keamanan Korea Selatan (Korsel) pada Selasa waktu setempat telah merilis angka korban tewas tragedi mematikan Halloween di distrik Itaewon, Seoul pada Sabtu (29/10/2022) malam.

Jumlah korban tewas yang diketahui saat ini mencapai 156 orang.

12 diantaranya merupakan remaja dan 104 dewasa muda berusia 20-an tahun, kemudian 31 lainnya berusia 30-an, 8 berusia 40-an dan 1 berusia 50-an.

Terkait jenis kelamin, 55 adalah pria dan 101 merupakan wanita.

Sementara itu, dari 151 orang tambahan yang terluka, 29 diantaranya masih dalam kondisi kritis.

Baca juga: Aktor Lee Ji Han Tewas karena Selamatkan Gadis Kecil yang Terjebak di Tragedi Halloween Itaewon

Seorang Profesor Ilmu Sosial Komputasi di Universitas ETH Zurich yang mempelajari Dinamika Kerumunan, Dirk Helbing mengatakan bahwa jumlah wanita dan anak muda yang terbunuh 'sangat mengejutkan' dan perlu diselidiki lebih lanjut sebelum menarik kesimpulan akhir.

Berita Rekomendasi

"Saya tidak ingat pernah melihat angka di masa lalu yang (menguraikan) korban berdasarkan jenis kelamin atau usia. Bencana itu menunjukkan bahwa kita semua rentan, mungkin pada tingkat yang berbeda," kata Helbing.

Dikutip dari laman www.local10.com, Selasa (1/11/2022), Helbing telah mempelajari secara ekstensif bencana Parade Cinta Jerman tahun 2010, di mana 21 orang tewas ketika mereka mencoba keluar dari kemacetan dalam situasi 'turbulensi kerumunan' yang dianggap memiliki 'kesamaan yang mencolok' dengan tragedi yang baru saja terjadi di Seoul.

Perlu diketahui, turbulensi kerumunan terjadi saat kepadatan kelompok sangat tinggi sehingga gerakan menjadi semakin aktif, dengan orang-orang tanpa sadar saling mendorong satu sama lain dan mentransfer kekuatan diantara tubuh mereka.

"Kekuatan yang tidak menentu ini menyebabkan pola pergerakan kerumunan yang bergejolak, dan seseorang mungkin bisa tersandung, sehingga menciptakan lubang di kerumunan itu," jelas Helbing.

Ketika itu terjadi, orang-orang di dekatnya tidak lagi memiliki kekuatan lawan dari orang yang ada di depan mereka dan akan jatuh sendiri.

"Ini menciptakan efek domino lantaran semakin banyak orang yang jatuh di atasnya satu sama lain. Kondisi ini tidak memerlukan perilaku tanpa henti dari orang lain atau kesiapan untuk menyakiti orang," tegas Helbing.

Faktanya dalam banyak kasus kondisi kerumunan kritis, banyak orang ternyata mencoba untuk saling membantu, namun situasinya mungkin membuat mereka putus asa.

"Bahkan polisi atau unit pertolongan pertama pun tidak dapat mencegah bencana ini terjadi, begitu turbulensi massa terjadi," pungkas Helbing.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas