Patung Bunda Maria Segala Suku dan Gunungan Wayang Kulit untuk Paus Fransiskus
Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia (PWKI) melakukan audiensi umum dengan Paus Fransiskus di Basilica St, Petrus, Vatikan
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani dari Vatikan
TRIBUNNEWS.COM, VATIKAN - Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia (PWKI) melakukan audiensi umum dengan Paus Fransiskus di Basilica St, Petrus, Vatikan, Rabu (16/11/2011).
Istimewanya PWKI turut membawa lima hadiah khusus untuk Paus Fransiskus yakni Lukisan dan Patung Maria Bunda Segala Suku dari Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo.
Gunungan Wayang Kulit dari Sri Sultan Hamengkubuwono X, Kain Batik Ceplok Mangkara Latar Kawung dari GKBRAy Adipati Paku Alam X, dan Buku Karya Rm. Sandro Peccati SX – misionaris Italia yang telah 60 tahun berkarya di Indonesia.
Rm Markus Solo Kewuta, SVD yang hadir sebagai penerjemah dan Liasion Officer, menjelaskan Paus Fransiskus sangat berbahagia dengan hadiah yang dipersembahkan.
Masing-masing hadiah yang diberikan kepada Paus Fransiskus dijelaskan secara fisik dan filosofis oleh Rm Markus Solo SVD, satu-satunya pejabat Vatikan yang berasal dari Indonesia.
Pimpinan tertinggi Gereja Katolik Sedunia itu juga mendapat penjelasan dari mana hadiah tersebut berasal dan pemberinya.
“Paus sangat mengagumi lukisan dan patung Maria Bunda Segala Suku yang berasal dari Kardinal Suharyo. Beliau menyatakan kekaguman filosofi dari Maria Bunda Segala Suku dengan mengatakan, oh... che belo artinya sungguh indahnya,“ ujar Rm Markus Solo.
Kekaguman Paus terhadap lukisan Maria Bunda Segala Suku muncul ketika Rm Markus Solo menjelaskan bahwa Maria Bunda Segala Suku adalah Madona ala Indonesia atau Bunda Maria yang merangkul kemajemukan di negara dan bangsa Indonesia.
Paus Fransiskus juga memberkati satu lukisan yang sama untuk dikirim ke Mgr Ignatius Kardinal Suharyo untuk ditempatkan di Katedral.
Baca juga: Perang di Dunia Belum akan Berakhir, Vatikan Dukung Kampanye Perdamaian PWKI
Pemberian Patung Maria Bunda Segala Suku, yang merupakan simbol rasa cinta tanah air sudah direncanakan pada 20 Oktober 2018.
Gagasan ini menyusul diresmikannya Museum Maria Bunda Segala Suku oleh Uskup Agung Jakarta Mgr I Suharyo di Gedung Marian Center Indonesia (MCI).
Nama Maria Bunda Segala Suku digagas oleh AM Putut Prabantoro karena ingin mengajak rakyat Indonesia mencintai bangsa dan Tanah Air yang dikatakan sebagai Per Mariam Ad Patriam – Melalui Bunda Maria Sampai Pada Tanah Air. Oleh Putut Prabantoro dikatakan Maria Bunda Segala Suku sebagai sarana devosi kebangsaan.
Maria Bunda Segala Suku muncul pertama kali sebagai thema perlombaan seni rupa, patung dan fotografi yang diprakarsai Gomas Harun pada Mei 2017 yang diawali pada tahun 2015.
Lomba seni rupa, patung dan fotografi itu dimenangi Robert Gunawan, seorang guru lukis anak-anak yang berasal dari Matraman, Jakarta.
Berdasarkan penjelasan dari Robert Gunawan, sebagaimana dikutip oleh Gomas Harun, dalam lukisan Maria - Bunda Segala Suku ini ada beberapa ciri khusus yakni bendera merah putih, motif lambang Garuda Pancasila, warna emas, mahkota, kerudung, baju kebaya putih, rok panjang warna merah dan suku-suku.
Hadiah istimewa yang lain ada Gunungan Wayang Kulit dari Sri Sultan Hamengkuwono X dan kain batik Ceplok Mangkara Latar Kawung yang dibuat sendiri oleh GKBRAy Adipati Paku Alam X.
Kedua hadiah ini hadir sebagai hasil diskusi antara Thomas Sukawan Aribowo anggota delegasi dari Yogyakarta dan AM Putut Prabantoro terkait hadiah istimewa dan khusus bagi Paus Fransiskus. Pilihan jatuh untuk menghubungi raja dan adipati dari Yogyakarta tersebut.
Gunungan memerupakan simbol alam semesta dan manusianya. Dalam pementasan wayang kulit, gunungan digunakan sebagai pembuka sebuah cerita dan sekaligus juga berfungsi sebagai simbol dari tanda-tanda alam terkait dengan terjadinya sebuah peristiwa besar.
Sementara batik tulis yang sangat langka dengan motif Ceplok Mangkara Latar Kawung diberikan karena mengandung filosofi tinggi. Mangkara mengandung makna tentang keberanian, kecerdasan dan kerja keras.
Motif kawung mengandung makna akan kesempurnaan dan kemurnian. Gabungan kedua motif ini dapat dimaknai sebagai usaha keras untuk mencerdaskan diri, memupuk keberanian agar dapat mencapai kesempurnaan.
Diharapkan pemakai juga sanggup memurnikan diri, pikiran dan hati agar selalu tenteram sehingga bisa selalu menjaga kehidupan dunia menjadi damai.
PWKI juga membawa dua buah buku yang ditulis oleh Pastor Sandro Pecatti SX. Missionaris dari Italia ini pertama kali menginjak Indonesia pada 5 Februari 1961.
Sandro Pecatti yang lahir di Bergamo 27 April 1934 kemudian berkarya di berbagai daerah Indonesia.
Ia memiliki hobi kecil yakni melukis. Sandro Pecatti kemudian menjadi WNI pada tahun 1996.
Ketika diberikan kepada Paus Fransiskus, patung Maria Bunda Segala Suku dibawa oleh Rosmeri Sihombing (Media Indonesia) dan Mercy Tirayoh (KompasTV), Lukisan pertama Maria Bunda Segala Suku dibawa oleh Dominikus Desse (KabarDaerah.Com) dan Yupehntius Ivy (RuaiTV), lukisan kedua oleh Gora Kunjana (Benang.Id) dan Willy Masaharu Indracahya (pengurus PWKI).
Buku oleh Yophiandy Kurniawan (Kompas TV) dan Theresia Felisiani (Tribunnews.com), batik oleh Tri Agung Kristanto (Kompas) dan Mayong Suryolaksono (Kantor Berita Antara) serta Gunungan oleh AM Putut Prabantoro dan Thomas Sukawan Aribowo (Keduanya adalah pengurus PWKI).
Baca juga: Dunia sedang Sakit, Vatikan Dukung PWKI Bawa Misi Perdamaian
Sehari sebelumnya, Delegasi PWKI sudah mengadakan kunjungan resmi ke Kardinal Miguel Ayuso, Presiden Dikasteri Dialog Antar Agama, dan Kardinal Pietro Parolin, Sekretaris Negara Vatikan dengan difasilitasi oleh Rm Markus Solo SVD dan Lina Yanti Dilliane, Kuasa Usaha Ad Interim KBRI Vatikan.