Pakar Perang Prediksi Skenario Konflik Rusia-Ukraina Setelah Peringatan 1 Tahun Invasi
Para pakar perang memprediksi skenario selanjutanya setelah perang Rusia-Ukraina memasuki peringatan satu tahun pada Jumat (24/2/2023) besok.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Rusia, Vladimir Putin membela operasi militer khusus yang diperintahkannya pada 24 Februari 2022.
Dalam peringatan setahun invasi Rusia ke Ukraina, ribuan warga sipil dan tentara Ukraina tewas dalam perang.
Perang Rusia-Ukraina juga meningkatkan ketegangan antara Rusia dan Barat ke titik tertinggi sepanjang masa.
Jumat (24/2/2023) merupakan peringatan pertama perang yang dicemaskan komunitas internasional.
Perdamainan tampaknya masih sangat jauh dari jangkauan.
Lalu, apa yang mungkin akan terjadi setelah peringatan satu tahun invasi Rusia ke Ukraina?
Baca juga: Jelang 1 Tahun Invasi Rusia ke Ukraina, Biden Sebut Perang Takkan Pernah Jadi Kemenangan bagi Rusia
Al Jazeera meminta beberapa pakar membagikan pandangan mereka, berikut ini rangkumannya seperti dikutip Tribunnews.com, pada Selasa (21/2/2023):
1. Rusia dan Ukraina sama-sama tidak memiliki cukup senjata
Seorang sejarawan di Universitas Bremen Jerman, Nikolay Mitrokhin menyebut skenario besar - baik Rusia maupun Ukraina tidak dapat dicapai dalam perang ini.
"Rusia hampir tidak mampu menduduki seluruh wilayah Donbas, apalagi menghancurkan Ukraina sebagai sebuah bangsa," ucapnya.
"Perang mungkin akan berakhir pada akhir 2023 atau 2024 karena kedua belah pihak akan kehabisan sumber daya," paparnya.
"Alasan utamanya adalah Ukraina dan Rusia sama-sama tidak memiliki cukup senjata, amunisi, dan prajurit untuk mencapai apa yang mereka tuju," imbuhnya.
Mitrokhin mengaku melihat ada tiga skenario konkret.
Baca juga: Jelang Setahun Invasi Rusia, Joe Biden Tegaskan Dukungan AS untuk Ukraina
- Skenario pesimistis
Rusia menghancurkan pertahanan Ukraina di utara garis depan Lyman.
Serangan Rusia menghancurkan pertahanan di selatan dan mengepung Zaporizhzhia.
"(Skenario tersebut) dapat menghancurkan mereka di tengah dan mencapai Kramatorsk dan Sloviansk, Mungkin setelah dikuasai, Ukraina ditawari gencatan senjata yang stabil," katanya.
- Skenario kedua
Mitrokhin kemudian menjelaskan skenario kedua atau yang paling mungkin.
Baca juga: Bawa Pesan Khusus, Menlu China Tiba di Moskow Jelang Peringatan Setahun Invasi Rusia-Ukraina
"Meskipun ada pertempuran besar-besaran di selatan, front di sana tetap stabil," ucapnya.
"Pasukan Rusia mencapai Sloviansk dan Kramatorsk tetapi tidak dapat merebutnya," bebernya.
"Di sisi utara, Rusia merebut Lyman," imbuhnya.
- Skenario ketiga
Lalu skenario ketiga, Mitrokhin menyebut pasukan Ukraina menghabisi Rusia di front selatan, seperti melakukan operasi pasukan terjun payung yang berhasil melintasi Sungai Dnieper, membebaskan sebagian atau seluruhnya di selatan Ukraina.
"Di utara, mereka berhasil merebut Svatove dan mencapai bagian belakang Lysychansk-Severodonetsk, setelah itu Rusia menarik pasukannya," ucapnya.
"Itulah titik di mana Barat menawari kesepakatan - perdamaian dengan imbalan reparasi dan menjaga Krimea di bawah kendali Rusia," katanya.
Baca juga: Joe Biden Sebut Pasukan Rusia Berantakan setelah Setahun Perang di Ukraina
"Di situlah kelanjutan mungkin terjadi, Ukraina tidak setuju dengan itu dan menghancurkan Jembatan Krimea dengan rudal jarak jauh," tuturnya.
"Putin dapat memerintahkan untuk menggunakan senjata nuklir taktis melawan Ukraina atau secara meyakinkan menunjukkan kepada Barat kemungkinan untuk melakukannya," imbuhnya.
"Kemudian gencatan sejata akan dibuat di bawah kondisi sebelumnya atau di bawah kondisi yang lebih ketat di pihak Rusia," ucapnya.
2. Tujuan perang Rusia tidak berubah: menghancurkan Ukraina
Seorang analis pertahanan di Jamestown Foundation, Pavel Luzin menyebut bahwa tujuan perang Rusia tidak berubah, yakni menghancurkan Ukraina.
