Turki Inginkan Diskon Besar Lebih dari 25 Persen untuk Gas Rusia
Pejabat senior Turki mengatakan negaranya mencari potongan harga lebih dari 25 persen untuk gas alam Rusia.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, ANKARA - Pejabat senior Turki mengatakan negaranya mencari potongan harga lebih dari 25 persen untuk gas alam Rusia.
Hal ini dilaporkan Bloomberg pada Kamis lalu, mengutip pernyataan pejabat senior itu.
Masalah ini dikabarkan dibahas pada Jumat kemarin selama pembicaraan bilateral yang diadakan oleh Turki.
Dikutip dari laman Russia Today, Sabtu (10/12/2022), menurut pejabat yang berbicara tanpa menyebutkan nama, Turki ingin diskon diterapkan pada pembayaran 2023 dan untuk beberapa pembayaran sebelumnya yang dilakukan tahun ini secara retrospektif.
Baca juga: Update Perang Rusia-Ukraina Hari ke-289: Pasukan Rusia Pasang Peluncur Roket di PLTN Zaporizhzhia
Negara itu tampaknya akan meminta penangguhan pembayaran hingga 2024, jika gagal mengamankan pengurangan pada tingkat yang diinginkan.
Perlu diketahui, Rusia memasok hampir setengah dari total volume gas impor Turki pada tahun lalu, yang dilaporkan berjumlah 59 miliar meter kubik.
Menurut Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, total tagihan energi negara untuk 2022 bisa mencapai 100 miliar dolar Amerika Serikat (AS), dua kali lipat dari jumlah tahun lalu.
Hubungan ekonomi dan energi antara Rusia dan Turki telah berkembang akhir-akhir ini karena Rusia mencari pasar baru untuk ekspornya di tengah sanksi yang diterapkan negara Barat atas invasi Rusia ke Ukraina.
Erdogan sebelumnya menyambut baik usulan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk membuat pusat distribusi gas alam di Turki.
Ini akan memungkinkan Rusia mengalihkan transit dari pipa gas Nord Stream yang rusak ke wilayah Laut Hitam.
Kedua negara juga sedang mengerjakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) senilai 20 miliar dolar AS di Pantai Mediterania Turki.
Turki pun telah mengajukan permohonan kepada Rosatom milik negara Rusia untuk membangun reaktor kedua.