Pejabat Tinggi Uni Eropa Josep Borrel Dianggap Rasis dan Remehkan Rakyat Afrika
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrel mengatakan (rakyat) Afrika tidak tahu letak Donbass dan siapa Vladimir Putin.
Penulis: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, BRUSSEL - Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell, dinilai membuat komentar bernada merendahkan rakyat Afrika dan Balkan.
Gara-garanya, menurut Borrel, opini di kedua kawasan itu memberi nada positif pada Rusia dan Presiden Vladimir Putin, di tengah konflik Rusia-Ukraina.
Josep Borrel yang menyebut Eropa sebagai taman di tengah hutan, mengemukakan pendapatnya itu di depan sidang parlemen Uni Eropa, Kamis (8/12/2022).
Borrel menyepelekan rakyat di negara-negara Afrika yang mendukung Rusia, tidak mengetahui siapa Vladimir Putin atau di mana letak Donbass.
Selama sesi Komite Khusus Parlemen Uni Eropa tentang Interferensi Asing, Borrell menuduh Rusia mampu membelokkan kesalahan, memutarbalikkan kenyataan.
Baca juga: Rusia Sebut Badan HAM PBB Abaikan Pelecehan Terhadap Wanita Ukraina di Negara Uni Eropa
Baca juga: Uni Eropa telah Bekukan Aset Rusia Senilai 70 Miliar Dolar AS
Baca juga: Resesi di Depan Mata, Uni Eropa Diminta Bersiap Hadapi Petaka Musim Dingin
Borrel juga mengatakan, Rusia menemukan “penonton” di beberapa bagian dunia.
“Saya telah melihat di layar TV orang-orang muda Afrika ini di jalan-jalan di Bamako (ibu kota Mali) membawa papan bertuliskan “(Presiden Rusia Vladimir) Putin, terima kasih. Anda telah menyelamatkan Donbas dan sekarang Anda akan menyelamatkan kami.”.
“Ini mengejutkan. Anda bisa mempertimbangkan orang-orang ini tidak tahu di mana Donbas atau mungkin mereka bahkan tidak tahu siapa Putin," kata Borrel.
Pemimpin kebijakan luar negeri Uni Eropa itu juga berpendapat orang-orang seperti itu tidak hanya ada di Afrika tetapi juga di Balkan, di negara-negara yang mengejar keanggotaan Uni Eropa..
Ozlem Demirel, seorang anggota parlemen Uni Eropa, langsung mengecam ucapan Borrell, menyebutnya arogan.
"Sejujurnya, apa yang Anda katakan terdengar tidak sopan. Nada arogan dan kurangnya rasa hormat terhadap Afrika memiliki konsekuensi,” kata Demirel.
“Itulah mengapa tidak mengherankan ketika orang Afrika kecewa, gugup dan kemudian meminta bantuan Rusia," lanjut Demirel.
Sejumlah negara Afrika, termasuk Mali mengakhiri Kerjasama operasi militer antiterror dengan Prancis. Prancis pun telah menarik pasukan dari Mali yang diterjunkan di Operasi Barkhane.
Sejumlah negara bekas koloni Prancis juga mulai bersikap sama, menyaksikan kegagalan demi kegagalan dunia barat di benua Afrika.
Pengaruh Rusia meningkat cepat di Afrika, mengisi kekosongan yang ditinggalkan kekuatan barat. Termasuk kehadiran kontraktor keamanan swasta Rusia, seperti di Afrika Tengah.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova juga mengkritik Borrell dan menyebutnya seorang tukang kebun yang menyamar sebagai perwakilan tinggi urusan luar negeri Uni Eropa.
Zakharova mengingatkannya para pemimpin barat, termasuk seperti Borrel, jelas tidak memiliki pengetahuan geopolitik.
Di saluran Telegramnya, Zakharova membuat catatan, "Josep, jangan mengukur orang dengan diri sendiri. Degradasi kolektif barat tidak berarti proses yang sama di negara lain,” tulis Zakharova.
“Izinkan saya mengingatkan Anda bagaimana Perdana Menteri Inggris tidak bisa membedakan Laut Baltik dari Laut Hitam, Ketua DPR AS memuji Wuhan alih-alih Ukraina, Presiden AS bingung membedakan Kamboja dengan Kolombia," lanjut Zakharova.(Tribunnews.com/AlMayadeen/RussiaToday/xna)