Impor AS dari Rusia, Terutama Pupuk dan Baja, Naik Berlipat pada Oktober 2022
Biro Sensus AS mencatat angka impor produk Rusia oleh AS naik berlipat pada Oktober 2022. Utamanya produk energi, pupuk, besi dan baja.
Penulis: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW – Memimpin upaya mencekik ekonomi Rusia dan mendukung perlawana Ukraina, AS mencatatkan peningkatan angka impor dari Rusia pada Oktober 2022.
Data Biro Sensus AS menunjukkan pada Oktober 2022, nilai impor AS dari Federasi Rusia lebih dari dua kali lipat impor bulan sebelumnya.
Data defisit perdagangan AS-Rusia menunjukkan pada September, AS mengimpor barang senilai $332,1 juta dari Rusia.
Tetapi pada Oktober, AS mengimpor barang senilai $732 juta - peningkatan sebesar $400 juta.
Namun, total volume perdagangan masih jauh di bawah Januari, ketika AS mengimpor barang-barang Rusia senilai $1,2 miliar.
Baca juga: OPEC+ Siap Mempertahankan Target Produksi Minyak di Tengah Pembatasan Harga Minyak Rusia
Baca juga: India Pertahankan Impor Minyak Rusia, Tolak Kebijakan Eropa soal Pembatasan Impor 60 Dolar per Barel
Baca juga: Fakta-fakta Batas Harga Minyak Rusia yang Ditetapkan G7, Uni Eropa, dan Australia
Setelah Moskow meluncurkan operasi khususnya di Ukraina pada Februari, pemerintahan Biden memutuskan pembatasan perdagangan beberapa barang.
Terutama produk minyak bumi, gas, dan batu bara, tetapi juga produk makanan laut, alkohol, dan berlian non-industri.
Meskipun data spesifik Oktober belum tersedia, data September menunjukkan pupuk merupakan impor terbesar AS.
Bahkan lebih besar dari yang terlihat di Februari. Besi dan baja, serta logam nonferrous, juga merupakan bagian yang cukup besar dari pembelian AS dari Rusia.
AS telah mencoba mendorong boikot ekspor energi Rusia ke negara lain, sejauh ini tidak banyak berhasil.
Uni Eropa dan India tetap menjadi pelanggan utama energi Rusia, meskipun Uni Eropa telah berusaha mengikuti jejak Washington.
Sanksi bertubi terhadap Rusia sebaliknya berdampak buruk pada ekonomi dan masyarakat Eropa, memunculkan keresahan besar-besaran.
Pada Senin lalu, blok G7 yang terdiri AS, Jepang, dan beberapa negara Eropa Barat, secara resmi memberlakukan batas harga $60 per barel untuk pembelian minyak Rusia.
Sanksi ala Uni Eropa dan G7 itu menurut pakar dapat menghasilkan hasil yang tidak diharapkan oleh sebagian besar negara industry.
Hal ini dikemukakan Demostenes Floros, ekonom energi senior di CER-Centro Europa Ricerche dan profesor kontrak Master "Hubungan Internasional Italia-Rusia Universitas Bologna, Italia.
Dalam jangka pendek harga minyak tidak mungkin meningkat pesat setelah diperkenalkannya batas $60.
Namun, jika menyangkut konsekuensi jangka panjang, akan ada dua faktor lain yang perlu dianalisis, menurut akademisi tersebut.
Pertama permintaan China, yang kemungkinan akan naik setelah pelonggaran pembatasan COVID-19.
Kedua, keputusan output klub OPEC+ selama pertemuan berikutnya adalah masalah yang sangat penting.
"Berkenaan dengan jebakan dan jebakan politisasi pasokan energi, risikonya adalah mengacaukan pasar setelah destabilisasi sebelumnya yang dialami pasar selama krisis COVID. Dan ini tentu saja akan menjadi situasi yang sangat buruk," kata akademisi tersebut memperingatkan.
Dia mencatat setiap kenaikan biaya minyak di UE pada saat dirugikan oleh inflasi dan resesi yang sedang berlangsung akan berdampak negatif pada ekonomi blok tersebut.
Floros menjelaskan 43 persen inflasi UE terkait harga energi, sementara hanya 17 persen inflasi AS disebabkan harga energi dan ini merupakan perbedaan yang sangat besar antara Uni Eropa dan AS.
"Saya pikir batas harga akan meningkatkan pembagian di dalam anggota UE, terutama jika mereka tidak menyetujui batas harga gas yang akan mereka diskusikan pada 13 Desember," perkiraan Floros.
"Uni Eropa mungkin memiliki masalah dalam membeli jumlah solar yang dibutuhkannya. Ini mungkin masalah terbesar yang harus dihadapi UE setelah 5 Februari. Tak kalah pentingnya, saya pikir harga akan naik, terutama jika produsen OPEC+ tidak akan mengkompensasi produksi Rusia."
Di bawah kebijakan G7, yang diikuti oleh Australia dan UE, kapal tanker yang membawa minyak mentah Rusia dilarang mendapatkan asuransi maritim barat kecuali jika minyak dijual di bawah batas harga G7.
Kebijakan itu bertujuan melucuti Rusia, setidaknya sebagian dari pendapatannya untuk hidrokarbon.
Namun, Moskow telah menjelaskan bahwa mereka tidak akan menjual minyak mentahnya kepada siapa pun yang menerapkan tindakan tersebut.
Gagasan pembatasan harga sangat bertentangan tatanan global berbasis pasar bebas, sehingga menciptakan preseden yang berbahaya.(Tribunnews.com/Sputniknews/xna)