Pejabat Tinggi Korsel Marah Penyelidikan Tragedi Halloween Itaewon yang Mematikan Terkesan Lamban
Majelis Nasional Korsel Senin kemarin meminta para pejabat tinggi menindaklanjuti penanganan pada lonjakan kerumunan saat tragedi Halloween Itaewon.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, SEOUL - Majelis Nasional Korea Selatan (Korsel) pada Senin kemarin meminta para pejabat tinggi menindaklanjuti penanganan terhadap lonjakan kerumunan pada malam tragedi Halloween Itaewon, Seoul pada 29 Oktober lalu.
Saat negara itu mencoba untuk menyelidiki tragedi yang telah menewaskan sedikitnya 156 orang itu.
Baca juga: Tur Kuliner Chef Prancis Ini ke Itaewon Berakhir Tragis Saat Perayaan Halloween
Dalam sidang parlemen, polisi dan petugas pemadam kebakaran mendapatkan kecaman saat rincian mengenai respons mereka 'terlambat dipublikasikan'.
"Kantor polisi di Yongsan, distrik di mana Itaewon berada, gagal mengirimkan timnya tepat waktu meskipun
mendapatkan 11 panggilan mulai dari hampir empat jam sebelum kejadian," kata anggota parlemen Korsel.
Politisi Chang Je-won menyebut ini sebagai 'pengabaian yang tak terduga" dan 'pelalaian tugas'.
Baca juga: Tak Ingin Tragedi Kanjuruhan & Itaewon Terulang di Piala Dunia 2022, Qatar Siapkan Antisipasi
Sementara itu, Komisaris Jenderal Badan Kepolisian Nasional (NPA) Yoon Hee-keun mengaku sedang mencari titik kegagalan komunikasi internal antara para anggotanya.
Dikutip dari laman koreaherald.com, Selasa (8/11/2022), saat menolak beberapa panggilan darurat sebelumnya, Kepala Pusat Pengiriman Darurat Departemen Pemadam Kebakaran mengatakan bahwa penelepon pertama 'terdengar bersemangat, tidak seperti kebanyakan korban yang mengalami cedera'.
"Berdasarkan panggilan khusus ini, sulit untuk memastikan apakah kecelakaan seperti itu benar-benar terjadi," kata petugas pemadam kebakaran.
Namun menurut rekaman yang diperoleh oleh kantor politisi Cheon Jun-ho, suara wanita yang pertama kali menghubungi layanan pengiriman darurat itu terdengar terengah-engah dan berhenti diantara kata-kata.
Wanita itu kemudian menyampaikan kepada petugas operator bahwa ia mengalami kesulitan bernafas dan panggilannya berakhir setelah dia tampaknya menjatuhkan teleponnya.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri dan Keamanan Lee Sang-min menolak untuk mengundurkan diri, dengan mengatakan bahwa ia akan 'melakukan yang terbaik yang ia bisa', tanpa melepaskan posisinya.
Dengan berakhirnya masa berkabung nasional selama seminggu, 2 partai politik Korsel yang berseberangan, pada Senin kemarin berdebat tentang tanggung jawab.
'Waktu untuk membawa keadilan'
Oposisi utama Partai Demokrat Korea menuntut 'pemecatan segera' terhadap pejabat penting yang bertanggung jawab, termasuk Perdana Menteri, Kepala NPA dan kota Seoul.
Baca juga: Kubu Oposisi Tingkatkan Tekanan Pada Pemerintah Korsel Pasca Tragedi Halloween Itaewon
"Karena tidak bertanggung jawab dan kurangnya kesiapan dari pihak pemerintah, beberapa kekejaman yang tidak dapat diampuni telah dilakukan. Partai yang berkuasa berusaha mengubur kebenaran seputar tragedi yang bersembunyi di balik polisi dan kejaksaan. Partai yang berkuasa harus mengingat tugasnya kepada rakyat dan berhenti membela pemerintahan," kata partai itu dalam sebuah pernyataan pada Senin kemarin.
Berbicara dalam pertemuan pada hari yang sama, Ketua partai Republik Lee Jae-myung menyerukan penunjukkan penasihat khusus untuk mengawasi penyelidikan tragedi ini.
"Sekarang saatnya untuk membawa keadilan, Presiden lah yang memegang tanggung jawab terakhir dalam tragedi itu," kata Lee.
Pemimpin partai oposisi utama itu menekankan bahwa keadilan mengindikasikan 'tindakan nyata dan bukan hanya kata-kata'.
"Tindakan itu akan mencakup pemecatan Perdana Menteri, dan reformasi keseluruhan administrasi pemerintah," tegas Lee.
Sementara itu, Pemimpin Partai Demokrat Park Hong-keun mengatakan bahwa selain memecat Perdana Menteri dan lainnya, kantor kepresidenan dan Kabinet perlu 'dirombak total'.
"Jika Presiden Yoon 'benar-benar merasakan kepedihan keluarga para korban dan berniat untuk bertanggung jawab penuh, Presiden harus meminta maaf," tegas Park.
Partai tersebut melanjutkan protes hariannya di luar kantor kepresidenan, mengklaim bahwa Presiden Yoon mengubah negara itu menjadi 'kediktatoran jaksa'.
'Berhenti mempolitisasi kesedihan'
Ketua sementara Partai Kekuatan Rakyat, Chung Jin-suk mengatakan saat seluruh negeri berduka atas tewasnya kaum muda, ada banyak hal yang harus dilakukan, mulai dari memperbaiki sistem yang rusak hingga membuat Undang-undang (UU) dan menaikkan anggaran.
"Saya berharap tugas ini membuat negara kita lebih aman dan tidak akan terhambat oleh pertengkaran partisan," kata Chung.
Di sisi lain, Kepala Komite Perencanaan Kebijakan partai, Sung Il-jong menuduh Partai Demokrat melakukan 'manuver strategis yang tidak tepat'.
Baca juga: Desak Presiden Korsel Mundur, Politik Kini Merambah ke Momen Berkabung untuk Korban Tragedi Itaewon
"Ditemukan bahwa mantan pejabat kampanye Lee Jae-myung serta beberapa mantan anggota parlemen Partai Demokrat telah mengadakan rapat umum pemakzulan setiap akhir pekan. Kemudian penyelenggara aksi unjuk rasa anti (Presiden) Yoon telah mengubah aksi unjuk rasa mingguan mereka menjadi kewaspadaan bagi para korban Itaewon," tegas Sung.
Ia menekankan bahwa 'tragedi ini tidak boleh digunakan untuk memajukan tujuan politik'.
Pada Senin kemarin, Partai Kekuatan Rakyat yang berkuasa meluncurkan satuan tugas untuk menyelidiki bencana Itaewon dan membangun rencana keselamatan publik.
Eksekutif polisi senior yang menjadi anggota parlemen, politisi Lee Man-hee yang memimpin gugus tugas, mengatakan bahwa mereka akan 'segera mulai bekerja' untuk merancang langkah-langkah agar tidak hanya mendukung dan memberi kompensasi kepada para korban saja.
Namun juga meminta pertanggungjawaban kepada mereka yang bertanggung jawab, dan membangun sistem untuk mencegah kejadian serupa kembali terulang.
Politisi Cho Eun-hee, salah satu anggota parlemen di gugus tugas, menunjukkan jaringan komunikasi darurat nasional, di mana pemerintahan terakhir telah menghabiskan 1,5 triliun won atau setara 1 miliar dolar Amerika Serikat (AS) sebagai salah satu kebijakan dalam penanganan tragedi tenggelamnya kapal feri Sewol yang mengalami kegagalan.