'Tatanan Dunia Baru' Rusia dan China Ancam 'Hegemoni' Ekonomi Amerika Serikat
Banyak spekulasi yang menyebut akhir hegemoni negara Barat kemungkinan sudah dekat, dengan adanya kerusuhan
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, TEXAS - Banyak spekulasi yang menyebut akhir hegemoni negara Barat kemungkinan sudah dekat, dengan adanya kerusuhan sipil berkecamuk di seluruh Eropa dan bank runtuh di Amerika Serikat (AS) dan Swiss.
Jurnalis, Sejarawan dan Penulis Jon Jeter serta Peneliti sekaligus Profesor Sejarah di University of Houston, Dr. Gerald Horne pun mendiskusikan mengenai peluang dan risiko dunia multikutub baru.
Hubungan yang semakin dekat antara Rusia dan China tidak hanya menandai 'tatanan dunia' baru, namun juga membawa risiko bahwa AS akan menghadapi konfrontasi militer antara kekuatan nuklir.
Konferensi Tingkat Tinggi Rusia yang bersejarah antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping hanya mengobarkan retorika yang datang dari AS, Inggris dan Uni Eropa (UE).
Jon Jeter pun mencatat bagaimana mantan Perdana Menteri Australia Paul Keating telah mengkritik kesepakatan 'AUKUS' oleh kapal selam serang bertenaga nuklir dari AS dan Inggris karena potensi konfrontasi militer dengan China.
Ia mengatakan bahwa orang Australia lainnya 'sangat menyukai permainan'.
"Mereka memahami bahwa China bukanlah ancaman militer dalam bentuk apapun, namun itu adalah ancaman finansial terhadap hegemoni Amerika Serikat di dunia. Pertanyaannya adalah kapan Amerika Serikat akan bangun dan menyadari ini semua?," kata Jeter.
Menurutnya, belum ada yang bisa menyadarkan AS mengenai ancaman yang sebenarnya ada di depan mata ini.
"Seperti Malcolm (X, aktivis kekuatan hitam yang terbunuh dan anti imperialis) berkata, 'anda tidak dapat benar-benar mengubah apapun agar orang-orang bangun dari tidurnya dan kami masih tertidur di belakang kemudi'," jelas Jeter.
Dikutip dari laman Sputnik News, Minggu (26/3/2023), Jeter kemudian merujuk pada aksi protes besar-besaran di Prancis terhadap upaya Presiden Emmanuel Macron untuk memaksakan kenaikan usia pensiun tanpa pemungutan suara parlemen.
Ia menyesali bahwa 'tidak ada yang terjadi di AS' yang menganggap ini hanya aksi protes biasa.
Baca juga: Pemimpin Jepang dan China Kunjungi Negara yang Berperang, Kishida ke Ukraina, Xi Jinping ke Rusia
"Mudah-mudahan ini menjadi peringatan yang dikombinasikan dengan pertanyaan tentang perang di Ukraina, tentang Julian Assange dan Australia dan mengapa ia dipenjara, serta kekerasan polisi (di Prancis) ini. Saya berharap ini adalah awal dari sesuatu," tegas Jeter.
Kendati berharap bahwa itu akan menjadi 'awal dari sesuatu', namun dirinya mengakui AS tidak memikirkan pendapat pihak lain.