Tragedi Halloween Itaewon yang Menewaskan 156 Orang Mengekspos Kesenjangan Generasi di Korea Selatan
Warga mengritik generasi muda yang pergi ke lingkungan Itaewonhanya untuk merayakan Halloween, festival yang sebenarnya bukan merupakan budaya Korsel.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Dewi Agustina
Panggilan tersebut dilakukan oleh anak muda beberapa jam sebelum tragedi, mereka melaporkan bahwa mereka kemungkinan besar akan tewas di lokasi karena kerumunan kian meningkat di Itaewon dan meminta bantuan.
Beberapa ahli mengatakan bahwa terjadinya tragedi ini sebagian karena kegagalan generasi tua yang bertanggung jawab untuk memahami budaya generasi muda.
Seorang Profesor di Departemen Sosiologi Universitas Sungkyunkwan, Koo Jeong-woo mengatakan bahwa generasi yang lebih tua tidak mengerti dan tidak tertarik dengan budaya generasi muda.
"Mereka sepertinya berpikir Halloween hanyalah permainan hantu, dan bertanya-tanya mengapa anak-anak muda ini tergila-gila pada hal semacam itu?"
"Mereka hanya berpikir itu (acara) aneh dan hanya untuk bersenang-senang. Begitu banyak personel polisi dikerahkan untuk mengendalikan demonstrasi, meskipun konsentrasi pasukan polisi di Itaewon tampaknya memiliki lebih banyak faktor risiko," tegas Koo.
Ada lebih dari 130.000 orang yang memadati kawasan Itaewon pada malam naas itu, namun hanya 137 personel polisi yang dikerahkan ke lokasi tersebut.
Banyak diantara mereka hanya fokus pada pengawasan obat-obatan terlarang dan kejahatan seksual.
Hal ini tentu saja sangat berbeda dengan mobilisasi lebih dari 4.000 petugas polisi pada rapat umum yang diadakan di Gwanghwamun dan Samgakji pada hari itu.
Profesor Seol Dong-hoon dari Universitas Nasional Chonbuk mengatakan saat terjadinya tragedi, orang dapat menemukan penyebabnya dalam struktur sosial, negara maupun korban.
"Menemukan penyebab pada korban sangat mudah, namun anda harus sangat berhati-hati untuk itu," jelas Seol.
Halloween, kata dia, merupakan acara budaya yang dinikmati banyak anak muda sejak kecil.
"Sejak tahun 1990-an, ini sudah populer di Korea, dimulai dengan Daycare Center. (Anak muda) merasa familiar dengan Halloween yang tumbuh dewasa. Tidak ada salahnya menikmatinya. Beginilah cara mahasiswa tahun 1980-an menikmati Natal, Valentine's Day dan White Day. Tidak masuk akal untuk mengkritik siapapun karena mereka menikmatinya," tegas Seol.
Dengan dalih membina bakat global menjelang Olimpiade 1988, native speaker bahasa Inggris dipekerjakan di sekolah-sekolah nasional.
Baca juga: Update Korban Pesta Halloween di Itaewon, Ada 154 Koban Tewas, Ini Rinciannya
Para guru memaparkan bahwa siswa belajar pada berbagai aspek budaya populer Amerika, termasuk Halloween yang dinikmati banyak anak.