Pemerintah Jepang akan Ajukan Amandemen Undang-Undang Kontrol Imigrasi dan Pengungsi
Pemerintah Jepang telah memutuskan untuk mengajukan kembali RUU untuk mengubah Undang-Undang Kontrol Imigrasi dan Pengungsi.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Pemerintah Jepang telah memutuskan untuk mengajukan kembali Rancangan Undang-undang (RUU) untuk mengubah Undang-Undang Kontrol Imigrasi dan Pengungsi.
RUU ini akan disampaikan ke sesi biasa Diet (parlemen) yang dijadwalkan pada 23 Januari 2023.
"Menurut garis besar RUU yang diungkapkan melalui wawancara dengan orang-orang yang terlibat, kerangka RUU lama yang dihapuskan dua tahun lalu akan dipertahankan, dan berapa kali ketentuan untuk tidak dideportasi saat mengajukan status pengungsi akan dibatasi. Hal ini untuk membatasi jumlah penahanan jangka panjang, agar segera dapat dipulangkan ke negeri asalnya," papar sumber Tribunnews.com, Kamis (12/1/2023).
Beberapa di antaranya telah direvisi untuk memasukkan sistem di mana kebutuhan penahanan ditinjau setiap tiga bulan.
Baca juga: 5 Lokasi Pangkalan Mobil Terbang Komersial Jepang di Expo 2025, di Antaranya Universal Studios Japan
Demonstran memprotes usulan amandemen Undang-Undang Kontrol Imigrasi RUU lama karena "memperkuat pengecualian orang asing" dan "tidak memenuhi standar hak asasi manusia internasional."
Perdebatan sengit dalam Diet diharapkan muncul atas RUU baru, yang tidak akan mengubah kerangka kerjanya.
Kementerian Kehakiman menjelaskan bahwa tujuan revisi undang-undang tersebut adalah untuk menyelesaikan masalah bahwa sekitar 3.000 orang menolak untuk dideportasi.
Secara khusus, di bawah undang-undang saat ini, deportasi ditangguhkan secara seragam selama proses status pengungsi (visa suaka) dan permohonan suaka untuk menghindari deportasi berulang kali digunakan secara akal-akalan oleh banyak orang dan agen tenaga kerja yang tidak benar.
RUU lama yang diajukan ke sesi biasa Diet pada tahun 2021 termasuk membatasi aplikasi suaka yang akan menangguhkan deportasi hingga dua kali kecuali ada alasan yang baik.
Hal kedua, menciptakan sistem ketertiban dengan hukuman (hingga satu tahun penjara) yang mewajibkan orang untuk meninggalkan fasilitas jika mereka menghalangi deportasi mereka dengan kekerasan di pesawat.
Baca juga: Jumlah Kematian Harian Akibat Covid-19 di Jepang Naik Jadi 500
Kemudian memperkenalkan "langkah-langkah pengawasan" untuk tinggal di luar fasilitas di bawah pengawasan "pengawas" seperti pendukung dan kerabat dalam masa peralihan saat penahanan.
Tidak sedikit agen tenaga kerja Indonesia memanfaatkan visa suaka yang berakhir dengan pemulangan mereka.
Sementara itu untuk info lengkap terkait beasiswa, upaya belajar bahasa Jepang yang lebih efektif serta belajar gratis di sekolah bahasa Jepang, silakan email: info@sekolah.biz dengan subject: Belajar bahasa Jepang.