"Skenario utamanya sama - eskalasi," katanya.
"Rusia melakukan upaya serius pertamanya pada musim gugur dan melakukan yang kedua sekarang," ucapnya.
Baca juga: Jelang Peringatan Satu Tahun Invasi, Vladimir Putin Sebut Barat Penyulut Perang di Ukraina
Menurutnya, tujuan Rusia adalah memaksa Ukraina memberi Rusia jeda dalam kondisi yang dapat diterima.
"Sehingga Rusia dapat 'mengobati lukanya' dan menunggu saat yang tepat - dalam arti serangan baru.
"Tujuan perang Rusia tidak berubah, (masih) tentang menghancurkan Ukraina," tegasnya.
"Orang tidak boleh mengabaikan kemampuan Rusia untuk menciptakan kembali semuanya," jelasnya.
3. Mantan tentara Wagner: Rusia belum siap berperang
Seorang mantan tentara bayaran Wagner, Marat Gabidulin menyebut Rusia belum siap berperang.
“Kedua belah pihak kekurangan sumber daya dan kemampuan untuk memulai serangan yang menentukan untuk memecahkan situasi yang menguntungkan mereka," ucapnya.
“Tentara (Rusia) belum siap berperang. Mereka membuat kesimpulan, memperbaiki situasi, memperbaiki beberapa kesalahan, tetapi tidak signifikan," jelasnya.
“Bahkan sebelum (perang), saya berasumsi bahwa tentara Ukraina mampu melawan agresi bersenjata," katanya.
Baca juga: Ini Pesan Vladimir Putin ke Elite Rusia Jelang Satu Tahun Invasi ke Ukraina
Menurutnya, tentara Ukraina tidak seperti tahun 2014.
"Mereka memperoleh kekuatan, memperoleh pengalaman, dimodernisasi," katanya.
Ia juga mengatakan Ukraina menunjukkan ketangguhan dan tekad mereka untuk terus membela negara, berperang.
"(Mungkin) perang akan berubah menjadi perang posisi tetapi banyak tergantung pada sejauh mana Barat akan memasok tentara Ukraina dengan peralatan dan senjata, dan bagaimana tentara Ukraina dapat belajar menggunakan senjata ini dan mengintegrasikannya," jelasnya.
“Persenjataan modern membutuhkan waktu lama untuk dikuasai," imbuhnya.
"Jika (senjata) cocok dengan seluruh sistem pengorganisasian perang, pelaksanaannya, maka kemungkinan besar mereka dapat memulai serangan balasan yang menentukan dan mendorong pasukan Rusia keluar dari perbatasan negara [Ukraina].
“Keunggulan persenjataan Barat sudah jelas – tidak ada yang meragukannya,"
"Ukraina masih memiliki sumber daya manusia, mereka mampu melakukan mobilisasi tambahan, mengisi kembali kerugian mereka, membentuk jumlah unit [militer] yang diperlukan, melatih mereka dengan benar.
“Tapi sulit untuk memprediksi hal-hal karena Rusia juga tidak menarik napas terakhirnya," jelasnya.
Baca juga: Bawa Pesan Khusus, Menlu China Tiba di Moskow Jelang Peringatan Setahun Invasi Rusia-Ukraina
4. Tidak mungkin ada gencatan senjata
Seorang jurnalis Rusia, Farida Rustamova mengatakan bahwa berdasarkan informasi dari sumbernya, tidak mungkin ada gencatan senjata dalam perang Rusia-Ukraina.
"Posisi Putin stabil seperti sebelumnya," katanya.
"Pasukan yang ia gunakan untuk menegakkan kekuasaannya di Rusia, tidak berubah sedikit pun," jelasnya.
"Ia memberi mereka makan dengan baik, menaikkan gaji, menyediakan segala macam tunjangan lain," imbuhnya.
"Hal ini terlihat dengan rekor anggaran pertahanan keamanan beberapa tahun ke depan. Tidak ada oposisi serius yang dapat mematahkan cengkereman kekuasaannya saat ini di Rusia," paparnya.
“Perang berdampak besar pada masyarakat Rusia," katanya.
"Seperti yang ditunjukkan oleh survei sosiologis, kita dapat melihat beberapa kecenderungan," jelasnya.
“Saya pikir menilai dari bagaimana keadaannya, kita pasti akan melewati tahun perang lagi,"
"Suatu hari, (pemimpin Chechnya pro-Putin) Ramzan Kadyrov mengatakan operasi khusus hanya akan berakhir setelah satu tahun atau lebih. Pernyataan yang menarik, saya tidak yakin berdasarkan apa, tapi itu membuat penasaran," kenangnya.
“Tapi untuk saat ini sudah jelas, berdasarkan apa yang dikatakan sumber kami, gencatan senjata tidak mungkin," terangnya.
"Rusia masih berusaha maju, Ukraina tidak mau menyerah. Tampaknya hal-hal tidak akan tenang atau berhenti sejenak," paparnya.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)