Bentrok Angkatan Bersenjata Sudan dan Milisi RSF Tewaskan 25 Orang, Tidak Ada Korban WNI
Kementerian Luar Negeri RI memastikan tidak ada Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban dalam peristiwa ini.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, KHARTOUM - Angkatan Bersenjata Sudan terlibat tembak menembak dengan milisi Rapid Support Forces (RSF) di beberapa titik di kota Khartoum, Sabtu (15/4/2023).
Bentrokan ini menyebabkan sedikitnya 25 orang tewas dan 183 lainnya luka-luka, berdasarkan laporan Komite Medis Pusat Sudan kepada CNN, Minggu.
Baca juga: Bentrokan Militer dan Paramiliter di Sudan, 25 Orang Tewas, 183 Lainnya Luka-luka
Kementerian Luar Negeri RI memastikan tidak ada Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban dalam peristiwa ini.
"Hingga saat ini, tidak ada WNI yang menjadi korban peristiwa dimaksud. Tercatat terdapat sekitar 1.209 WNI yang menetap di Sudan," kata Direktur Perlindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha dalam keterangannya.
Bentrok diduga disebabkan adanya perbedaan pendapat antara militer dan RSF terkait proses reformasi sektor keamanan dan integrasi RSF ke dalam militer Sudan.
Hal ini sebagai bagian dari proses politik yang sedang berlangsung di Sudan saat ini.
Direktur Kemlu RI memastikan KBRI Khartoum-Sudan terus memantau situasi yang tengah berlangsung.
KBRI juga telah mengeluarkan imbauan kepada masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dan menghindari titik-titik rawan.
Termasuk terus mengintensifkan komunikasi dengan masyarakat Indonesia yang berada di Sudan.
Baca juga: 230 Penduduk Sudan Tewas dalam Serangan Suku terkait Tanah Sengketa
Belum ada pernyataan dari Kemlu apakah pemerintah akan melakukan evakuasi kepada WNI di Sudan.
Namun Pemerintah RI menyediakan call center yang dapat dihubungi menanggapi situasi darurat ini.
Adapun call center KBRI Sudan adalah +249 90 797 8701, dan +249 90 007 9060.
Bentrokan
Sedikitnya 25 orang tewas dan 183 lainnya luka-luka dalam bentrokan yang terjadi di ibu kota Sudan dan sejumlah tempat lainnya di Sudan, Sabtu (15/4/2023).
Bentrokan terjadi antara militer Sudan dan pasukan paramiliter.
Pertempuran ini memberikan pukulan baru bagi harapan akan transisi menuju demokrasi dan meningkatkan kekhawatiran akan konflik yang lebih luas.
Dikutip dari Aljazeera, sedikitnya 25 orang tewas dan 183 lainnya luka-luka, kata Persatuan Dokter Sudan kepada kantor berita Reuters.
Kelompok tersebut tidak dapat menentukan apakah semua korban adalah warga sipil.
Bentrokan itu mengakhiri berbulan-bulan ketegangan yang meningkat antara tentara Sudan dan kelompok paramiliter Pasukan Dukungan Cepat.
Ketegangan itu telah menunda kesepakatan dengan partai politik untuk mengembalikan negara itu ke transisi jangka pendek menuju demokrasi, yang digagalkan oleh kudeta militer Oktober 2021.
Setelah seharian pertempuran sengit, militer mengesampingkan negosiasi dengan RSF, alih-alih menyerukan pembongkaran apa yang disebutnya sebagai "milisi pemberontak".
Suara tembakan keras terdengar sepanjang Sabtu di ibu kota, Khartoum, dan kota terdekat Omdurman, di mana militer dan RSF telah mengumpulkan puluhan ribu tentara sejak kudeta.
Saksi mata mengatakan pejuang dari kedua belah pihak menembak dari kendaraan lapis baja dan dari senapan mesin yang dipasang di truk pick-up dalam pertempuran di daerah padat penduduk.
Beberapa tank terlihat di Khartoum.
Militer mengatakan pihaknya melancarkan serangan dari pesawat dan drone ke posisi RSF di dalam dan sekitar ibu kota.
Warga menggambarkan adegan kacau.
"Api dan ledakan ada di mana-mana," kata Amal Mohamed, seorang dokter di rumah sakit umum di Omdurman.
"Semua berlari dan mencari perlindungan."
"Kami belum pernah melihat pertempuran seperti itu di Khartoum sebelumnya," kata penduduk Khartoum Abdel-Hamid Mustafa.