Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat Estonia Nilai Petualangan Putin di Ukraina adalah Penjajahan Gaya Baru

Peneliti dan pengamat hubungan internasional asal Universitas Tartu Estonia menilai soal petualangan Presiden Rusia terhadap negara berdaulat Ukraina

Editor: Daryono
zoom-in Pengamat Estonia Nilai Petualangan Putin di Ukraina adalah Penjajahan Gaya Baru
FISIP UNAIR
Diskusi kegiatan Launching Pusat Studi Eropa dan Eurasia Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga 

TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Peneliti dan pengamat hubungan internasional asal Universitas Tartu Estonia, Prof. Andrey Makarychev secara tegas menilai petualangan Presiden Rusia terhadap negara berdaulat Ukraina adalah penjajahan gaya baru.

Hal tersebut dikemukakannya dalam makalah bertajuk ‘Understanding Eeastern Europe and Eurasia: Between Russia and Ukraine’ yang menjadi bagian diskusi kegiatan “Launching Pusat Studi Eropa dan Eurasia” Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga (FISIP UNAIR).

Dia menjelaskan akhir dari post-soviet regionalisme, akibat invasi Moscow terhadap Kyiv, kemudian mengubah situasi language games dalam studi Hubungan Internasional (HI), sehingga beberapa konsep kunci seperti resilience, security, sovereignty, dan violence mengalami pergesaran makna.

“Intervensi yang dilakukan oleh Rusia dapat disebut sebagai “post-colonial type war” dan apa yang dihadapi oleh Ukraina saat ini sama seperti negara-negara Global South yang lain, yaitu memperjuangkan kemerdekaannya,” tutur akademisi dari Johan Skytte Institute of Political Studies, Universitas Tartu Estonia itu di Aula Soetandyo, Gedung A, FISIP UNAIR.

Baca juga: Rusia Serang Rumah Sakit di Ukraina, Bayi yang Baru Berusia 2 Hari Tewas

Post-soviet regionalism dimulai ketika awal Maret 1992, rombongan milisi lokal pro-Transnistria yang dibantu oleh milisi Cossack dari Rusia menyerang kantor polisi di Dubasari, Transnistria sehingga menyebabkan pemerintah Moldova melakukan pengamanan.

Konflik tersebut menjadi berkepanjangan karena melibatkan orang-orang di luar Moldova.

Tercatat sukarelawan Rumania membantu pemerintah Moldova, sementara sukarelawan Rusia membantu kelompok Cossack.

Berita Rekomendasi

Keterlibatan Rusia meningkat pasca Wakil Presiden Rusia, Alexander Rutskoi menyerukan agar sisa-sia pasukan Uni Soviet dari etnis Russia untuk terlibat yang mengakibatkan wilayah tersebut lepas dari Moldova, namun hingga saat ini tidak diakui oleh dunia internasional.

Hingga kini, wilayah Transnistria yang kecil dan terjepit oleh Moldova dan Ukraina sangat bergantung pada Rusia untuk mencukupi kebutuhan pokok mereka. Bahkan hingga kini Rusia masih menempatkan sebagian kecilnya di wilayah tersebut.

Hal serupa terjadi di wilayah Abkhazia di Georgia tahun 1992 hingga 1993 yang juga terjadi akibat intervensi Rusia.

Perang ini sangat berdampak terhadap negara Georgia pasca pembubaran Uni Soviet, karena Georgia mengalami kerugian keuangan, korban jiwa dan psikologis.

Georgia kembali bergolak pada tahun 2008 yang disebut sebagai Perang Ossetia Selatan setelah terjadi pertempuran antara tentara Georgia dan separatis Ossetia Selatan pada Agustus 2008.

Konflik menjadi rumit karena Presiden Rusia Dmitry Medvedev menyetujui intervensi tentara Rusia ke wilayah tersebut.

Pergantian Presiden Rusia dari Dmitry Medvedev ke Vladimir Putin ternyata tak membuat Rusia mendambakan mengulang kebesaran Uni Soviet, alhasil Rusia dengan dalih yang dibuat-buat kemudian melakukan intervensi militer ke Ukraina pada akhir Februari 2022.

Baca juga: Amerika Desak G7 Umumkan Tingkat Batas Harga Minyak Rusia

Vasyl Hamiamin, Duta Besar Ukraina untuk Indonesia menilai pembukaan Pusat Studi Eropa dan Eurasia oleh Unair sebagai kampus tertua di Jawa Timur adalah langkah maju yang bagus bagi Unair karena Studi Eropa dan Eurasia mencakup wilayah yang sangat berpengaruh dan berlebihan untuk geopolitik modern.

“Ini seperti halnya kami ketika kami membuka Studi Asia Tenggara karena kami memang perlu memahami bahasa, budaya, psikologi, dan segalanya. Tapi, saya yakin itu akan menarik dan saya berharap sukses untuk pusat studi,” tutur diplomat dengan latar belakang Doktor Ilmu Sejarah tersebut.

Sebelumnya, diketahui FISIP UNAIR telah memiliki “Pusat Studi Afrika” (PUSAF) sehingga dengan adanya Pusat Studi Eropa dan Eurasia akan memperluas spektrum kajian FISIP Unair dalam tatanan geopolitik internasional.

Hadir dalam kegiatan tersebut, dosen Unair sekaligus Ketua “Pusat Studi Eropa dan Eurasia”, Radityo Dharmaputra, Irfan Wahyudi selaku Wakil Dekan III FISIP UNAIR dan Olga Bogdanova, Former Deputy Head of Academic Affairs, Johan Skytte Institute of Political Studies, Universitas Tartu Estonia, Paniola OU.(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas