China Perketat Regulasi di Dunia Maya Menyusul Kemarahan Publik Terkait Kebijakan Nol-Covid
pengawas internet China meningkatkan regulasi dunia maya di tengah meningkatnya kemarahan publik terhadap pembatasan Covid-19 yang ketat di negara itu
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING - Pengguna internet di China akan segera dimintai pertanggungjawaban jika diketahui menyukai postingan yang dianggap ilegal atau berbahaya.
Keputusan tersebut memicu kekhawatiran bahwa ekonomi terbesar kedua di dunia berencana memperketat kontrol media sosial.
Melansir dari CNN, pengawas internet China meningkatkan regulasi dunia maya, ketika pihak berwenang mengintensifkan tindakan keras terhadap perbedaan pendapat di tengah meningkatnya kemarahan publik terhadap pembatasan Covid-19 yang ketat di negara itu.
Baca juga: Kota Guangzhou China Longgarkan Pembatasan Virus Corona setelah Protes Kebijakan Nol-Covid
Aturan baru itu mulai berlaku pada 15 Desember, sebagai bagian dari pedoman baru yang diterbitkan oleh Cyberspace Administration of China (CAC) awal bulan ini.
CAC beroperasi di bawah Komisi Urusan Dunia Maya Pusat yang diketuai oleh pemimpin China Xi Jinping.
Aturan baru itu menjadi sorotan di media sosial dalam beberapa hari terakhir, karena akan berlaku hanya beberapa minggu setelah gelombang kemarahan publik yang belum pernah terjadi sebelumnya mulai melanda negara itu.
Dari Kota Beijing hingga Shanghai, ribuan demonstran melakukan protes di lebih dari selusin kota di China selama akhir pekan kemarin, menuntut diakhirinya pembatasan Covid-19 yang ketat di negara itu dan menyerukan kebebasan politik.
Pengguna internet di China mengambil tangkapan layar mengenai konten-konten yang terkait dengan protes untuk mendukung tindakan tersebut dan menggunakan kode referensi dalam pesan untuk menghindari sensor regulator, sementara pihak berwenang berusaha keras untuk menghapus perbedaan pendapat di internet.
Baca juga: Pabrik Manufaktur China Berkontraksi, Turun ke Posisi Terendah Imbas Pembatasan Covid
Peraturan tersebut merupakan versi terbaru dari peraturan yang diterbitkan sebelumnya pada 2017.
Untuk pertama kalinya "menyukai" postingan publik harus diatur, bersama dengan beberapa komentar lainnya. Akun publik juga harus secara aktif memeriksa setiap komentar pada setiap postingan mereka.
Namun, aturan tersebut tidak menjelaskan jenis konten apa yang dianggap ilegal atau berbahaya.
“Menyukai sesuatu yang ilegal menunjukkan bahwa ada dukungan populer untuk isu yang diangkat. Terlalu banyak yang suka dapat memicu kebakaran padang rumput,” kata profesor emeritus di Universitas Sains dan Teknologi Hong Kong, David Zweig, merujuk pada ungkapan China mengenai bagaimana satu percikan api dapat memicu kobaran api yang jauh lebih besar.
“Ancaman terhadap (Partai Komunis Tiongkok) berasal dari kemampuan berkomunikasi lintas kota. Pihak berwenang pasti sangat ketakutan ketika begitu banyak orang di banyak kota keluar pada saat yang bersamaan,” sambungnya.
Analis mengatakan, peraturan baru itu merupakan tanda bahwa pihak berwenang meningkatkan tindakan keras terhadap perbedaan pendapat.
Baca juga: Protes Covid China Meningkat, Pendemo dan Aparat Kembali Baku Hantam di Guangzhou
“Pihak berwenang sangat prihatin dengan penyebaran kegiatan protes, dan cara pengendalian yang penting adalah menghentikan komunikasi calon pengunjuk rasa termasuk laporan kegiatan protes dan seruan untuk bergabung dengan mereka,” kata pensiunan profesor ilmu politik di Universitas Kota Hong Kong, Joseph Cheng.
