WHO Sarankan Negara-negara Memiliki Persediaan Obat-obatan untuk Antisipasi Kasus Darurat Nuklir
WHO sebut penting bagi negara-negara untuk memiliki 'persediaan obat penyelamat jiwa yang akan mengurangi risiko dan mengobati cedera akibat radiasi'.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JENEWA - Akhir-akhir ini banyak orang yang merasa sangat khawatir ketegangan global kian memburuk dan akhirnya menimbulkan bencana nuklir.
Saat situasi memburuk, orang akan mengalihkan perhatian ke krisis emosional di sekitar mereka.
Pada Jumat lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperbaharui daftar obat-obatan yang direkomendasikan untuk digunakan mengobati paparan radioaktif dan keadaan darurat nuklir.
Ini direkomendasikan untuk pertama kalinya sejak 2017.
Baca juga: Ilmuwan Australia Kembangkan Robot untuk Pantau Keamanan di Fasilitas Nuklir
Juru bicara WHO Margaret Harris mengatakan bahwa membutuhkan waktu lebih dari dua tahun untuk mempersiapkannya.
Dikutip dari laman Sputnik News, Minggu (29/1/2023), menurut penjabat Asisten Direktur Jenderal WHO, Dr Maria Neira, penting bagi negara-negara untuk memiliki 'persediaan obat penyelamat jiwa yang akan mengurangi risiko dan mengobati cedera akibat radiasi'.
"Dalam keadaan darurat radiasi, orang dapat terpapar radiasi pada dosis mulai dari yang dapat diabaikan hingga yang mengancam jiwa. Pemerintah perlu menyediakan perawatan bagi mereka yang membutuhkan secara cepat," kata Neira.
Perawatan ini 'mencegah atau mengurangi paparan radiasi' dan juga digunakan untuk perawatan jika paparan tersebut terjadi.
Menurut WHO, banyak negara tidak memiliki kesiapan esensial untuk keadaan darurat.
Beberapa 'skenario potensial' untuk keadaan darurat tersebut di antaranya kecelakaan di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), fasilitas medis maupun penelitian, lalu saat bahan radioaktif itu sedang diangkut, serta penggunaan bahan tersebut secara sengaja dengan tujuan jahat.