Izinkan Ekspor Minyak ke Chevron, AS Tetap Terapkan Sanksi Venezuela
Washington melonggarkan pembatasan ekspor minyak Venezuela, tapi melarang negara itu mendapatkan keuntungan apapun dari ekspor minyaknya ke Amerika.
Penulis: Setya Krisna Sumarga
Caracas telah berada di bawah sanksi AS selama lebih dari 15 tahun. Washington menolak mengakui Nicolas Maduro sebagai presiden negara itu setelah pemilihan 2018.
Gedung Putih yang didukung negara-negara sekutunya di Eropa dan Amerika Selatan, hanya mengakui Kepala Majelis Nasional sebagai pemimpin sementara negara itu.
Akibatnya, semua aset pemerintah Venezuela dibekukan di AS dan segala transaksi dengan warga dan perusahaan AS dilarang.
Namun, terlepas dari tantangan politik dan sanksi berat yang diberlakukan pada pemerintahannya oleh barat, Maduro tetap berkuasa.
Ia masih dianggap sebagai presiden sah negara itu oleh sebagian besar negara di dunia. Maduro juga menjalin hubungan baik dengan Iran, China, dan Rusia.
Setelah dimulainya operasi militer Rusia di Ukraina pada Februari dan larangan berikutnya terhadap minyak Rusia, Washington beralih ke Venezuela untuk mendapatkan minyak.
Venezuela dulu dikenal sebagai negara yang berpotensi Makmur. Mereka konon adalah pemilik cadangan minyak terbesar kedua di dunia setelah Kanada.
AS memetik keuntungan dari krisis Ukraina, dan minyak yang akhirnya didapatkan dari sumber Venezuela.
Minyak itu dijual kembali dengan harga berlipat ke negara-negara Eropa yang kesulitan akibat memusuhi Rusia.
Guna menekan kesulitan, Maduro menyetujui kelonggaran itu, dan juga sepakat membentuk dana yang dikelola PBB untuk membiayai program kesehatan, makanan dan pendidikan menggunakan aset Venezuela yang dibekukan.
Sementara infratruktur pengolah minyaknya hancur karena sanksi, Venezuela mendapatkan minyak dari Iran, sekaligus mengekspor minyak mentahnya.(Tribunnews.com/Sputniknews/xna)