Aksi Protes Tentang Kebijakan Pembatasan Covid-19 China Makin Luas, Massa: Cabut Lockdown
Ratusan orang juga melakukan aksi protes di Wuhan pada Minggu (27/11/2022), tempat Covid-19 pertama kali muncul pada 2019.
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING – Aksi protes terhadap kebijakan pembatasan Covid-19 telah menyebar ke banyak kota di China.
Dilansir dari Aljazeera, ratusan mahasiswa dari Universitas Tsinghua Beijing berunjuk rasa di kampus mereka pada Minggu (27/11/2022), meneriakkan "kebebasan akan menang" dan menyerukan diakhirinya penguncian.
Unjuk rasa tersebut mengikuti demonstrasi pada Sabtu (26/11/2022) malam di Shanghai, kota terpadat dan pusat keuangan China, serta di sebuah universitas di timur kota Nanjing.
Baca juga: Shanghai Dilanda Protes saat Kemarahan atas Kebijakan Nol-Covid yang Menyebar ke Seluruh China
Adapun, ratusan orang juga melakukan aksi protes di Wuhan pada Minggu (27/11/2022), tempat Covid-19 pertama kali muncul pada 2019.
Berdasarkan rekaman video dari AFP, tampak sejumlah orang berkumpul di sebuah jalan di pusat kota Wuhan untuk meneriakkan keluh kesah mereka.
Kemudian, ratusan orang juga berkumpul di Jalan Wulumqi kota Shanghai untuk melakukan aksi protes.
Massa di Shanghai meneriakkan, “Cabut lockdown untuk Urumqi, cabut lockdown untuk Xinjiang, cabut lockdown untuk seluruh China!”, menurut sebuah video yang dikatakan sebagai demonstrasi yang beredar di media sosial.
Pada satu titik sekelompok besar pengunjuk rasa mulai berteriak, “Turunkan Partai Komunis China, turunkan Xi Jinping, bebaskan Urumqi!”
Sementara itu, pengunjuk rasa lain yang tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan kepada AP bahwa ada ribuan pengunjuk rasa yang lebih besar.
Melansir dari Bloomberg, unggahan video tentang aksi protes tersebut segera dihapus di media sosial, seperti yang biasa dilakukan Partai Komunis China untuk menekan kritik.
Seperti diketahui, ledakan kritik telah menandai perubahan tajam dalam opini publik.
Saat awal pandemi, pendekatan China untuk mengendalikan Covid-19 menuai pujian dari warganya karena berhasil menekan kasus kematian pada saat negara lain menderita gelombang infeksi yang mematikan.
Akan tetapi, dukungan untuk kebijakan khas Xi tentang "nol-Covid" perlahan mulai menghilang dalam beberapa bulan terakhir, karena Beijing terus mematuhi pembatasan bahkan saat dunia mencoba hidup berdampingan dengan virus corona.
Meski tergolong rendah menurut standar global, kasus infeksi Covid-19 di China telah mencapai rekor tertinggi selama berhari-hari, dengan hampir 40.000 kasus infeksi baru dilaporkan pada Minggu untuk hari sebelumnya.
Seorang Ahli Epidemiologi dan Peneliti Keamanan Kesehatan Global di Universitas Griffith, Dicky Budiman, mengatakan bahwa kebijakan Covid yang ketat di China telah menimbulkan dampak negatif pada kehidupan sehari-hari.
“Tiongkok adalah satu-satunya negara di dunia yang menerapkan kebijakan 'nol Covid' yang sangat ketat, tapi itu kurang efektif. Dengan munculnya sub-varian baru, tidak mungkin mencegah infeksi,” kata Budiman.
Sementara itu, The New York Times juga melaporkan bahwa aksi protes yang lebih kecil terjadi di Universitas Peking dan Universitas Teknologi Wuhan.