Joe Biden Dituduh Berikan Izin Membunuh kepada Pangeran Mohammed bin Salman
Joe Biden dianggap berikan izin membunuh kepada Pangeran Mohammed bin Salman setelah menetapkan kekebalannya atas kasus pembunuhan Jamal Khashoggi.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Media Amerika, Washington Post mengecam Presiden AS, Joe Biden setelah pemerintahannya menetapkan bahwa Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman (MBS), harus diberikan kekebalan dalam kasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.
Menurut CEO Washington Post, Fred Ryan, Biden telah memberikan izin untuk membunuh kepada Pangeran Mohammed bin Salman.
"Dalam memberikan kekebalan hukum kepada Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman, Presiden Biden gagal menegakkan nilai-nilai yang paling disayangi Amerika," kata Fred Ryan dalam pernyataan pada Jumat (18/11/2022).
"Dia memberikan izin untuk membunuh kepada salah satu pelanggar hak asasi manusia paling mengerikan di dunia, yang bertanggung jawab atas pembunuhan berdarah dingin terhadap Jamal Khashoggi, seorang kolumnis Washington Post," imbuhnya, dikutip dari Huff Post.
Pada Kamis (17/11/2022) lalu, pemerintahan Biden mengumumkan pengajuan ke pengadilan mengenai Pangeran MBS yang harusnya dilindungi dari gugatan atas kasus pembunuhan Jamal Khashoggi.
Gedung Putih beralasan status Mohammed bin Salman sebagai perdana menteri, memberinya kekebalan dari tuntutan hukum.
Baca juga: Kemarahan Muncul setelah AS Tetapkan MBS Kebal Atas Kematian Jamal Khashoggi
Pangeran Mohammed menjabat sebagai penguasa de facto Arab Saudi menggantikan ayahnya yang sudah lanjut usia, Raja Salman.
Raja Saudi pada September lalu mengalihkan gelar perdana menteri, gelar yang biasanya dipegang oleh penguasa, kepada putra mahkotanya.
Langkah ini dianggap kritikus sebagai upaya untuk memperkuat klaim kekebalan Mohammed bin Salman.
Departemen Luar Negeri mengatakan dalam pengajuan pengadilan, bahwa keputusan melindungi putra mahkota Saudi dalam gugatan pembunuhan Khashoggi adalah murni keputusan hukum.
Namun hal itu disayangkan Ryan, yang menilai rakyat Amerika "pantas mendapatkan yang lebih baik" dari Biden.
"Sementara kepala pemerintahan yang sah harus dilindungi dari tuntutan hukum, keputusan Saudi untuk menjadikan MBS sebagai perdana menteri adalah upaya yang sinis dan diperhitungkan untuk memanipulasi hukum dan melindunginya dari pertanggungjawaban," katanya.
"Dengan mengikuti skema tersebut, Presiden Biden mengabaikan prinsip-prinsip dasar kebebasan pers dan kesetaraan. Rakyat Amerika dan mereka yang dirugikan oleh MBS di Arab Saudi dan di seluruh dunia berhak mendapatkan yang lebih baik."
Jamal Khashoggi adalah jurnalis kelahiran Madinah yang dikenal dengan tulisan-tulisan kritisnya terhadap pemerintah Saudi.
Ia menjadi kolumnis di media Middle East Eye (MEE) dan The Washington Post serta menjabat sebagai pemimpin redaksi di Al-Arab News Channel.
Khashoggi dibunuh di dalam gedung konsulat Saudi di Istanbul oleh pejabat Saudi pada tahun 2018, lapor SCMP.
Para pelaku diyakini memutilasi Khashoggi, meskipun tubuh jurnalis kawakan ini tidak pernah ditemukan.
Komunitas intelijen AS menduga putra mahkota Arab Saudi menyetujui pembunuhan itu.
Ini menyusul kritikan Khashoggi atas cara keras Pangeran Mohammed membungkam orang-orang yang dianggapnya saingan.
Sebelum memenangkan Pemilu AS, Joe Biden sempat berjanji akan mengadili penguasa Saudi yang terlibat dalam pembunuhan mendiang jurnalis yang tinggal di Washington itu.
"Saya pikir itu adalah pembunuhan telak," kata Biden di balai kota CNN pada tahun 2019, sebagai kandidat.
Tetapi Biden sebagai presiden berusaha meredakan ketegangan dengan Riyadh, termasuk berselisih dengan Pangeran Mohammed dalam perjalanan Juli ke kerajaan itu, ketika AS berusaha membujuk Arab Saudi untuk membatalkan serangkaian pemotongan produksi minyak.
Tunangan Khashoggi, Hatice Cengiz, dan DAWN menggugat putra mahkota, pembantu utamanya, dan lainnya di pengadilan federal Washington atas dugaan peran mereka dalam pembunuhan Khashoggi.
Arab Saudi membantah tuduhan sang pangeran memiliki peran langsung dalam kasus tersebut.
Laporan Intelijen
Laporan intelijen AS yang diterbitkan pada Februari 2021, mengatakan Pangeran Mohammed bin Salman menyetujui operasi untuk menangkap atau membunuh Jamal Khashoggi.
Dikatakan bahwa 15 orang tim Saudi yang tiba di Istanbul pada Oktober 2018, ketika Khashoggi terbunuh, termasuk anggota yang terkait dengan Pusat Studi dan Urusan Media Saudi (CSMARC) di Royal Court.
Itu dipimpin oleh penasihat dekat MBS serta tujuh anggota pelindung pribadi putra mahkota yang dikenal sebagai Pasukan Intervensi Cepat, lapor CNN.
Laporan tersebut mencatat bahwa Mohammed bin Salman memandang Khashoggi sebagai ancaman bagi Kerajaan.
MBS membantah tuduhan tersebut, mengklaim posisinya di pemerintahan dan kerajaan memberinya kekebalan atas penuntutan di pengadilan AS.
Tetapi sebagai Putra Mahkota, Mohammed bin Salman tidak berhak atas kekebalan berdaulat yang hanya mencakup kepala negara, kepala pemerintahan atau menteri luar negeri.
Namun beberapa hari sebelum AS menetapkan kekebalan, Pangeran MBS dipromosikan sebagai perdana menteri oleh ayahnya, Raja Salman.
Baca juga: AS Lindungi Pangeran MBS dari Gugatan atas Pembunuhan Jurnalis Jamal Khashoggi
"Ini hampir otomatis," kata profesor hukum William Dodge di University of California Davis Law School.
"Saya pikir itu sebabnya dia ditunjuk sebagai perdana menteri untuk keluar dari ini."
Pangeran MBS juga mengklaim kekebalan dalam kasus dugaan percobaan pembunuhan kepada mantan pejabat kontraterorisme Saudi, Saad Aljabri.
Aljabri menuduh pangeran mengirim regu pembunuh untuk menghabisinya di Kanada, beberapa hari setelah pembunuhan Khashoggi.
Kasus itu dibatalkan karena alasan lain oleh pengadilan yang sama.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)