“Kontrol dunia maya ini merupakan pelajaran penting yang diserap dari kegiatan protes seperti Musim Semi Arab ,” tambahnya, merujuk pada protes yang melanda Tunisia, Mesir, Libya, Suriah, Yaman, Bahrain, dan provinsi timur Arab Saudi pada 2011.
Sementara menurut pendiri dan CEO perusahaan konsultasi manajemen risiko yang berbasis di New York, Strategy Risks, Isaac Stone Fish, setelah protes Covid-19 meluas di China, otoritas kemungkinan akan memperketat regulasi di dunia maya.
“Yang penting untuk diperhatikan adalah bahwa setelah protes (China), kita kemungkinan akan melihat kebijakan yang lebih agresif di dunia maya China, terutama jika protes meluas,” kata Isaac Stone Fish.
Dalam beberapa tahun terakhir, China secara bertahap mengintensifkan sensor media sosial dan platform online lainnya, termasuk meluncurkan tindakan keras terhadap situs keuangan dan penggemar tertentu yang sulit diatur.
Tahun ini, kebijakan nol-Covid yang ketat di negara itu dan pengamanan masa jabatan ketiga yang bersejarah oleh pemimpin China Xi Jinping telah memicu ketidakpuasan dan kemarahan banyak pengguna online.
Baca juga: Otoritas China Mulai Selidiki Pengunjuk Rasa yang Menentang Kebijakan Pembatasan Covid-19
Namun di bawah sensor internet yang semakin ketat, banyak suara perbedaan pendapat telah dibungkam.
Lebih Banyak Aturan
Menurut peraturan, semua situs online diharuskan memverifikasi identitas asli pengguna sebelum mengizinkan mereka mengirimkan komentar atau menyukai postingan.
Pengguna harus diverifikasi dengan memberikan ID pribadi, nomor ponsel, atau nomor kredit sosial mereka.
Semua platform online harus membentuk "tim pemeriksaan dan penyuntingan" untuk memantau, melaporkan, atau menghapus konten secara real-time. Secara khusus, komentar pada portal berita harus ditinjau oleh pemilik situs sebelum ditampilkan di internet.
Baca juga: Di Balik Aksi Protes Pekerja Pabrik Foxconn di China: Ketidakpercayaan hingga Pembatasan Covid-19
Semua platform juga perlu mengembangkan sistem peringkat kredit untuk pengguna berdasarkan "komentar dan suka" mereka. Pengguna dengan peringkat buruk yang dijuluki "tidak jujur" akan ditambahkan ke daftar blokir dan dilarang menggunakan platform atau mendaftarkan akun baru.
Namun, para analis juga mempertanyakan seberapa praktis penerapan aturan baru itu, mengingat kemarahan publik telah meluas dan penegakan ketat persyaratan pada sensor ini akan memerlukan sumber daya yang signifikan.
“Hampir tidak mungkin untuk menghentikan penyebaran kegiatan protes karena ketidakpuasan terus menyebar. Orang yang marah bisa menggunakan berbagai cara untuk berkomunikasi dan mengungkapkan perasaan mereka,” kata Joseph Cheng.
“Pencegah utama terletak pada persepsi bahwa rezim Partai (Komunis) masih memegang kendali dan sanksinya berat,” jelasnya.
Baca juga: Gelar Aksi Solidaritas, Masyarakat Hongkong Turut Protes Pembatasan Ketat Covid-19 China
Seorang profesor Studi China di University of Technology Sydney, Chongyi Feng, mengatakan bahwa "sangat sulit" sekarang bagi publik China untuk menyuarakan keluhan dan kemarahan mereka.
“Pemolisian dunia maya oleh otoritas Tiongkok sudah di luar batas, tetapi itu tidak menghentikan warga Tiongkok yang pemberani untuk menantang rezim,” katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.