India Alami Lonjakan Kasus Subvarian Baru Omicron XBB.1.16, Ini yang Perlu Diketahui Soal Arcturus
India sedang mengalami lonjakan kasus virus corona (Covid-19), yang diyakini didorong oleh subvarian Omicron XBB.1.16 yang dikenal sebagai Arcturus.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, NEW DELHI - India sedang mengalami lonjakan kasus virus corona (Covid-19), yang diyakini didorong oleh subvarian Omicron XBB.1.16 yang dikenal sebagai Arcturus.
Kantor berita India New Delhi Television melaporkan bahwa negara itu mencatat lebih dari 10.000 kasus Covid-19 baru dalam waktu 24 jam terakhir.
Angka ini 30 persen lebih banyak dari jumlah yang tercatat pada hari sebelumnya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelumnya mengatakan sedang memantau subvarian XBB.1.16.
Baca juga: Subvarian Arcturus Muncul di Indonesia, Lebih Mudah Menular, Lindungi dengan Vaksin Booster
Berikut hal-hal yang perlu anda ketahui tentang subvarian baru Covid-19 ini:
Apa itu subvarian Arcturus?
Dikutip dari laman Channel News Asia, Sabtu (15/4/2023), Arcturus atau XBB.1.16 adalah subvarian dari varian Omicron yang sedang dipantau WHO 'karena memiliki potensi perubahan yang perlu untuk diawasi dengan baik'.
Subvarian ini kali pertama terdeteksi pada Januari 2023, dan ditambahkan ke daftar varian WHO yang sedang dipantau pada 22 Maret lalu.
Ini adalah subvarian rekombinan atau hibrida dari BA.2.10.1 dan BA.2.75, yang merupakan turunan dari varian Omicron BA.2.
"Ada sekitar 800 urutan virus dari 22 negara," kata WHO saat konferensi pers pada 29 Maret lalu.
Kebanyakan dari subvarian ini berasal dari India, di mana XBB.1.16 telah menggantikan subvarian lain yang beredar.
Profilnya mirip dengan subvarian XBB.1.5, namun memiliki mutasi tambahan pada protein lonjakan, yang menunjukkan peningkatan infektivitas dalam penelitian laboratorium, serta potensi peningkatan patogenisitasyang mengacu pada kemampuan suatu organisme untuk menyebabkan penyakit.
Baca juga: Pasien Subvarian Arcturus Alami Batuk dan Radang Paru-paru, Warga Bergejala Dianjurkan ke Faskes
Sebuah studi dari Universitas Tokyo menunjukkan bahwa subvarian tersebut menyebar sekitar 1,17 hingga 1,27 kali lebih efisien daripada galur XBB.1 dan XBB.1.5.
Studi mencatat bahwa subvarian tersebut berpotensi menyebar ke seluruh dunia dalam waktu dekat.
Hasil tes dari universitas juga menunjukkan bahwa subvarian itu 'sangat resisten' terhadap berbagai antibodi Covid-19.
"Ini salah satu yang harus diperhatikan, subvarian ini telah beredar selama beberapa bulan," kata Pimpinan Teknis WHO untuk Covid-19, Dr Maria van Kerkhove dalam konferensi pers pada 29 Maret lalu.
Dr van Kerkhove menambahkan bahwa WHO belum melihat perubahan tingkat keparahan di antara individu atau populasi, namun mencatat bahwa 'kita harus tetap waspada'.
Di mana saja tempat ditemukannya subvarian ini?
Subvarian Arcturus telah terdeteksi pada lebih dari 20 negara, termasuk Singapura, India, Nepal, Amerika Serikat (AS), Australia dan Inggris.
Sebagian besar kasus dilaporkan terjadi di Nepal dan India yang mengalami lonjakan jumlah infeksi dalam beberapa pekan terakhir.
Baca juga: Subvarian Omicron XBB.1.16 Atau Arcturus Terdeteksi di Indonesia, Kemenkes: Ada Dua Kasus
Di Singapura, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) negara itu mengatakan gelombang infeksi Covid-19 saat ini didorong oleh campuran subvarian XBB, termasuk XBB.1.5, XBB.1.9 dan XBB.1.16.
Namun saat ini tidak ada bukti peningkatan keparahan dalam kasus tersebut.
Pada minggu terakhir bulan Maret, 28.410 kasus Covid-19 tercatat di Singapura, angkanya hampir dua kali lipat dari angka minggu sebelumnya sebesar 14.467.
Lalu apa saja gejala yang ditimbulkan dan apakah penggunaan vaksin efektif terhadap subvarian ini?
Menurut New Delhi Television, mereka yang terinfeksi varian Arcturus dapat mengalami gejala seperti sakit tenggorokan, pilek, demam, kelelahan, batuk, sakit kepala, nyeri otot hingga perut terasa tidak nyaman.
Banyak pasien juga melaporkan mata yang gatal dan konjungtivitis, gejala yang tidak terlihat pada gelombang Covid-19 sebelumnya.
WHO mengatakan laporan sejauh ini tidak menunjukkan peningkatan kasus rawat inap, masuk ICU atau kematian akibat XBB.1.16.
Sementara itu Asisten Dekan Penelitian dan Profesor di Institut Teknologi New York, Dr Rajendram Rajnarayanan mengatakan bahwa vaksin penguat (booster) yang menargetkan strain Omicron harus menawarkan 'beberapa perlindungan jika dosisnya baru'.
Namun, ia juga mencatat bahwa virus terus berkembang sejak vaksin dirilis tahun lalu.
Lalu bagaimana situasi di India?
Pada Kamis lalu, India melaporkan 10.158 kasus baru, angka ini merupakan lonjakan 30 persen dari 7.830 kasus yang dilaporkan pada hari sebelumnya, dengan lonjakan terjadi di Maharashtra dan Delhi.
Ini membuat jumlah kasus aktif di negara kawasan Asia Selatan itu menjadi 44.998.
Pejabat kesehatan setempat mengatakan bahwa situasi Covid-19 di negara itu bergerak menuju tahap endemik dan infeksi dapat terus meningkat selama 10 hingga 12 hari ke depan, setelah itu akan mereda.
Kasus rawat inap saat ini rendah dan diperkirakan akan tetap seperti itu, meskipun kasus positif diprediksi mengalami peningkatan.
Prevalensi subvarian Arcturus meningkat dari 21,6 persen pada Februari lalu menjadi 35,8 persen pada Maret 2023, namun tidak ada insiden rawat inap atau kematian yang dilaporkan.
Latihan tiruan nasional untuk mengevaluasi kesiapan rumah sakit pun diadakan awal pekan ini di tengah peningkatan kasus di India, dengan sebanyak 36.592 fasilitas publik dan swasta turut ambil bagian.