Militer Myanmar Semakin Brutal, Belasan Warga Sipil Dibantai
Dua tahun berlalu, kekerasan militer di Myanmar masih terus terjadi dalam beberapa pekan terakhir.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, MYANMAR - Dua tahun berlalu, kekerasan militer di Myanmar masih terus terjadi dalam beberapa pekan terakhir.
Informasi terbaru, tentara Myanmar dilaporkan mengamuk di daerah perdesaan dan diyakini menyekap, memperkosa, dan membunuh belasan warga sipil.
Warga desa dan kelompok antijunta militer menyebut sebagian korban terlihat disiksa sebelum dibunuh.
Pekan lalu pasukan Myanmar membantai sedikitnya 17 orang di Desa Nyaung Yin dan Tar Taing, wilayah Sagaing, tengah Myanmar.
Baca juga: Pertemuan Menlu AS dan Menlu RI di India Bahas ASEAN, Afghanistan Hingga Myanmar
Temuan itu diungkapkan oleh kelompok antijunta dan penduduk setempat.
Melansir Associated Press, Senin (6/3/2023), berdasarkan laporan petinggi kelompok Pasukan Pertahanan Rakyat dan laporan media independen Myanmar, tentara yang terlibat dalam serangan ke warga desa adalah bagian dari sekitar 90 serdadu yang diterjunkan menggunakan lima helikopter ke wilayah itu pada 23 Februari 2023.
Kelompok pemberontak menemukan jasad 14 orang, termasuk tiga perempuan di pulau kecil di sebuah sungai di Nyaung Nin, Kamis (2/3/2023).
Jasad tiga laki-laki kemudian ditemukan di Tar Taing, dua diantaranya adalah anggota kelompok antijunta.
Kelompok antijunta melaporkan salah satu korban ditemukan dalam kondisi termutilasi, kepalanya dipenggal tentara.
Seorang warga Tar Taing sekaligus anggota kelompok antijunta, Moe Kyaw, mengaku selamat dari serangan itu.
Namun, istri dan keponakannya dibunuh.
Moe Kyaw mengaku mereka dan puluhan warga desa digiring tentara ke kuil Budha pada pekan lalu.
Moe Kyaw menyebut para tentara mencuri bir dan barang-barang lain dari warung bibinya.
Bibinya berhasil kabur.
Menurut Moe Kyaw, istrinya dan dua perempuan lain disiksa dan diperkosa, lalu ditembak mati tentara pada Kamis (2/3). Ia juga menduduh para tentara merampas perhiasan istrinya.
Kedua anaknya, berusia 9 dan 11 tahun, diselamatkan setelah tentara pergi dari tempat itu. Moe Kyaw sendiri tidak menjelaskan bagaimana ia mengetahui perlakuan tentara terhadap istrinya.
Organisasi Pemerintahan Persatuan Myanmar (NUG), kelompok utama yang menentang kekuasaan junta, menyebut para tentara yang membantai sipil itu berasal dari Divisi Infanteri Ringan ke-99 yang bermarkas di wilayah Mandalay.
Sebelumnya, dalam kejadian terpisah, pasukan junta militer Myanmar dilaporkan menculik dua bocah berusia 12 dan 13 tahun yang membantu Pasukan Pertahanan Rakyat pada 26 Februari.
Kedua bocah itu dipenggal usai disuruh menunjukkan lokasi kamp mereka.