Pemimpin Jepang dan China Kunjungi Negara yang Berperang, Kishida ke Ukraina, Xi Jinping ke Rusia
Pemimpin China dan Jepang mengunjungi dua negara yang berperang di waktu bersamaan. PM Fumio Kishida memilih ke Ukraina, sementara Xi Jinping ke Rusia
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida tiba-tiba berkunjung ke Ukraina pada hari Selasa (22/3/2023).
Satu hari sebelumnya, Presiden China Xi Jinping tiba di Rusia untuk bertemu Presiden Vladimir Putin.
Kedua kunjungan tersebut, yang berjarak sekitar 800 kilometer, menyoroti dampak perang yang hampir berlangsung selama 13 bulan bagi diplomasi internasional di mana negara-negara mulai menunjukkan keberpihakan antara Moskow atau Kyiv, PBS melaporkan.
Setelah pembicaraan dengan Xi Jinping, Vladimir Putin mengatakan rencana perdamaian China dapat memberikan dasar untuk penyelesaian pertempuran di Ukraina.
Namun Putin menyebut Barat tidak menunjukkan minat pada rencana "perdamaian" itu.
Para pejabat AS mengatakan rencana perdamaian apa pun yang datang dari pertemuan Putin-Xi Jinping, tidak akan diterima.
Baca juga: PM Jepang Fumio Kishida Bertemu Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy Selasa Ini
Sebab, rencana itu hanya akan mengesahkan penaklukan teritorial Moskow dan memberi Rusia waktu untuk merencanakan serangan baru.
“Sepertinya Barat memang berniat untuk melawan Rusia sampai Ukraina terakhir,” kata Putin.
Putin menyinggung rencana Inggris untuk menyediakan amunisi tank yang berisi uranium kepada Ukraina.
“Jika itu terjadi, Rusia akan menanggapinya, mengingat kolektif Barat mulai menggunakan senjata dengan komponen nuklir.”
Putin tidak merinci pernyataan itu.
Sang presiden kadang-kadang memperingatkan bahwa Rusia akan menggunakan semua cara yang tersedia, termasuk kemungkinan senjata nuklir, untuk mempertahankan diri, tetapi kadang-kadang juga mundur dari ancaman semacam itu.
Sementara itu, China menegaskan negaranya adalah perantara netral dalam upaya perdamaian Ukraina.
Xi Jinping kembali menegaskan bahwa China mendukung "perdamaian dan dialog" untuk menyelesaikan perselisihan.