Tragedi Halloween Itaewon yang Menewaskan 156 Orang Mengekspos Kesenjangan Generasi di Korea Selatan
Warga mengritik generasi muda yang pergi ke lingkungan Itaewonhanya untuk merayakan Halloween, festival yang sebenarnya bukan merupakan budaya Korsel.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Dewi Agustina
Seorang Profesor Studi Budaya di Universitas Kyung Hee, Lee Taek-gwang mengatakan bahwa generasi muda merasa kecewa dan tidak berdaya melihat generasi yang lebih tua menyalahkan mereka atas tragedi tersebut.
"Bahkan sampai generasi saya, kami disosialisasikan terutama melalui pengakuan oleh teman, orang tua, saudara, guru, dan orang lain di sekitar kami. Tapi sekarang milenial dan Generasi Z dan mereka yang berusia 20-an dan 30-an tidak seperti itu," kata Lee, Selasa lalu
Media sosial dianggap memiliki dampak besar pada kaum muda, dan Halloween dibentuk dengan cara itu sebagai budaya dalam masyarakat yang semakin mengglobal.
"Ketika saya melihat komentar jahat yang mencoba menyalahkan para korban untuk budaya Halloween, saya banyak berpikir tentang apa yang akan terjadi jika masyarakat ini terus seperti ini," tegas Lee.
Banyak warga yang mengungkapkan rasa bersalah dan hutang budi mereka kepada para korban, yang sebagian besar berusia 20-an, melalui buku-buku memorial yang ditempatkan di altar memorial bersama.
Seorang warga menulis pada catatan tempel di sebuah altar di Gwangju.
"Saya minta maaf karena orang dewasa melakukan kesalahan. Saya akan berjuang sampai akhir untuk Korea yang aman," kata warga tersebut.