2 Tahun pasca-Kudeta Myanmar, Junta Militer Janji Adakan Pemilihan Umum
2 tahun pasca kudeta Myanmar, Junta Militer berjanji mengadakan pemilihan umum. Darurat nasional Myanmar berakhir hari ini, 1 Februari 2023.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Pemimpin Junta Militer Myanmar, Min Aung Hlaing, menjanjikan adanya pemilihan umum setelah masa darurat nasional berakhir pada peringatan dua tahun kudeta Myanmar pada hari ini, Rabu (1/2/2023).
Jenderal tertinggi Myanmar itu adalah pemimpin kudeta pada Februari 2021.
Penggulingan Presiden Aung San Suu Kyi menggagalkan satu dekade reformasi.
Myanmar berada dalam kekacauan sejak kudeta.
Termasuk kekacauan politik yang mempengaruhi kestabilan nasional, dikutip dari Reuters.
Baca juga: VIDEO Jadi Ketua ASEAN, Jokowi Tak Akan Undang Junta Militer Myanmar
Militer Myanmar akan mengeluarkan pernyataan pada hari Rabu (1/2/2023) yang dapat memutuskan apakah akan memperpanjang keadaan darurat, menjelang jajak pendapat yang dijanjikan tahun ini.
Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional (NDSC) tentara bertemu pada hari Selasa (31/1/2023) untuk membahas situasi di Myanmar termasuk tindakan Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) atau pemerintahan bayangan.
"Keadaan yang tidak biasa dari negara di mana mereka melakukan upaya untuk merebut kekuasaan negara dengan cara pemberontak dan teror (dibahas)," kata media Myawaddy milik militer pada hari Selasa (31/1/2023).
Myawaddy melaporkan NDSC berencana merilis "pernyataan yang diperlukan" pada 1 Februari 2023, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Baca juga: Ingin ASEAN Jadi Pusat Perdamaian Dunia, Jokowi Ogah Undang Junta Militer Myanmar
Junta Militer Myanmar Siapkan Pemilu
Keadaan darurat yang diberlakukan junta akan berakhir pada akhir Januari 2023.
Berakhirnya keadaan darurat ini menyusul konstitusi Myanmar yang mendesak untuk mengadakan pemilihan baru, dikutip dari Reuters.
Pemerintah junta tertinggi Min Aung Hlaing belum menetapkan tanggal.
Namun, pekan lalu ia memberikan waktu dua bulan kepada semua partai politik yang ada dan calon untuk mendaftar ke komisi pemilihannya.
Para negosiator militer sedang bekerja untuk menggabungkan konstituen yang cukup besar untuk membuat pemilu kredibel.
Termasuk kelompok pemberontak etnis yang tidak ikut campur dalam kekacauan pasca-kudeta, dan partai-partai regional yang lebih kecil.
Baca juga: Jadi Ketua ASEAN, Indonesia Tidak Akan Undang Junta Myanmar dalam Setiap Pertemuan
Ancaman Junta Militer saat Pemilu
Meski Junta Militer Myanmar telah merencanakan pemilihan umum, namun masyarakat masih meragukan kondisi saat pemilu.
Menurut Htwe Htwe Thein dari Universitas Curtin di Australia, pemungutan suara kemungkinan besar tidak mungkin dilakukan di banyak daerah di Myanmar.
"Di daerah yang mereka kuasai, ada kemungkinan orang bisa dipaksa untuk memilih, dan memilih partai atau partai yang berafiliasi dengan junta," katanya, dikutip dari France 24.
"Orang-orang pasti akan berasumsi bahwa mereka sedang diawasi - dan mungkin ada hukuman karena tidak memberikan suara atau memberikan suara menentang junta."
Ancaman juga dibuat oleh pejuang anti-kudeta terhadap mereka yang bekerja sama dengan pemilu.
Media lokal Myanmar melaporkan beberapa serangan terhadap tim yang memverifikasi daftar pemilih di pusat komersial.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Junta Militer Myanmar