Belanda Minta Maaf Atas Perbudakan di Masa Lalu, Termasuk Indonesia dan Afrika
Belanda minta maaf atas perbudakan di masa lalu, termasuk Indonesia dan Afrika. Belanda menjual budak pada abad ke 17-18 dan menjajah Hindia Belanda.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Belanda Mark Rutte meminta maaf atas perbudakan masa lalu yang dilakukan Belanda di Afrika dan Hindia Belanda atau Indonesia.
Permintaan ini ia sampaikan saat berpidato di kantor Arsip Nasional Belanda di Den Haag, Senin (19/12/2022).
Perkataan Mark Rutte ini adalah bentuk pengakuan pemerintah Belanda atas masa lalu kolonial Belanda.
Sekaligus, menjadi tanggapan atas laporan berjudul “Rantai Masa Lalu” oleh Grup Dialog Sejarah Perbudakan, yang diterbitkan pada Juli 2021.
“Selama berabad-abad di bawah otoritas negara Belanda, martabat manusia dilanggar dengan cara yang paling mengerikan,” kata Mark Rutte.
Baca juga: Nurul Arifin: Selain Minta Maaf, Belanda Harus Kembalikan Aset Bangsa Indonesia yang Masih Dikuasai
“Dan pemerintah Belanda berturut-turut setelah tahun 1863 gagal untuk melihat dan mengakui secara memadai bahwa perbudakan kita di masa lalu terus memiliki efek negatif dan masih demikian. Untuk itu saya menyampaikan permintaan maaf kepada pemerintah Belanda,” lanjutnya.
"Today I apoligize (hari ini, saya minta maaf)," kata Mark Rutte dalam bahasa Inggris, seperti diberitakan CNN Internasional.
Ia mengakui, negara Belanda dan perwakilannya memfasilitasi, merangsang, memelihara, dan mengambil keuntungan dari perbudakan selama berabad-abad.
"Selama berabad-abad, atas nama Negara Belanda, manusia dijadikan komoditas, dieksploitasi, dan dilecehkan,” kata Mark Rutte.
Mark Rutte mengatakan perbudakan ini memberikan dampak negatif yang luas kepada banyak pihak.
“Memang benar bahwa tidak ada seorang pun yang hidup sekarang yang secara pribadi disalahkan atas perbudakan. Tetapi juga benar bahwa Negara Belanda, dalam semua manifestasinya sepanjang sejarah, memikul tanggung jawab atas penderitaan mengerikan yang diderita para budak dan keturunan mereka,” katanya.
Baca juga: Ketum PSSI Sambut Rafael Struick Seperti Layaknya Anak Sendiri Membuat Keluarganya di Belanda Nyaman
Perbudakan Belanda di Masa Lalu
Belanda telah mendapat banyak keuntungan dari memperjualbelikan budak pada abas ke-17 dan 18.
Mereka mengangkut budak dari Afrika ke Amerika.
Belanda tidak melarang perbudakan di wilayahnya sampai tahun 1863, saat perbudakan menjadi ilegal di Belanda.
Pedagang Belanda diperkirakan telah mengirim lebih dari setengah juta orang Afrika yang diperbudak ke Amerika.
Banyak budak Afrika yang dikirim ke Brasil dan Karibia, seperti diberitakan PBS.
Sementara sejumlah besar orang Asia yang diperbudak berada di Hindia Belanda atau yang sekarang menjadi Indonesia.
Mark Rutte juga mengakui pemerintah Belanda menutupi peran Belanda dalam perdagangan budak, terutama pada generasi muda di Belanda.
Baca juga: Bertemu dengan PM Belanda, Jokowi Berharap Kemitraan Asean dengan Uni Eropa Lebih Diperkuat
Dalam pidatonya, Mark Rutte menggambarkan bagaimana lebih dari 600.000 pria, wanita, dan anak-anak Afrika dikirim, seperti ternak.
Sebagian besar dari mereka dikirim ke bekas koloni Suriname oleh pedagang budak Belanda.
Menjelang pidato Mark Rutte, Waldo Koendjbiharie, seorang pensiunan yang lahir di Suriname dan tinggal bertahun-tahun di Belanda, mengatakan permintaan maaf saja tidak cukup.
“Ini tentang uang. Permintaan maaf adalah kata-kata dan dengan kata-kata itu, Anda tidak bisa membeli apa pun,” kata Waldo Koendjbiharie.
Setelah berpidato, Mark Rutte mengatakan pemerintah tidak menawarkan kompensasi kepada orang, cucu atau cicit dari orang yang diperbudak.
Sebaliknya, mereka membentuk dana 200 juta euro untuk prakarsa membantu mengatasi warisan perbudakan di Belanda dan bekas jajahannya dan untuk meningkatkan pendidikan tentang masalah ini.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Artikel lain terkait Penjajahan Belanda
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.